15-Cari Virgo

1220 Kata
“Permisi, Kak.” Auryn menoleh. Dia belakangnya, tepat di depan pintu seorang gadis berdiri. Gadis berambut panjang dengan poni yang pernah menemui Virgo. “Nyari Virgo?” tebak Auryn. Seika mengangguk. Dia mengedarkan pandangannya, tapi tak menemukan kehadiran Virgo. “Kak Virgo mana ya, Kak?” tanya Seika ke Auryn. “Ya mana gue tahu. Lo kira gue mamanya,” balas Auryn ketus. Wiska geleng-geleng. Padahal tak salah adik tingkat itu bertanya. Auryn saja yang selalu ketus. “Virgo nggak ada. Lo cari sendiri deh. Atau bekalnya mau dititipin ke gue?” tanya Wiska. Perkataan Wiska membuat Auryn melotot. “Lo ngapain sih nawarin gitu?” “Kasihan cewek cantik,” bisik Wiska lalu tersenyum lebar. Melihat kakak kelasnya yang bisik-bisik, Seika jadi curiga. “Nggak usah, Kak. Makasih ya,” ucapnya lalu buru-buru menjauh. Lebih baik Seika mencari keberadaan Virgo daripada berurusan dengan Auryn. Lihat saja kakak kelas itu tadi nyolotnya minta ampun. “Lo naksir dia?” tebak Auryn setelah kepergian Seika. Wiska menggeleng. Dia lalu mengeluarkan ponsel, membuka kamera depan dan kembali menatap poninya. “Cantik doang, bukan berarti gue naksir,” jawabnya kemudian. “Kalau lo naksir juga nggak apa-apa. Tapi lo harus saingan sama Virgo. Hahaha.” “Jelas menangan guelah. Virgo kan puasa ngomong.” “Haha. Bener dia itu kayak patung. Kalau lo kan manusia.” Auryn terbahak karena menyamakan Virgo dengan patung. Gadis itu lalu menoleh ke belakang, bertepatan dengan itu Virgo masuk kelas dengan buku di tangan. “Eh lo tadi dicari fans lo,” ucap Auryn. Virgo melirik sekilas lalu melanjutkan langkah menuju tempat duduknya. Pasti Seika, batin cowok itu. “Dikasih tahu malah nggak bilang makasih!” Kembali, Auryn dibuat kesal oleh Virgo. Cewek itu lalu menoleh ke Wiska. “Tuh cowok beneran puasa ngomong ya.” Wiska mengangkat bahu pelan. Dia tak begitu mengenal Virgo. Kepribadian keduanya sangat berbeda. Wiska doyan omong dan Virgo puasa ngomong. “Kapan-kapan kita harus ngerjain dia. Biar mau ngomong panjang,” kata Auryn. “Boleh. Kalau poni gue udah panjang.” “Poni mulu yang lo urus.” Arah pandang Auryn lalu tertuju ke Virgo. Seperti biasa cowok itu sibuk membaca buku. Apa cowok itu nggak capek baca buku terus? Auryn yang melihat saja capek. “Lo nggak duduk di sebelah dia lagi?” tanya Wiska tiba-tiba. Auryn menoleh lalu tersenyum miring. “Iya ya kenapa gue duduk di belakang lagi,” ungkapnya. “Ah tapi kalau duduk depan gue ngantuk. Mending gue di sini.” “Gue kira lo bakal duduk depan ngecengin Virgo.” “ENAK AJA LO!!” Teriakan kencang itu membuat Virgo menoleh. Konsentrasinya kembali terganggu karena teriakan Auryn. Namun setidaknya Virgo bersyukur karena cewek itu tak lagi duduk di sampingnya. “Lo tadi dilirik sama Virgo,” kata Wiska setelah melihat Virgo melirik Auryn. Sontak Auryn menoleh, tapi cowok itu kembali menghadap depan. Bibir Auryn terbuka ingin meneriaki Virgo, tapi getar ponsel di sakunya mengurungkan niatnya. Drtt!! Buru-buru Auryn mengambil benda itu dan melihat pesan masuk. Dia berharap itu pesan dari Yohan. Redo: Pagi, Ryn. Sorry telat gue baru bangun. “Baru bangun?” gumam Auryn tanpa sadar. Beruntungnya gumaman itu tak didengar oleh Wiska. Cowok itu sibuk dengan poninya yang tak rata. Auryn: lo nggak sekolah? Redo: diskors tiga hari. Redo: jangan kangen ya nggak ketemu gue di sekolah. Auryn: beneran diskors? Yohan juga? Redo: Yohan lagi -_- Redo: hmmm. Sekarang barulah Auryn tahu, mengapa pacarnya itu tak masuk. Yohan bukan sakit, tapi diskors. Namun ada yang mengganggu Auryn. Mengapa Yohan tak kunjung memberikan pesan?     ***   Mungkin sekarang hujan sedang merindukan bumi. Sejak semalam hingga sore ini, hujan terus datang, tak mau pergi. Membuat beberapa siswa memilih untuk bolos daripada menerobos hujan untuk pergi ke sekolah. Sebenarnya Auryn tadi pagi juga seperti itu. Dia malas berangkat, tapi mamanya memerintah agar tetap ke sekolah. Daripada Auryn kena omel, dengan berat hati dia berangkat sekolah. Dia tak mau aksi bolosnya membuat mamanya menyita barang-barangnya lagi. Cukup dengan kamera yang sampai sekarang belum dikembalikan. Di sekolah, Auryn tak begitu semangat. Dua pacarnya sedang masa skorsing ditambah Wiska ikut membolos. Membuat Auryn mati bosan di sekolah. Sepanjang mata pelajaran, Auryn terus mendengarkan. Tapi ya gitu masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Sekarang, setidaknya kebosanan itu mulai menghilang karena jam sekolah akhirnya berakhir juga. Auryn berjalan seorang diri di koridor kelas sepuluh. Dia melihat adik kelasnya yang mengulas senyum, tapi Auryn tak mau repot-repot menarik ujung bibirnya. Dia tetap berjalan cuek seolah tak ada orang lain yang dia lewati. Sesampainya di gerbang sekolah, gadis itu menghentikan langkah. Dia mengedarkan pandangannya mencari mobil mamanya. Tapi sejauh mata memandang dia tak melihat mobil bercat soft pink. Terpaksa gadis itu berdiri berjajar dengan siswa yang juga menunggu jemputan atau menunggu hujan sedikit reda. Arah pandangnya tertuju ke bundaran air mancur yang terus mengeluarkan air itu. Dia sedikit melamun. “Kak Auryn.” Panggilan itu membuat Auryn tersentak lalu menoleh. Dia melihat adik tingkatnya yang tebar pesona itu. Auryn lalu mengalihkan tatapan ke arah lain. Saat menoleh ke kiri dia melihat cowok jangkung berdiri dengan earphone menyumpal di telinga. Auryn memiringkan kepalanya, memperhatikan dengan saksama jika cowok di sampingnya adalah teman sekelasnya yang sombong itu. “Woy!” panggil Auryn sambil menepuk lengan cowok yang dia yakini Virgo. Tepukan itu membuat Virgo menoleh. Dia melihat gadis yang akhir-akhir ini mengganggunya itu. Virgo buru-buru mengalihkan tatapannya, lebih memilih menatap hujan daripada makhluk cantik di sampingnya itu. “Songong banget sih lo!” maki Auryn. Gadis itu bergeser hingga lengannya bersentuhan dengan tangan Virgo. “Nunggu hujan?” “Salju.” Jawaban singkat dan terlalu padat itu mengusik telinga Auryn. Dia menoleh dan mendongak menatap Virgo. “Lo manusia, patung atau robot sih?” “Menurut lo?” tanya Virgo dengan satu alis tebalnya menukik ke atas. Mata bundar Auryn mengamati wajah Virgo. Di matanya, Virgo termasuk cowok dengan wajah putih, bersih dan tentu saja tampan. Apalagi alis tebal, hidung mancung dan dagu lancip milik Virgo. Membuat para siswi dengan gampang mengagumi. Tapi sayang, Virgo terlalu kaku bak robot. “Menurut gue lo itu robot. Robot aja sekarang ada yang ramah. Gak kayak lo,” balas Auryn. “Ah lo juga mirip patung. Patung ber-earphone,” lanjutnya sambil melirik earphone putih yang menyumpal telinga Virgo. Tak ada tanggapan apapun dari Virgo. Cowok itu melihat hujan yang perlahan menurunkan intesitasnya. Jika agak reda, Virgo nekat menerobos daripada menunggu dengan gadis banyak omong di sampingnya itu. “Oh ya fans lo mana?” tanya Auryn. “Emm atau dia pacar lo?” “Hai, Ryn.” Sapaan itu membuat Auryn menoleh sekilas. Dia melihat beberapa cowok dari kelas IPS mulai tebar pesona. Auryn memilih tak mengacuhkan dan kembali menghadap Virgo. “Lo jangan cuek-cuek dong ke pacar lo,” kata Auryn. “Apa pacar lo nggak bosen ya pacaran sama patung?” Tak ada tanggapan sama sekali. Auryn meninju lengan Virgo dan cowok itu menoleh. Auryn kira cowok itu tak akan mersepons. Ternyata dugaannya salah, berarti Virgo tak sepenuhnya robot atau patung. “Ngomong kali! Atau lo beneran ikut lomba puasa ngomong?” Virgo mengangkat bahu pelan. “Bacot!” katanya lalu melangkah menerobos gerimis. Perkataan Virgo membuat Auryn mengepalkan tangan. Dia tak terima dikatai “bacot” oleh Virgo. Tanpa pikir panjang, Auryn ikut menerobos germis dan mengajar Virgo ke arah parkiran motor. “Heh, Virgo!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN