22-Bikin Penasaran

1150 Kata
Brum! Saat melangkah di halaman depan, Auryn merasa sebuah motor melintas terlalu dekat dengannya. Dia memperhatikan motor ninja hitam yang tak asing itu. Kali ini ada seorang gadis yang duduk di boncengan. Penasaran Auryn mempercepat langkahnya, jarak dari gerbang utama ke pintu selanjutnya cukup jauh. Sialnya abangnya itu selalu mengantar sampai depan saja tak mau masuk sampai ke gerbang kedua. Sisanya Auryn harus berjalan, belum lagi hari ini dia dibuat penasaran dengan cewek yang dibonceng Virgo. Sampai di dekat parkiran Auryn melihat seorang gadis berambut panjang yang dikepang dua turun. Tak lama si pengendara motor turun lalu melepas jaket hitam itu. Auryn geleng-geleng melihat dua orang itu. “Si patung ber-earphone pagi-pagi udah bareng sama pacar aja,” gumam Auryn. Dia yang memiliki dua pacar saja jarang berangkat bareng. Tiba-tiba senyum Auryn mengembang. Dia ingin mengerjai Virgo dan adik kelas yang pernah menitip kotak bekal itu. Yah itung-itung untuk menambah semangat di pagi hari. Auryn terdiam, menunggu Virgo mendekat ke arahnya. “Cie pagi-pagi udah pacaran!!!” teriak Auryn saat Virgo mulai melangkah dengan Seika. Auryn berjalan mendekat lalu menatap Virgo dan gadis mungil itu dengan senyum menggoda. “Cie. Ternyata patung ber-earphone punya pacar,” goda Auryn lagi. “Maksudnya apa, Kak?” tanya Seika ke Virgo. Virgo menggeleng lalu melanjutkan langkah. Tak baik pagi-pagi meladeni Auryn, toh tak penting juga. Melihat Virgo menjauh Seika lalu mengekor. Membuat Auryn menatap punggung dua orang itu dengan seulas senyum. Seolah tak puas dengan godaannya, Auryn melangkah. Namun, tarikan kuat di tasnya membuatnya tertarik ke belakang. “Hiss!! Ngapain?” tanya Auryn ke cowok bertopi itu. “Lo godain siapa?” “Si Virgo. Godain dia yuk!” kata Auryn lalu menyeret Wiska. Mereka berdua berjalan cepat mengejar langkah Virgo dan Seika. Saat melihat targetnya, Wiska segera bersiul. Sedangkan Auryn memilih berdeham. Seika yang merasa sedang digoda buru-buru menoleh. “Kak. Temen Kakak,” bisiknya ke Virgo. Virgo melirik Seika sekilas lalu melanjutkan langkah. Cowok itu tak tahu maksud dua orang absurd di belakangnya itu. “Go. Makasih ya semalem tumpangannya. Kalau bukan gara-gara lo pasti gue pulang larut. Makasih juga lo udah hibur gue,” goda Auryn. “Maksudnya apa, Kak Auryn?” tanya Siska penasaran. Dia tahu semalam Virgo mengantar Auryn, tapi dia tak tahu apa maksud kata “hibur” barusan. “Tanya Virgo aja,” jawab Auryn lalu berkedip genit ke Virgo. Membuat Seika refleks meremas roknya. “Kantin yuk, Wis! Gue belum sarapan!” ajak Auryn ke cowok di samping Virgo. Ajakan Auryn tentu membuat Wiska semangat. Cowok bertopi itu mendekat dan melingkarkan lengannya di pundak Auryn. “Emang lo sama Virgo habis ngapain?” “Gue pernah nebeng dia. Terus gue goda tuh cewek. Hehe,” cengir Auryn. Sedangkan dua orang yang dijali, kembali melanjutkan langkah. Virgo melihat Seika berjalan dengan menunduk, seolah terusik dengan godaan Auryn. “Jangan percaya omongannya,” kata Virgo setelah mengucapkan itu dia melanjutkan langkah ke arah tangga. Seika menghentikan langkah melihat punggung Virgo yang perlahan menjauh itu. Gadis itu masih meremas roknya bermodel lipat itu. Entah Auryn tadi hanya menggoda saja atau apa, yang jelas Seika terusik. Dia takut saja kalau Auryn dan Virgo memiliki hubungan. Seika sadar diri jika kalah cantik dengan Auryn. Jika sampai Virgo jatuh hati ke Auryn, entah bagaimana sakitnya hati Seika. Karena bagi gadis itu, Virgo adalah cinta pertamanya. Semoga nasib percintaanku nggak buruk.   ***   Cowok dengan rambut berantakan itu keluar dari persembunyiannya. Dia merapikan tas dan seragamnya yang kemarin dia jadikan selimut. Setelah itu dia keluar, masih dengan mengenakan seragam basket. Suasana sekolah yang ramai membuatnya mendapat tatapan aneh. Redo tetap berjalan, tak peduli dengan banyaknya pasang mata yang menatapnya. Semalam dia menginap di sekolah. Sebenarnya dia sudah diusir oleh penjaga sekolah, tapi dia memohon habis-habisan hingga diperbolehkan tidur di ruang ekskul. “Lo semalem nggak balik?” Pertanyaan itu membuat langkah Redo terhenti. Dia menoleh ke Uca yang menatapnya penuh tanya. “Lo peduli ke gue?” Uca membuang napas pelan. Berurusan dengan Redo memang seperti ini. “Pedulilah,” jawab Uca. “Lo semalem nggak balik.” Redo menggeleng. Dia mengusap wajahnya dengan telapak tangan, lalu menyisir rambutnya dengan kelima jarinya. “Lo ada masalah?” tanya Uca penasaran. “Nggak mungkin kan lo nyusun strategi buat tim basket kita sampai larut malem?” “Ngapain? Toh yang berkuasa juga Redo.” Rasanya Uca salah berbicara. Setelah perseteruan minggu lalu, Yohan dan Redo belum juga baikan. Kemarin saat latihan bakset dua orang itu juga terlihat saling balas dalam mencetak point. “Masalah sama orangtua lo?” tanya Uca hati-hati. “Udah deh gue balik.” Bukannya menjawab Redo malah pergi. Uca tak ada niatan menahan Redo, cari mati itu namanya. Redo keluar dan mendapati tatapan aneh dari beberapa siswa yang baru datang. Cowok itu tetap fokus menatap depan lalu berjalan ke parkiran. Beruntung dia bisa lolos dari guru-guru baru yang tak berani menegurnya itu. Iyalah, papa Redo termasuk penyumbang dana terbesar. Hanya guru-guru lama yang berani menentang dan memarahi Redo. “Lo mau ke mana!!” Teriakan itu membuat Redo menoleh. Dari arah pakir motor terlihat Yohan berlari. Redo ingin menghindar tapi temannya itu sudah menghadang. “Lo mau ke mana?” tanya Yohan sambil memperhatikan penampilan Redo: seragam bakset warna merah, wajah ngantuk dan rambut acak-acakan. Satu yang dapat Yohan simpulkan, cowok di depannya tak pulang. “Balik,” jawab Redo tanpa menatap lawan bicaranya. “Lo nggak sekolah.” “Gak.” “Nanti latihan.” Barulah Redo menatap Yohan. Harusnya hari ini tak ada jadwal latihan. “Siapa yang nyuruh?” tanya Redo. “Pak Indra,” Yohan menjawab. “Gue dateng nanti sore.” Setelah mengucapkan itu Redo melanjutkan langkah ke arah mobilnya. Baru saja dia masuk ke dalam mobil, suara ketukan di kaca sudah terdengar. “Ngapain lagi?” tanya Redo saat melihat wajah Yohan lagi. “Lo masih marah ke gue?” Terpaksa Redo keluar dari mobilnya. Dia berdiri di depan Yohan dan menatap cowok berwajah segar itu. “Menurut lo?” Yohan tersenyum tipis. “Marah,” katanya. “Tapi gue mau minta maaf ke lo,” lanjutnya sambil mengulurkan tangannya. Redo menunduk memperhatikan tangan Yohan yang terulur di depannya. Sebenarnya rasa amarah Redo masih ada. Cowok itu selalu kalah dengan Yohan. Lagi, lagi Yohan yang dipercaya, dan lagi-lagi Yohan yang diperhatikan. Tapi Redo tahu tak seharusnya dia marahan dengan Yohan terlalu lama. Mereka satu tim, jika anggota ada yang marah maka berpengaruh. “Oke,” jawab Redo sambil menjabat tangan Yohan. “Ya udah. Lo pulang tapi nanti sore balik.” Yohan merasakan kelegaan setelah berbaikan dengan Redo. Yohan lalu memundurkan tubuhnya menjauh dari mobil Redo. “Gue balik,” ucap Redo lalu masuk ke dalam mobil. Selepas kepergian Redo, Yohan melanjutkan langkah. Sebenarnya Yohan penasaran apa yang membuat Redo sampai menginap di sekolah. Tapi Yohan tahu, itu privasi Redo. Yohan lalu melanjutkan langkah. Sampai di lapangan, dia mendengar teriakan kencang. “YOHAN!!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN