Dua orang itu berdiri di depan gerbang sekolah yang tertutup. Sama sekali tak ada percakapan yang terjadi. Dua orang itu hanya berdiri dengan pandangan lurus ke depan. Auryn sedang memikirkan Yohan yang tadi terus memojokkannya. Sedangkan Virgo menunggu Auryn berbicara.
“Gue pengen cerita,” kata Auryn. Dia menoleh ke Virgo yang sama sekali tak menoleh.
“Gue tahu lo nggak bakal denger cerita gue. Tapi gue pengen ngeluarin unek-unek gue. Serah lo mau dengerin atau enggak,” lanjut gadis itu.
Virgo menoleh menatap cewek aneh yang malam ini semakin terlihat aneh itu. Kesialan apa lagi yang sekarang menghampiri Virgo? Niat ingin datang ke ulangtahun sepupunya justru dia bertemu paksa dan diseret paksa Auryn. Hingga sekarang mereka berdiri di depan sekolah. Karena Virgo tak tahu akan mengajak gadis itu ke mana, diantar pulang malah nggak mau.
“Gue sebel sama Yohan. Kenapa sih dia nyudutin gue!” geram Auryn sambil melipat kedua tangan di depan d**a.
“Kalau dia tahu semuanya ya udah sih langsung ngasih tahu! Nggak usah mancing-mancing kayak tadi! bikin gue bingung dia sebenernya udah tahu atau enggak! nggak biasanya Yohan aneh kayak gini.”
Virgo hanya diam mendengarkan gadis itu yang sedang mengeluarkan emosinya. Cowok itu menghela napas berat, lalu melirik Auryn yang terdiam itu.
Air mata Auryn tiba-tiba turun. Menangisi Yohan yang sempat mengucapkan “lepas” yang tentu saja itu artinya putus. Auryn tak siap putus dengan Yohan.
“Hiks!”
Auryn mulai menangis sesenggukan. Dia bergeser ke samping dan menyandarkan kepalanya di lengan Virgo.
Tindakan itu membuat Virgo risih. Dia melihat air mata Auryn mengenai jaket kesayangannya. Tapi Virgo masih punya hati dengan tidak memarahi gadis itu disaat seperti ini.
“Bener kata orang, marahnya orang sabar itu nyeremin,” kata Auryn ingat dengan raut Yohan tadi. Dari sekian banyak cowok yang dekat dengan Auryn, hanya Yohan yang paling sabar.
“CK!! GUE SEBEL SAMA HARI INI!!” Auryn lalu berteriak kencang.
Teriakan itu membuat Virgo geleng-geleng, pasalnya suara itu sangat menusuk telinga. Dia lalu bergeser menjauh, dan menatap air mata yang masih tersisa di jaketnya.
“Udah nangisnya?” tanya Virgo.
Auryn seketika menoleh lalu bertolak pinggang. “Punya temen tapi nggak mau ngasih solusi.”
“Gue aja nggak tahu apa masalah lo.”
Virgo geleng-geleng menghadapi keanehan Auryn. Dari tadi cewek itu tak cerita detail apa yang terjadi. Gimana Virgo mau ngasih solusi?
“Sekarang kita pulang,” ajak Virgo.
Auryn mengangguk. Dia juga cukup lelah dengan malam ini. Ingin pulang dan bergelung di balik selimut. Berharap malam ini hanya mimpi buruk yang akan hilang di esok hari.
Saat hendak menaiki motor, Auryn dikejutkan dengan benda hitam yang berada di depan wajahnya. Dia mengambil benda yang ternyata jaket itu.
“Apaan nih? Lo minta gue nyuciin jaket lo?” tanya Auyrn. Dia sadar, barusan menangis di lengan Virgo. Bahkan menghapus air matanya di jaket cowok itu.
“Pake.”
Virgo memasang helm lalu mulai menyalakan motornya. Dia tak tahu jika Auryn menatapnya penuh tanya.
“Buat apa?” tanya Auryn bingung. Dia mengurungkan niatan naik ke jok belakang, berganti berdiri di samping Virgo.
“Virgo!!” panggil Auryn karena cowok itu fokus menatap depan.
“Pake.”
“Buat?”
Lawan bicaranya yang begitu cerewet membuat Virgo gemas sendiri. Dia mengambil jaket hitamnya lalu memakaikan benda itu ke tubuh Auryn. “Lengan lo dingin banget.”
Auryn melirik jaket yang kini menyampir di pundaknya. Dia tersenyum manis. Ternyata robot ber-earphone itu masih punya hati.
“Naik!” perintah Virgo karena Auryn malah bengong.
Seketika Auryn tersadar. Dia buru-buru naik ke jok belakang sambil memegangi jaket yang sekarang menghangatkan tubuhnya itu.
Brum!
Motor ninja Virgo mulai melaju meninggalkan sekolah. Cowok itu melirik dari kaca spion, melihat Auryn yang menghadap ke arah depan.
“Gue antar ke mana?”
Auryn memajukan tubuhnya, hingga pundaknya mengenai pundak Virgo. “Ke rumah gue. Masih inget kan?”
Virgo mengangguk samar. Dia lalu menambah kecepatan, ingat jika harus menghadiri ulangtahun sepupunya.
“Go!!” panggil Auryn.
Respons Virgo hanya lirikan. Cowok itu lalu fokus menatap depan.
Bagi Auryn, lirikan itu adalah jawab “apa” yang dikeluarkan cowok itu. “Makasih ya lo udah dengerin curhatan gue.”
Curhatan apaan? dalam hati Virgo membatin. Namun dia tak ingin mempermasalahkan itu. Sekarang yang harus dia lakukan adalah mengantar Auryn dan terbebas dari gadis itu.
“Go, Senin itu udah UAS ya?” tanya Auryn lagi. Dia bosan hanya berdiam diri tanpa berbicara.
“Ya!” jawab Virgo sambil berteriak, karena dia mengenakan helm full face.
“Terus tugas akhir bu Armin?”
“Hari Kamis di kumpulin.”
Auryn tersentak kaget. Seingatnya dia tak pernah mengerjakan tugas itu lagi. “Lo ya yang ngerjain tugasnya?”
Virgo melirik, sedangkan bibirnya mendengus. Kalau bukan dia siapa lagi yang ngerjain? Nunggu Auryn ngerjain? Mungkin sampai lulus juga nggak dikerjain.
“Elo ya ya ngerjain,” kata Auryn dengan senyum tipis.
“Diem deh!”
Samar-samar Auryn mendengar perintah itu. Dia mendengus lalu memilih menurut. Bahaya juga kalau sepanjang perjalanan sambil mengobrol.
Auryn lalu menatap depan dengan senyum segaris. Dia lalu menatap punggung tegap Virgo. Auryn tak tahu apa alasan menarik cowok itu. Tapi setelah bersama Virgo, setidaknya Auryn cukup lega telah mengeluarkan unek-uneknya. Yah, meski cowok itu hanya diam. Dan meski masalah Auryn dengan Yohan belum selesai.
***
Arah pandang Redo lalu tertuju ke jalan menuju rumah Auryn. Dari kejauhan terlihat seorang gadis berjalan sambil bermain ponsel. Tatapan Redo tertuju ke penampilan gadis itu. Kaos putih polos, celana jogger pant motif vertikal warna biru strip putih dan sneakers berwarna putih. Banyak gadis lain yang berpakaian seperti Auryn. Namun, di mata Redo Auryn tentu berbeda, lebih cantik dan menggemaskan.
“Udah lama?” tanya Auryn setelah menghempaskan diri di kursi penumpang.
“Lumayan. Sampai bikin gue nggak sabaran,” jawab Redo sambil mengusap kening Auryn.
“Ya udah yuk jalan. Keburu siang.”
Redo menurut dan mulai menyalakan mesin mobil. Minggu pagi, rencananya mereka akan ke Pantai Ancol. Tentu Redo yang memiliki ide seperti ini. Sedangkan Auryn hanya menyetujui, meski dengan terpaksa.
Sebenarnya Auryn enggan keluar rumah, terlebih besok UAS. Ayolah, dia tetap harus mementingkan pendidikannya kan? tapi karena lama-lama suntuk ditambah ingat dengan masalah dengan Yohan kemarin, akhirnya Auryn menerima ajakan keluar. Satu yang ada di pikiran gadis itu. Dia hanya ingin melepas penat, tanpa dia pikir panjang apa efek yang kemunginan bisa terjadi.
Beberapa saat kemudian, mereka sampai di tempat tujuan. Auryn lebih dulu keluar karena sangat bosan duduk dan terus teringat dengan Yohan. Auryn lalu menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Dia berharap bisa melupakan masalahnya sejenak.
“Ayo, Ryn!” ajak Redo sambil menggenggam tangan Auryn.
Auryn berusaha melepas genggaman itu tapi kali ini Redo tak mau mengalah. Cowok bertopi itu tetap menggenggam tangan Auryn erat. Hingga akhirnya, Auryn menurut dan berjalan di belakang Redo.
“Izinin gue genggam tangan lo, Ryn. Di sekolah gue nggak bisa kayak gini sama lo,” kata Redo sarat kesedihan.
“Oke!” jawab Auryn tak keberatan. Gadis itu sedikit ingin membahagiakan pacar keduanya itu. Entah firasatnya mengatakan akan ada badai besar yang akan menerpanya.
Redo berjalan dengan diam sambil memperhatikan beberapa keluarga yang melewatinya. Dia lalu membuang napas. Dulu, dia pernah mengalami liburan bersama keluarga. Tapi itu semua seolah direnggut paksa karena terlalu fokus bekerja.
“Do. Redo!” panggil Auryn sambil mengguncangkan lengan cowok itu.
Auryn bingung ketika Redo tiba-tiba menghentikan langkah. Mata bundar Auryn mengamati wajah sendu cowok itu. Melihat sorot mata itu Auryn jadi khawatir. Dia mendekat dan menyentuh kening Redo.
“Lo sakit?”
Mata Redo terpejam, mencoba menghilangkan kenangan masa lalunya. Tak lama Redo membuka mata. Dia mengulas senyum meski tak sampai ke mata.
“Gue nggak apa-apa kok. Makasih udah perhatian sama gue.”
Dengan cepat Redo memeluk Auryn erat. Tubuh Auryn menegang. Dia merasakan ada kesedihan di mata Redo. Apalagi pelukan ini yang begitu erat. Bukan kali ini saja Auryn melihat Redo yang sedih. Hal itu membuat hati Auryn terusik.
“Lo kenapa sih, Do? Ada masalah?” tanya Auryn lembut.
Redo melepas pelukannya lalu satu tangannya berada di puncak kepala Auryn. “Enggak kok.”
“Bener?”
“Ya. Kita ke sini mau seru-seruan, Ryn. Bukan sedih-sedihan.”
Setelah mengucapkan itu Redo balik badan. Tak lupa dia kembali menggenggam tangan Auryn. Mungkin ini akan menjadi sedikit kebahagiaan bagi Redo, bisa menghabiskan waktu bersama orang yang dia sayang. Meski Redo tahu kebahagiaan ini hanya sesaat. Esok hari Auryn pasti akan kembali berbagi kebahagiakan bersama Yohan. Dan melupakan Redo.
Gue emang selalu jadi nomor dua.