Seperti dugaan Kafka, Yana pikir pria itu akan memukulnya, tetapi ternyata dia hanya mengacak-acak puncak rambutnya sambil berkata dengan suara yang lembut dan sedikit main-main.
"Mereka melalaikan tugas dan tanggung jawabnya untuk menjagamu. Maka dari itu, sudah sepantasnya aku memberi mereka hukuman. Kalau semalam bukan aku yang mendatangi ruangan VIP itu, menurutmu apakah kamu bisa lepas dari kejahilan orang-orang kaya yang datang bersenang-senang di sana?"
Yana termenung mendengar ucapannya, masih bingung. Jadi, kedua pengawal itu dihukum karena dirinya? Karena kecerobohan dan sikapnya yang sembrono?
Seolah bisa membaca pikiran Yana sekali lagi, Kafka tersenyum arogan. Sikapnya sangat tenang dan dingin. "Sekarang, kamu paham kesalahan mereka berdua, bukan?"
Yana merasakan hatinya mengetat, kedua tangannya mengepal erat mencengkeram dasi hitam di tangannya.
"Tapi, kenapa?" tanyanya, tidak mengerti.
Kafka membungkuk lebih dalam kali ini dengan kedua tangan bertumpu di kedua pahanya. "Kamu tanya kenapa? Tentu saja karena mereka hampir membahayakan hewan peliharaanku. Paham?"
Yana merasa tubuhnya seketika menjadi kaku kaku. Wajahnya berubah suram. "Hewan peliharaan?"
Apakah yang dimaksud olehnya adalah dirinya?
Mulut Kafka sekarang benar-benar sangat busuk dan jahat!
Dia benar-benar tidak bisa dipercaya! Apalagi mengingat bahwa dulu dia adalah pria yang selalu berkata lembut dan membujuknya dengan manis!
Ada apa, sih, dengan otaknya sampai dia berubah tidak karuan?
Kafka tertawa kecil dengan mata dingin yang mengejek. "Kenapa menatapku seperti itu? Marah? Bukankah benar kamu adalah hewan peliharaanku? Hewan peliharaan yang senilai 100 miliar rupiah?"
Kafka kembali menepuk-nepuk puncak kepala Yana dengan sikap meremehkan.
Amarah dan penghinaan bercampur di dalam hati Yana, tetapi dia menahan diri. Tidak ada gunanya melawan Kafka dalam kondisi yang tidak memiliki apapun.
Hatinya menjerit, tapi dia bertekad untuk tidak memberikan kepuasan pada Kafka dengan menunjukkan kelemahannya. Yana mengeraskan hatinya, berjanji dalam hati bahwa suatu hari, dia pasti akan membalas perlakuannya jika punya kesempatan!
Selama beberapa menit berikutnya, Yana mendapat hukuman dengan terus berlutut di lantai, sementara pria di sofa sedang asyik menonton dengan malas.
Tidak berapa lama kemudian, Bibi jelita akhirnya datang untuk memberitahu bahwa makanan sudah siap. Kafka berdiri dari duduknya, mengedik dengan santai dan arogan kepada Yana.
"Ayo, berdiri! Kita makan."
Yana mendongak dengan tatapan penuh kemarahan.
Dia ingin memaki dan mengumpatnya. Tetapi, karena pria itu hanya menilainya sebagai hewan peliharaan, maka bukan tidak mungkin kalau hukuman berat juga akan menimpanya jika dia membuat masalah lagi.
Perkataannya beberapa jam lalu sungguh sombong. Dia benar-benar menyesal sekarang. Sebenarnya, seberapa kejam pria di depannya ini?
“Masih tidak mau berdiri?" tanya Kafka dingin.
Yana menelan ludah gugup, sedikit malu-malu, "Ka-kakiku kesemutan. Aku butuh beberapa waktu agar bisa kembali berdiri."
Pria itu mengerutkan kening, menatapnya dengan tatapan misterius.
Tidak nyaman melihat tatapannya, Yana berkata lagi, "Tolong, Tuan Bimantara, silakan pergi ke ruang makan terlebih dahulu. Saya akan segera datang menyusul setelah kedua kaki saya bisa digerakkan dengan normal kembali."
Di dalam hatinya, Yana mulai memainkan skenario yang aneh-aneh.
Salah satunya adalah Kafka akan menyuruhnya makan di lantai, persis seperti hewan peliharaan pada umumnya.
Kekejaman Kafka yang datang di matanya tanpa henti, akhirnya membuat penilaian Yana terhadap pria itu yang dulunya sangat baik dan murni, kini berganti seperti iblis penjaga di neraka yang penuh badai dan siksaan.
Yana berpikir kalau Kafka akan berjalan melewatinya. Tanpa peringatan, tiba-tiba pria itu malah menarik kedua tangannya dan mengangkatnya seperti karung beras!
Yana menjerit kesakitan!
Kedua kakinya benar-benar kesemutan luar biasa hingga membuat wajahnya meringis jelek, memucat luar biasa.
Rasanya dia mau mati karena sensasi di kedua kakinya!
Kafka sungguh berengsek!
"Apa yang kamu lakukan? Cepat turunkan aku!”
“Berisik! Suruh makan saja, begitu merepotkan!" umpat Kafka kesal.
Pria tampan berkemeja hitam terlihat anggun dan menawan ketika menggendong Yana seperti karung beras. Dia lebih memesona dibandingkan seorang supermodel yang berjalan di atas catwalk.
Yana hanya bisa terus meringis penuh keluhan sepanjang jalan. Sudut-sudut matanya sudah menampilkan air mata kesakitan. Sayangnya, dia tidak bisa menghentikan sikap semena-mena mantan suaminya.
Dari jauh, Bibi Jelita tersenyulm diam-diam melihat interaksi keduanya.
“Ternyata, walaupun sudah bercerai, mereka memiliki hubungan yang tidak biasa. Aku harap mereka berdua bisa kembali rujuk dan menjadi pasangan yang romantis,” gumam Bibi Jelita di dalam hati dengan harapan kecil yang tulus.
Yana Jazada terbengong melihat makanan yang berlimpah di atas meja. Dia pikir kalau Kafka akan menyuruhnya makan di lantai, layaknya seekor hewan yang menyedihkan, tetapi dia malah mempersilakannya makan dengan sangat bermartabat. Peralatan makan yang ada di atas meja bahkan sangat mewah dan mengkilap. Ini lebih mirip makan bersama tamu penting dibandingkan makan bersama pembantu atau hewan peliharaan.
"Kenapa hanya menatapnya saja? Cepat makan. Apa kamu ingin masuk rumah sakit lagi?" tegur Kafka dingin.
Sikapnya yang seperti air di pegunungan membuat Yana merasa gelisah. Sewaktu mereka menikah, Kafka adalah pria yang lemah lembut, penuh dengan senyum, dan merawatnya dengan sangat baik. Tidak peduli sekasar apapun perlakuannya.
Siapapun yang melihatnya sekarang dan membandingkannya dengan Kafka yang dulunya lemah dan baik hati seolah-olah melihat dua orang yang benar-benar berbeda.
Yana mengeraskan tatapannya, mulai waspada sambil bergumam dalam hati. "Sebenarnya, apa yang Kafka rencanakan?"
"Mengenai pekerjaan yang kamu inginkan, aku akan mencarikan pekerjaan yang lebih cocok untukmu."
Yana memotongnya cepat. "Tidak perlu. Kamu tidak perlu berbaik hati mencarikan pekerjaan setelah membuatku masuk daftar hitam semua perusahaan di Ibu kota. Apakah kamu pikir aku akan terharu jika kamu melakukannya?"
Kafka meletakkan peralatan makan di atas meja dengan bunyi sangat keras. Sepertinya, dia mulai marah. Raut wajah dinginnya berbahaya dan terlihat sangat serius.
"Lalu, kamu masih ingin bekerja di sana, melayani para pria tidak bermoral dan mempermalukan dirimu sendiri?"
Yana tertawa ironis. "Tuan Bimantara, jangan lupa. Yang membuatku seperti sekarang, bukankah karena dendam yang kamu miliki? Jika saja kamu tidak melakukannya, keluarga Jazada masih akan berjaya. Ayahku tidak akan kecanduan judi. Kedua saudaraku tidak akan mengalami kesulitan. Ibuku tidak akan menderita paranoid dan hampir menjadi gila. Sekarang, kamu menjadikanku sebagai hewan peliharaan dan pembantumu. Sampai kapan rasa dendammu bisa terpuaskan? Bisakah kamu memberitahuku agar aku bisa segera melunasi semua hutang-hutangku?"
Kafka menatapnya tanpa emosi, tapi sudut bibirnya berkedut kaku, lalu merapat erat seolah-olah sedang menahan sesuatu yang akan meledak di dalam dirinya.
"Makan," perintahnya dingin, setengah menggeram.
Menyadari sikapnya yang semakin menakutkan, Yana tidak sengaja melihat ke sudut ruangan. Bibit jelita menggelengkan kepala cepat, seolah-olah memberikan kode agar dia jangan membuat marah Kafka Bimantara.
Akal sehat Yana segera kembali setelah menghela napas berat. Dia berkata pelan, setengah memohon.
"Apakah kedua pengawal itu bisa mendapatkan perawatan terbaik setelah mendapat siksaan yang kejam?”