“Ketahuan siapa, Ryn?”
Pertanyaan itu membuat Auryn dan Redo menoleh ke sumber suara. Mereka melihat cowok berkaos putih menatap penuh selidik. Napas Auryn seketika tercekat.
Di hadapan mereka, berdiri Yohan dengan tatapan menyelidik. Cowok itu baru saja membeli sepatu untuk tanding basket nanti. Tapi saat melewati sebuah restoran dia melihat pacarnya itu sedang duduk bersama Redo.
“Yohan. Kok lo di sini?”
Seketika Auryn langsung berdiri. Dia menatap Yohan takut-takut. Cewek itu tak mau rahasianya terbongkar, apalagi dihari jadinya yang keenam bulan ini.
Sedangkan Yohan terus menatap Auryn, memperhatikan gadis yang mulai gelisah itu. Rasa curiga mulai menggerogoti Yohan. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan Auryn. Cewek itu jarang terlihat gelisah seperti sekarang ini.
“Ck! Ngasih surprise Yohan jadi gagal.”
Kalimat itu membuat Yohan dan Auryn menoleh. Redo masih di posisinya dengan senyum miring.
“Auryn minta tolong gue, buat ngasih hadiah ke lo,” jelas Redo. “Eh ternyata lo malah dateng.”
Diam-diam Auryn menghela napas panjang. Dia sudah ketakutan sendiri kalau Redo akan menjelaskan apa yang telah terjadi. Mengingat cowok itu selalu menantang dan berharap satu-satunya.
Sedangkan Redo merasa muak dengan kebohongan ini. Dia ingin bilang kalau dia pacar Auryn. PACAR AURYN! Bahkan Redo ingin meneriakkan kalimat itu di depan Yohan. Namun Redo tak ingin Auryn sedih. Apalagi di hari bahagia gadis itu.
“Oh, jadi lo mau ngasih kado gue?” tanya Yohan sambil menatap pacarnya.
Auryn langsung manggut-manggut. Dia lalu tersenyum kecut. “Tapi gagal,” jawabnya lalu tersenyum garing.
“Kalian kurang cerdik emang,” jawab Yohan lalu memilih duduk di samping Auryn.
Ya, kurang cerdik ngumpetin rahasia ini dari lo, batin Redo. Dia melipat kedua tangan di depan d**a lalu mengalihkan tatapannya. Kenapa dia selalu gagal setiap akan mengajak Auryn jalan? Seperti Redo tak diberi kesempatan untuk bahagia.
“Duduk dong. Kenapa masih berdiri.”
Tangan Yohan terulur, menarik tangan Auryn hingga gadis itu duduk. Auryn tersenyum kecut, melihat dua pacarnya duduk satu meja dengannya. Sungguh ini momen yang tak bisa ditebak. Rasanya Auryn ingin bumi menelannya saat ini juga.
“Kalian udah pesen? Gue traktir deh,” kata Yohan. “Yah sebagai perayaan aniv gue sama Auryn.”
“Belum. Ya udah pesenin gue terserah,” Redo menjawab.
Sialan! Redo harusnya menghilang dari tempat ini. Dia muak dihadapkan dengan hubungan Auryn dan Yohan plus hari jadi mereka.
“Lo mau pesan apa, Ryn?” tanya Yohan ke Redo.
Auryn membuka buku menu dan melihat nama yang tertera. Tapi fokusnya tak di sana. Dia curi-curi pandang ke arah Redo. Di mana pacar keduanya itu tampak menahan amarah.
“Gue pesen Khao Phad aja deh,” ucap Yohan ke pelayan yang sudah berdiri di sampingnya.
“Samain,” Redo berkata ogah-ogahan.
“Mango sticky rice.”
Pelayan dengan beragam merah itu mencatat pesanan mereka. Lalu pergi menuju pantry. Sedangkan di meja persegi itu, tiga remaja itu saling berdiam diri. Keheningan yang menyiksa mereka.
“Kalian udah lama di sini?” tanya Yohan memecah keheningan.
Redo mengangkat wajahnya sekilas lalu sibuk dengan ponselnya. Dia lebih memilih bermain PUBG daripada berbincang dengan dua orang di depannya.
“Enggak kok,” akhirnya Auryn yang menjawab.
Gadis dengan sweater abu-abu kombinasi warna biru ungu, kuning dan putih itu lalu menunduk. Dia memilih menatap buku menu dan membaca menu makanan Thailand itu.
Kediaman Redo dan Auryn membuat Yohan curiga. Sesuatu mengganjal di benak tim basket itu. Dia merasa canggung, hal yang sebelumnya tak pernah dia rasakan ke Auryn.
Apa bener mereka nyari kado buat gue? pikirnya.
“Gue balik dulu!”
Pesanan mereka belum datang, tapi Redo memutuskan untuk pulang. Menyiksa diri kalau dia terus duduk di depan Auryn dan Yohan. Redo mengambil sekantong baju yang baru saja dia beli, lalu menyerahkan ke Auryn.
“Belanjaan lo buat Yohan,” ucap Redo setelah itu berlalu dari restoran.
Auryn ingin mengejar cowok itu. Ingin meminta maaf dan terima kasih karena Redo telah menolongnya. Kalau tidak, mungkin sejak tadi Auryn dan Yohan akan bertengkar. Tapi yang dilakukan Auryn justru duduk. Dia merasakan tatapan tajam dari sampingnya.
“Kenapa? Ada barang lo yang dibawa Redo?” selidik Yohan.
Yohan melihat bagaimana Auryn ingin mengejar Redo dan terlihat ingin menjelaskan sesuatu. Entahlah Yohan malam ini banyak berburuk sangka.
“Enggak kok. Cuma pengen ngomong makasih aja,” Auryn memberikan alasan.
Cewek itu memutar tubuh dan mengusap pipi Yohan sekilas. Auryn lalu menatap ke depan dengan pandangan menerawang.
GUE MIMPI APA SEMALEM SAMPAI NGALAMIN KAYAK GINI! jerit hatinya.
“Kalau ngucapin bisa lewat chat kan?” balas Yohan.
Tak lama pesanan mereka datang. Dua orang itu makan dengan keheningan. Sangat kontras dengan kejadian tadi pagi di mana mereka sangat bahagia merayakan hari jadian mereka.
***
“VIRGO GAWAT!!”
Teriakan kencang itu membuat siswa IPA dua yang sudah di kelas menoleh ke sumber suara. Gadis dengan rambut dicepol berlari masuk lalu duduk di bangku paling depan. Napas gadis itu terengah, karena aksi lari-larian dari gerbang depan sampai ke lantai tiga.
“PR gue belum kelar!!” kata Auryn sambil menggoyangan lengan Virgo.
Alis Virgo sontak terangkat. Dia heran kenapa tugas Auryn belum selesai. Padahal kemarin dia sudah mengajari Auryn. Bahkan gadis itu hampir menyelesaikan tugas itu.
“Nggak lo kerjain?” tanya Virgo datar.
Auryn menutup wajahnya lalu menelungkupkan wajahnya di atas meja. Ini semua karena kejadian kemarin. Kepergok jalan bersama Redo hingga cowok itu marah. Belum lagi Yohan yang mulai curiga. Membuat Auryn mencari pengalihan ke pacar pertamanya itu.
“Gue kemarin sibuk, Go,” jawab Auryn sambil mengangkat wajah.
“Pacaran?”
Satu tangan Auryn mengusap belakang telinganya. Kalau dia alasan pacaran jelas Virgo tak akan mau menolong. Auryn lalu mencari alasan lain.
“Kemarin di rumah gue tuh ada acara.”
“Oh.”
“Kok cuma oh sih?” tanya Auryn tak sabaran. Dia gelisah karena tugasnya belum selesai tapi cowok itu sama sekali tak berempati.
“Terus?” tanya Virgo tanpa menatap lawan bicaranya. Justru dia mulai membuka buku dan mulai memasang earphone.
“Ya terus lo bantuin gue! yuk!” Auryn langsung menarik tangan Virgo, hingga cowok itu mau tak mau berdiri.
“Kita ke perpus, lo bantuin gue!”
Virgo geleng-geleng. Ini sebenarnya tugas siapa sih? tugas individu atau tugas kelompok? Kenapa juga Virgo harus ikutan ribet.
“Lo kok maksa sih,” kata Virgo setelah menuruni tangga.
Auryn melirik sekilas lalu menyeret temannya itu menuju perpustakaan. Dia tak tahu jam berapa perpustakaan buka, tapi dia berharap ruangan penuh buku itu sudah buka. Hingga dia bisa mengerjakan di sana.
“Bantuin temen nggak ada salahnya kan, Do?”
Keduanya lalu sampai di perpustakaan, dan pintu besar ruangan itu masih tertutup rapat. Dia menahan senyumannya, jelas perpustakaan masih tutup. Sedangkan Auryn mulai emosi sendiri.
“Terus gue gimana ngerjainnya!!!” geram Auryn.