“Gue nggak suka dia!”
Setelah mengucapkan itu Virgo menunggangi motornya. Tapi dari arah samping Redo mengepalkan tangan dan menonjok bagian pelipis Virgo. Membuat Virgo terdorong, tapi beruntung tak sampai terjatuh.
“Itu balasan karena lo udah meluk Auryn!!” kata Redo dengan senyum miring. Setelah mengucapkan itu dia balik badan dan berjalan menjauh. Senyumnya mengembang, akhirnya dia mendapatkan pelampiasan.
Virgo menyentuh pelipisnya yang terasa sakit. Dia lalu melihat jemarinya yang mengeluarkan darah. Virgo berdecak. Kesialan apa hingga dia dituduh menyukai Auryn? Cewek yang menurut Virgo sangat aneh itu.
***
Untuk ketiga kalinya, Auryn berangkat pagi. Tak ada alasan apapun gadis itu berangkat pagi. Bahkan Auryn sendiri merasa aneh dengan dirinya sendiri. Tiba-tiba saja tadi habis bersiap diri langsung ingin berangkat, biasanya dia bersantai dulu. Barulah saat mamanya mulai ngomel Auryn akan berangkat.
Auryn melangkah ke ruang kelasnya yang masih sepi, tanpa satupun siswa. Gadis itu menghela napas lalu berjalan ke deretan depan. Auryn melepas tasnya dan meletakkan di kursi samping Virgo.
Jika dulu bagian depan adalah tempat yang tak dia sukai berbeda dengan sekarang. Auryn memilih duduk depan karena mempunyai mainan baru. Tentu saja patung ber-earphone-nya yang bernama Virgo itu. Entahlah Auryn merasa senang bisa mengerjai Virgo. Cowok itu selalu tak ada ekspresi dan Auryn penasaran dengan ekspresi cowok itu.
Sambil menunggu kelas ramai, Auryn mengeluarkan kamera milik Redo. Gadis itu nge-vlog mengabadikan momen dia datang ke sekolah pagi pagi.
“Guys. Gue dateng paling awal,” katanya di depan kamera. Dia lalu menggerakkan kamera ke setiap sudut kelas.
“Bayangin bangku-bangku masih kosong. Dan gua udah duduk di paling depan. Kurang rajin apa gue?”
Auryn lalu memperhatikan wajahnya yang terpoles bedak tipis. Arah pandangnya lalu tertuju ke kepalanya yang tak terdapat bando atau bandana. Hanya jepitan warna putih di sebelah kiri.
“Ngapain lo!”
Saat sedang asyik menatap kamera, suara berat itu terdengar. Auryn seketika menoleh dan melihat Virgo yang berjalan masuk. Tatapan Auryn lalu tertuju ke pelipis Virgo yang membiru.
“Kenapa pelipis lo?”
Refleks Virgo menyentuh pelipisnya. Dia mengangkat bahu tak acuh lalu duduk di tempat duduknya. Virgo sengaja berangkat pagi, agar tak ada siswa yang tahu lebam di pelipisnya. Namun, dia merasa kurang pagi karena nyatanya ada siswa yang sudah di kelas.
“Kalau ditanya itu jawab!” maki Auryn.
Auryn menengok ke arah pelipis Virgo. Gadis itu mendapati warna kebiruan yang mirip dengan warna di rahang abangnya setelah berantem.
“Habis berantem?” tebaknya kemudian.
Virgo menggeleng pelan. Dia mulai mengeluarkan buku dan melanjutkan buku yang dia pinjam kemarin.
“Terus kenapa?” tanya Auryn.
Tangannya terasa gatal ingin menyentuh lebam itu. Tak kuasa menahan, dia menyentuh pelipis Virgo. Membuat si pemilik langsung berdecak kesal.
“Ngapain?”
“Pegang,” jawab Auryn dengan seulas senyum.
Auryn menarik pundak Virgo hingga cowok itu menoleh. “Gue kira lo cowok pendiem yang nggak kenal berantem,” nilai Auryn. “Ternyata lo sama aja ya kayak cowok lain,” lanjutnya.
“Gue nggak berantem!” kata Virgo kesal. Dia sudah menjawab dengan gelengan, tapi Auryn tak mengerti juga.
“Terus kenapa? Nggak mungkin kan lo sengaja pukul pelipis lo sendiri?”
“Berisik!”
“Ish!! Gue itu tanya. Apa susahnya sih jawab,” ucap Auryn emosi. Dia duduk dengan bertolak pinggang. Berhadapan dengan Virgo sama seperti berhadapan dengan robot, patung, arca, batu dan benda mati lainnya.
“Pacar lo cari gara-gara,” jawab Virgo pelan.
Sebenarnya dia enggan membahas ini, tapi dia tahu Auryn pasti akan terus menginterogasi. Jadi Virgo akhirnya bercerita, berharap cewek itu diam. Dan Virgo bisa membaca buku dengan tenang.
Jawaban Virgo membuat Auryn terdiam. Dia mencerna ucapan Virgo berkali-kali. Apa mungkin Yohan balas dendam? Auryn membatin.
Auryn ingat saat curhat bersama Yohan, cowok itu akan membalas perilaku Virgo. Saat Auryn tak bisa ikut praktikum karen Virgo tak mau satu kelompok. Auryn menarik napas panjang. Tumben Yohan main kekerasan? dia tak suka jika Yohan menyelesaikan masalah dengan berantem, padahal cowok itu selalu mengingatkan untuk cinta damai. Bagi Auryn, membalas kelakuan Virgo masih bisa tanpa harus melukai fisik.
“Bener pacar gue?” tanya Auryn memastikan.
Virgo membuang napas panjang lalu menoleh. Sorot matanya begitu tajam, membuat Auryn terdiam.
“Lupain,” kata Virgo daripada Auryn tak percaya.
“Sini luka lo.”
Auryn lalu mengeluarkan plester dari tasnya. Sisa plester yang dia ambil di UKS untuk Redo. Gadis itu berdiri dan memasangkan benda cokelat itu ke pelipis Virgo. Sedangkan cowok itu hanya diam, mengirup aroma buah-buah yang menusuk indera penciumannya.
***
Cowok berseragam putih abu-abu dengan bagian kemeja yang keluar dari tatanan itu masuk ke dalam kelas. Baru saja kakinya melangkah dari pintu, dia sudah dikejutkan dengan kehadiran cewek berambut pendek yang menghalangi langkahnya.
“Gue mau ngomong sama lo,” kata Yunda.
Yohan bergeser lalu berjalan ke tempat duduknya di bagian belakang. Dia meletakkan tas berwarna navy lalu mengambil ponselnya.
“Han. Gue mau ngomong sama lo.”
Arah pandang Yohan lalu tertuju ke cewek yang duduk miring di depannya. “Ya udah sih tinggal ngomong,” jawabnya sambil bermain ponsel.
Yunda mendengus karena tak diperhatikan oleh Yohan. Tapi kali ini cewek itu tak mempermasalahkan. Dengan cepat dia merogoh ponselnya dan menghadapkan ke Yohan.
“Lo lihat ini.”
Yohan melirik sekilas tampak tak tertarik. Namun saat melihat foto seorang gadis tengah berpelukan, Yohan langsung merebut ponsel Yunda.
“Auryn,” gumam cowok itu.
Di depannya Yunda tersenyum penuh arti. Dia yakin kalau Yohan belum tahu informasi ini. “Jadi Auryn sama Redo itu pacaran.”
“Oh.”
Respons Yohan sangat singkat, sangat tak sesuai dengan harapan Yunda. Yohan lalu mengembalikan ponsel Yunda lalu fokus ke ponselnya sendiri.
“Kok lo biasa aja sih?” tanya Yunda sebal.
Yohan tersenyum miring. Dia ingat kejadian waktu itu saat latihan basket dengan Redo.
“Han. Gue tadi habis ngobrol dikit sama Auryn.”
Saat itu Yohan sedang men-dribble bola, dan dia dikejutkan dengan ucapan Redo. Kapten tim basket itu langsung menoleh penasaran.
“Ngobrol?”
Redo mengangguk lalu duduk di pinggiran lapangan basket yang terasa hangat karena seharian terpapar dengan sinar matahari. Tapi cowok itu tak beranjak, justru semakin menghadapkan ke arah matahari yang hampir tenggelam itu.
“Ya curhat gitulah,” jawabnya kemudian.
Yohan menghentikan kegiatannya lalu duduk di samping Redo. “Curhat? Lo nggak ngapa-ngapain cewek gue kan?”
Kepala Redo bergerak ke kiri dan ke kanan. “Nggak. Cuma tanya pendapat dia doang.”
“Soal?”
“Cewek?”
Senyum Yohan mengembang. Dia merasa kalau Redo tengah jatuh cinta dan minta pendapat Auryn.
“Siapa yang lo suka? Temennya Auryn? Padahal sahabat Auryn cuma Wiska,” jawab Yohan yang langsung mendapat senggolan kencang dari Redo.
“Enak aja lo! ya pokok cewek lah,” jawab Redo berbohong. “Kalau ada yang adu domba, lo jangan percaya. Tadi gue lihat cewek yang ngejar-ngejar lo foto gue sama Auryn.”
“Lo lagi ngapain?” Yohan langsung menatap penuh selidik.
“Cuma meluk sekilas. Mungkin karena wajah gue terlalu kasihan sampai Auryn nyemangatin gue.”
Ada sebagian hati Yohan yang terusik. Namun dia ingin percaya ke pacarnya. “Beneran kan cuma meluk? Nggak lama kan?”
“Lo bisa tanya sendiri ke Auryn.”
Yohan manggut-manggut, akan menanyakan ini ke Auryn.
“Redo udah cerita ke gue,” kata Yohan ke Yunda.
Seketika Yunda melotot. Sial! Dia kalah start dari Redo. “Tapi apa lo nggak curiga? Bisa aja loh mereka bohong.”
“Lo jangan adu domba gue deh.”
“Nggak adu domba. Gue nggak pengen aja lo sakit hati,” jelas Yunda.
Yohan memilih diam. Dia tahu cewek itu masih menyimpan rasa untuknya. Berkali-kali dia memberi tahu Yunda kalau dia tak bisa bersama gadis itu. Tapi Yunda terus saja mengejar seolah tak kenal lelah.
“Han. Kenapa lo percaya banget sih ke Auryn?” tanya Yunda sambil menarik tangan Yohan untuk digenggam.
“Karena dia pacar gue. Udah seharusnya dia ngasih gue kepercayaan.”
“Tapi dia nggak sebaik yang lo kira.”
Segera saja Yohan menarik tangannya. Dia tak mau berburuk sangka ke Auryn, tak baik. Yohan lalu berdiri meninggalkan Yunda.
“Sialan!”
Yunda seketika berdiri. Dia balik badan, Yohan telah mengilang. Entah Yunda harus berbuat apa lagi untuk meyakinkan Yohan.
“Tenang aja, gue bakal bawa bukti lain.”