42-Ketahuan

1576 Kata
Cowok berkerpus abu-abu dengan jaket putih melihat dua orang yang baru saja keluar dari wahana seaworld. Sontak cowok itu berdiri membungkuk agar tak ketahuan. Saat melihat dua targetnya sibuk sendiri, dia mulai mengikuti. Sejak tadi Yohan mengikuti Auryn dan Redo. Bahkan mengikuti sejak dua ornag itu pergi dari kompleks perumahan. Yohan sengaja melakukan ini, karena rasa penasarannya tentang hubungan Auryn dan Redo semakin menggelitik. “Nih, minum buat lo!!” Kalimat itu membuat Yohan menoleh. Dia melihat gadis berambut pendek dengan sebagian rambut di cepok ke atas yang berjalan di sampingnya. Yohan mengambil air mineral itu lalu arah pandangnya tertuju ke Auryn dan Redo yang berjalan sambil bercanda. “Lo sih dikasih tahu nggak percaya. Dari dulu mereka itu selingkuh,” kata Yunda mengompori. Cewek itu memang ikut dalam misi ini, lebih tepatnya memaksa ikut. Awalnya Yunda hanya ingin mengajak Yohan jalan-jalan. Tapi cowok itu membawanya ke kompleks perumahaan Auryn. Hingga Yunda ikut saat Yohan membuntuti Auryn. Dari kejauhan Auryn dan Redo tampak menghentikan langkah. Auryn menunduk sambil menepuk lutut. Sedangkan Redo terkekeh geli lalu menunduk dan mengusap lutut Auryn. “Ngapain sih mereka!” gurutu Yohan melihat pemandangan seperti itu. “Jelas pacaran lah,” jawab Yunda dengan kedua tangan terlipat di depan d**a. Yohan tak begitu memperdulikan gadis di belakangnya itu. Dia sibuk menatap Redo yang mengusap puncak kepala Auryn. Kedua tangan Yohan lalu terkepal erat. Dia yang sering mengusap pundak kepala Auryn, bukan Redo. Yohan tak terima saja kebiasaannya itu dilakukan oleh cowok lain. “Emang dari dulu lo nggak ngerasa mereka nyembunyiin sesuatu?” tanya Yunda mengompori. Yunda maju selangkah dan menatap Yohan dari samping. Menatap rahang cowk itu yang mengeras dengan kulit yang memerah. Yunda lalu mengulas senyum senang. “Kalau gue jadi lo sih gue jelas curiga dari dulu.”  “Lo diem deh. Nggak usah ikut campur. Bisa aja mereka cuma sekedar jalan,” kata Yohan sambil menatap Yunda penuh peringatan. Di saat seperti inipun Yohan masih bisa membela Auryn. Cinta memang bikin buta. Yunda menarik pundak Yohan hingga cowok itu menoleh. “Gue kira lo bukan cowok sepolos itu.” “Apa maksud lo?” “Sekarang coba lo telepon Auryn. Dia jujur atau enggak ke lo. Kalau enggak, lo putusin sekarang juga.” Yohan terdiam. Dia tak ingin seperti itu. Masalahnya dengan Auryn harus diselesaikan baik-baik. Cukup semalam Yohan memancing-mancing Auryn  hingga tak sadar menyudutkan gadis itu. “Kenapa diem? Coba lo telepon. Mau sampai kapan lo ngeliat dia kayak gitu?” kata Yunda menyemangati. Dia menoleh ke Auryn dan Redo yang masih berdiri. Yunda melihat Redo yang menggenggam tangan Auryn. “Ditambah mereka gandengan tangan,” kata Yunda dengan senyum sinis. “Sialan!” Yohan memaki Redo yang terlalu agresif itu. Tangan Yohan merogoh lalu ponsel. Dia mencari kontak Auryn dan mencoba menghubungi. “Kita lihat dia jujur atau enggak,” ucap Yunda saat melihat Yohan menempelkan ponsel di telinga. Tatapan Yohan tak sedikitpun beranjak dari Auryn. Dia melihat pergerakan Auryn yang menunduk merogoh ponsel. Tapi cewek itu justru mengembalikan ponsel ke dalam tas. “Udeh deh, Han. Nunggu apa lagi? samperin mereka terus putusin Auryn,” Yunda mengompori. Dia ingin melihat Auryn dipermalukan. Hah! Itu akan membuat Yunda menang telat. “Lo jangan ikut campur!” Setelah mengucapkan itu Yohan kembali melanjutkan langkah. Dia merogoh ponsel dan memfoto Auryn yang bergandengan tangan dengan Redo. Tak mau kalah dari Yohan, Yunda juga mengabadikan momen itu. Tentu bukti itu bisa menjadi senjata ampuh untuk mengalahkan Auryn. Sejak saat MOS, Yunda sudah tahu Auryn. Yunda menilai Auryn terlalu sombong. Ditambah Auryn bisa menarik perhatian cowok-cowok dan kakak kelas. Saat itu Yunda masih bisa menahan, sampai akhirnya Yohan menyukai Auryn. Disitulah rasa tak suka Yunda terhadap Auryn semakin bertambah. Hingga Yunda terobsesi untuk mengalahkan Auryn. Dan merebut Yohan. Cowok sekelasnya yang dari awal sudah Yunda taksir. Yunda lalu menoleh ke cowok yang berjalan di sisihnya. Dia mengulas senyum, merasa jika sebenar lagi Yohan akan menjadi miliknya. Sedangkan Yohan terdiam dengan perasaan campur aduk. Sedih, sakit hati dan marah, kini menguasainya.   ***   Koridor sekolah tampak hening. Pintu-pintu ruang kelas masih tertutup rapat. Tanda pemilik kelas belum ada satupun yang datang. Lapangan basket yang biasanya dipenuhi siswa, kini tak lebih dari lahan tanpa penghuni. Saat UAS, jam masuk sekolah memang lebih siang dari sebelumnya. Cewek berkucir kuda lengkap dengan bando itu berjalan dengan cepat. Dia berjalan ke belakang sekolah untuk menemui cowok yang mengajaknya bertemu. Jika tidak karena terdesak Auryn tak akan mau datang ke sekolah pagi-pagi. Demi Tuhan dia belum sarapan. “Ada apa?” tanya Auryn sesampainya di halaman belakang. Yohan mengangkat wajah. Tak ada senyum senang saat melihat pacarnya berdiri. Rahang Yohan terlihat kaku. Matanya tajam menatap Auryn dari ujung rambut hingga ujung kaki. Merasa sedang diperhatikan Auryn sebal sendiri. Dia lalu duduk di samping Yohan. Menatap pacarnya pagi ini begitu aneh itu. “Ngapain sih, Han ngajak ketemuan pagi-pagi? Lo tahu kan hari ini UAS dan masuknya agak siang?” Mendengar omelan itu Yohan mengalihkan tatapannya. Dia mengambil ponsel di saku celana lalu menyodorkan ke Auryn. Cowok itu sama sekali tak ingin basa-basi. “Apa?” tanya Auryn tak mengerti. Auryn menerima uluran beda persegi panjang itu. Tanpa diminta dia menekan tombol power. Hingga melihat wallpaper ponsel Yohan. Mulut Auryn terbuka. Kaget melihat foto dirinya dan Redo sedang berpelukan di Ancol. “Han. Lo...” “Kenapa gue bisa tahu?” potong Yohan. Yohan berdiri lalu menunduk melihat ponselnya yang masih menyala itu. “Gue tahu kok kalian pernah pulang sekolah bareng. Gue juga tahu kemarin kalian ke Ancol. Gue bahkan tahu kalau lo selingkuh sama Redo.” Satu tangan Auryn terkepal. Benar dugaannya, kalau Sabtu kemarin Yohan sudah mencurigai. Auryn membuang napas panjang, menyiapkan mental untuk menghadapi masalah ini. Dia lalu berdiri menyerahkan ponsel ke pemiliknya.  “Lo nguntit gue?” “Bukan inti dari pembicaraan!!” Kedua tangan Yohan menyentuh pundak Auryn. Tangan besar cowok itu meremas bahu Auryn yang terasa kecil itu. “Apa pembelaan lo?” Auryn menarik napas panjang. Sebenarnya dia masih kaget dengan fakta ini. Namun, dia tak bisa menghindar, dia hanya bisa menghadapi. Raut Auryn berubah pias, sejujurnya dia takut dengan kemarahan Yohan. Tapi dia sama sekali tak ingin menunjukkan. “Dia yang minta jadi nomor dua.” “Terus lo iyain?” tebak Yohan tak percaya. Kedua tangan Auryn menarik tangan Yohan dari pundaknya. Auryn mengusap pundaknya yang mulai terasa sakit karena remasan itu. Setelah itu Auryn menggapai tangan Yohan, tapi segera ditepis oleh si empunya. “Jelasin, Ryn. Please, jangan nunjukin raut sedih lo.” Buru-buru Yohan mengalihkan pandangannya. Dia selalu tak bisa melihat raut sendu Auryn. Sekarang gadis itu sedang bersalah dan Yohan tak mau mengalah hanya karena Auryn menunjukkan raut sedih. “Gue cuma mau menghargai orang yang sayang sama gue,” jawab Auryn jujur. Dia mengigit ujung bibirnya. Lalu menongak takut-takut menatap Yohan. “Tapi nggak gitu caranya, Auryn!!” teriak Yohan frustasi. Menghargai orang yang sayang sama gue? Yohan tak habis pikir dengan alasan itu. Oke, dia sering diajarkan untuk menghargai dan menghormati orang yang peduli dan sayang kepadanya. Tapi menduakan dengan alasan itu jelas bukan sesuatu yang benar. “Gue tahu lo sebelumnya gampang jatuh cinta. Tapi nggak gini kan caranya, Ryn?” Yohan mengacak rambutnya. Dia masih tak habis pikir dengan alasan Auryn. Memang pacarnya itu cantik, tapi tak sampai harus berpacaran jika alasannya untuk menghargai rasa sayang orang lain. “Gue kecewa sama lo, Ryn,” ungkap Yohan. “Han, maaf.” Kedua tangan Auryn menarik tangan Yohan dan menggenggam tangan besar itu. Mata Auryn mulai berkaca-kaca. Ditambah rasa sesak yang mulai menghimpit d**a. “Gue rasa kalau lo nggak beneran sayang sama gue, Ryn.” “Enggak, Han!!” “Terus apa?” Auryn tersentak karena Yohan berbicara dengan nada tinggi. Gadis itu menunduk, menghapus air matanya di sudut mata lalu dia mendongak menatap Yohan. “Gue sayang sama lo. Beneran,” jelas Auryn. “Kalau lo sayang sama gue, lo bakal mikir dua kali buat nyakitin gue.” “Lo tahu kan gue nggak mau nyakitin siapapun.” “Tapi kenyataannya lo nyakitin gue, Ryn.” Napas Yohan memburu. Gadis itu bilang tak mau menyakiti siapapun. Yohan tersenyum sinis, dia menyimpulkan kalau Auryn juga memiliki perasaan lebih ke Redo. “Sekarang gue tanya, lo juga ada rasa kan ke Redo?” Tubuh Auryn menegang. Dia bingung perasaannya terhadap Redo. Selama ini Auryn merasa sangat kasihan dengan cowok itu. Redo terlihat memiliki masalah berat, dan Auryn kasihan dengan cowok itu. Yah meski kadang Redo membuat Auryn nyaman. Tapi Auryn masih ragu mengartikan itu cinta. “Diem gue artiin ya,” kata Yohan menyudutkan. “Enggak, Han!!” “Serius?” Awalnya Auryn mengangguk ragu. Tapi akhrinya dia mengangguk antusias. Dia lalu mengacak rambutnya, hingga ikat kudanya melenceng dari tatanan. Cewek itu bingung dengan perasaannya. “Gue bisa nyimpulin lo juga tertarik sama Redo. Meski lo sendiri nggak yakin sama perasaan lo,” kata Yohan. Yohan memejamkan mata sejenak. Enam bulan menjalin hubungan dengan Auryn rasanya sangat membahagiakan. Tapi dia sangat kecewa karena keputusan Auryn menerima  Redo, apapun alasannya. Oke, kalau Auryn peduli ke Redo, Yohan tak akan mempermasalahkan. Itu artinya dibalik sikap sok dan jutek Auryn gadis itu masih memiliki kepedulian. Tapi kalau sampai menjadikan pacar, Yohan merasa itu sangat keterlaluan. “Han. Maafin gue,” mohon Auryn. Kepala Yohan bergerak ke kiri dan ke kanan. Dia bukan tipe cowok yang mudah memaafkan seseorang. Apalagi kepada orang yang telah menghianatinya. Cowok itu balik badan lantas berkata. “Kita putus.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN