“Terus gue gimana ngerjainnya!!!” geram Auryn.
Virgo melepas cekalan Auryn lalu cowok itu duduk di bangku depan perpustakaan.
“Sini!”
Perintah itu membuat Auryn balik badan. Dia berjalan mendekat lalu melepas tas punggungnya.
“Bantuin gue ya,” pintanya.
“Cepetan!”
Senyum Auryn mengembang. Dia mengeluarkan buku Biologi lalu menyerahkan kertas soal ke Virgo.
“Mana yang belum?” tanya Virgo sambil menatap soal esay itu.
“Yang gue lingkari.”
Auryn sudah siap dengan bulpoinnya. Mulai mencatat saat Virgo memberikan jawaban. Untungnya gadis itu bisa menulis dengan cepat. Jadi jika keadaan mepet seperti ini setidaknya kemampuan itu bisa diandalkan.
Tet!!
Lima belas menit kemudian bel sekolah berbunyi. Auryn kian panik, sedangkan Virgo tampak biasa saja.
“Go! Udah masuk, Go!” kata Auryn sambil menggerakkan kedua kakinya gelisah.
“Udah cepet tulis!”
Meski gelisah, Auryn tetap memaksakan diri menulis. Yah, bisa dibilang tulisnya jadi tak beraturan karena dikejar deadline.
“Nih!”
Virgo menyerahkan kertas soal itu ke Auryn. Cowok itu lalu berdiri dan berjalan menuju kelas. Dia tak ingin masuk kelas terlambat dan membuatnya dimarahi bu Armin. Apalagi kesalahan ini karena Auryn.
“Virgo tunggu!!”
Auryn memasukkan buku-bukunya dengan terburu-buru. Dia lalu berlari mengejar Virgo dan menggandeng lengan cowok itu.
“Makasih ya,” ucapnya lalu tersenyum lebar.
Arah pandang Virgo tertuju ke tangan Auryn yang melingkar. Cowok dengan rambut disisir ke belakang itu melirik Auryn, lalu melirik tangan yang melingkar di lengannya.
Seketika Auryn sadar dengan tindakannya. Dia menjauhkan tangannya dari Virgo lalu tersenyum canggung.
“Hehe. Sekali lagi makasih ya.”
“Hmm.”
Virgo hanya menggumam. Dia lalu melanjutkan langkah menuju kelas. Di belakangnya Auryn mengekor. Auryn tak menyangka Virgo mau juga membantunya. Ah bahkan cowok itu yang menjawab beberapa soal yang belum selesai.
Senyum Auryn mengembang. Dia tak tahu apa jadinya kalau cowok itu tak menolong. Mungkin dia akan dimarahi bu Armin, parahnya lagi dia tak mendapatkan nilai.
“Go. Makasih ya,” kata Auryn sebelum masuk kelas.
Virgo menoleh, tersenyum singkat ke Auryn lalu berjalan menuju mejanya. Senyum singkat itu terlihat jelas di mata Auryn. Gadis yang hari ini tak memakai bando itu senyum-senyum sendiri.
Virgo ganteng amat sih.
***
Di kelas IPA tiga, pelajaran berlangsung efektif. Hampir seluruh siswa mendengarkan guru di depan kelas yang menjelaskan materi. Namun satu di antara siswa itu hanya terbengong. Yohan ingat dengan kejadian semalam.
Tak mungkin Auryn jalan dengan Redo, padahal dua orang itu sebelumnya tak saling kenal. Yohan juga tak tahu kapan orang itu kenalan sampai bisa akrab. Seingatnya dia tak pernah mengenalkan Redo dan Auryn. Oke, dua orang itu sama-sama terkenal. Setidaknya hanya cukup tahu saja, bukan saling mengenal.
“Ada masalah?”
Bisikan itu membuat Yohan menoleh. Dia menggeleng ke Uca lalu mencoba fokus mendengarkan materi.
“Soal basket?” tanya Uca lagi.
Yohan menggeleng pelan. Dia bergeser mendekat lalu berbisik, “Soal Auryn.”
Uca mengernyit sejenak. Tak biasanya Yohan memikirkan Auryn sampai segitunya. Uca bisa melihat rasa sayang Yohan ke Auryn. Tapi Yohan selalu bisa mengatur waktu. Kapan konsen ke pelajaran dan kapan harus memikirkan Auryn.
“Ada masalah?” bisik Uca.
“Ada yang ganjel hati gue.”
Jawaban itu membuat Uca ingat dengan perkataan Redo. Pacar gue! Uca ingin memberi tahu masalah itu ke Yohan. Tapi Uca belum punya bukti. Dia tak mau dituduh macam-macam karena berbicara tanpa bukti.
“Coba lo omongin baik-baik ke Auryn. Gue harap masalah kalian cepet selesai,” bisik Uca.
Yohan mengangguk singkat. Dia berharap rasa yang mengganjal itu segera hilang. Dia tak ingin berburuk sangka, tapi bisikan hatinya sama sekali tak bisa disangkal.
“Sekian untuk pelajaran hari ini. Selamat siang.”
Bu Guru berberawakan gemuk itu meninggalkan kelas. Membuat suasana kelas yang sebelumnya kondusif seketika langsung ramai. Yohan sendiri langsung berdiri dan berjalan keluar kelas. Dia ingin membasuh wajahnya dengan air dingin. Agar pikirannya sedikit tenang dan pikiran negatifnya hilang.
Sampai di luar kelas, Yohan melihat kelas Auryn tampak ramai. Beberapa siswa berada di luar dengan buku di tangan. Mungkin observasi, pikir Yohan.
Cowok itu melanjutkan langkah menuju toilet di paling ujung. Saat melewati jalan ke arah tangga dia melihat Auryn. Gadis itu tampak bercanda ke seorang cowok yang sedang mencatat. Bukan Redo, tapi entah siapa Yohan tak tahu.
Kenapa gue sekarang jadi cemburuan sih, Ryn? batin Yohan. Dia lalu melanjutkan langkah. Dia tahu risiko memacari gadis secantik Auryn. Tapi dia sebelumnya tak pernah takut kehilangan sampai rasanya seperti ini.
***
“Auryn!!”
Panggilan dan tarikan itu Auryn dapat ketika dia baru keluar kelas. Auryn menoleh dan menemukan Redo berdiri di depannya. Cowok itu menarik tangan Auryn dan menggenggamnya. Sontak Auryn menjauhkan tangan Redo dari tangannya. Tak ingin ditatap aneh oleh teman-teman mereka.
“Lepas! Banyak anak-anak,” desis Auryn.
Redo menoleh ke kanan dan ke kiri. Dia melihat banyak pasang mata yang menatapnya curiga. Redo sebenarnya tak peduli dengan tatapan itu, tapi dia menghargai Auryn. Ah lagi-lagi Redo mengalah dan memikirkan perasaan Auryn. Sejak berpacaran dengan Auryn, Redo rasanya saling mengalah. Hal yang jarang dia lakukan. Dia anak tunggal, semua kebutuhannya tercapai. Dan dia tak pernah mengalah.
“Mau apa lo?” tanya Auryn waspada. Berkali-kali dia melirik ke arah kelas IPA tiga, takut Yohan atau Yunda yang mengintip hingga dia akhirnya ketahuan.
Melihat Auryn yang terus menatap ke kelas Yohan, Redo seketika paham. Gadis di depannya lagi-lagi memikirkan perasaan Yohan. Redo membuang napas pelan.
“Gue tunggu di tempat biasa. Gue pengen ngomong,” setelah mengucapkan itu dia berjalan menuju ke belakang sekolah.
Auryn masih diam di posisi. Dia melihat Redo yang berjalan dengan bahu tegak. Auryn menghela napas pelan. Menurutnya Redo selalu mencari mati. Menghampiri di saat bel baru saja berbunyi, itu sama saja cari mati. Apa tidak bisa cowok itu menunggu suasana sekolah sepi dulu.
Tak ingin ketahuan, Auryn memilih berdiam dulu. Membiarkan teman lainnya pulang dulu dan suasana sekolah cukup aman. Dia kembali ke meja paling depan, lalu bermain ponsel di sana.
Tak lama dia menoleh ke bangku sebelah kirinya, Virgo sudah keluar. Auryn lalu terkekeh geli. Ingat saat tadi pagi mengerjakan tugas dengan Virgo.
“Andai tuh cowok lebih ceria dikit. Gue yakin pasti dia banyak yang naksir,” gumam Auryn.
Dia bertopang dagu, memikirkan jika Virgo menjadi incaran cewek-cewek. Tak seperti sekarang ini, Virgo jarang diincar. Jelas, karena Virgo selalu menampilkan wajah sangar. Seolah-olah siap memakan siapa saja yang mendekat. Ditambah cowok itu irit ngomong.
Drt!!
Ponsel di genggaman Auryn begetar, membuat pikirannya tentang Virgo teralihkan. Auryn duduk tegak sambil membuka chat yang masuk.
Redo: lo di mana?
Seketika Auryn berdiri. Pacar keduanya ini sama sekali tak sabaran. Tanpa membalas pesan itu Auryn keluar kelas menuju belakang sekolah.
Saat melewati lapangan basket, Auryn berpapasan dengan Yohan. Gadis itu menghentikan langkah, lalu tersenyum ke pacarnya itu.
“Nggak pulang, Ryn?”