Bab 1 Bertemu Mantan Suami
“Bukankah kamu butuh uang? Habiskan satu botol ini dan aku akan memberimu cek senilai 1 milyar rupiah.”
Suara dingin yang acuh tak acuh dan merendahkan itu seperti jarum yang menusuk telinga Yana Jazada. Wajahnya seketika pucat dan keringat dinginnya sangat banyak.
Pria arogan yang sedang duduk di tengah sofa dalam keremangan ruangan VIP adalah mantan suaminya, Kafka Bimantara. Mata dinginnya seperti es tajam yang membuatmu membeku ketakutan dalam diam. Bahkan, aura pria kaya dan mulianya yang sangat kuat tidak mampu membuatmu menatapnya secara langsung. Seolah-olah, dia adalah kaisar yang bisa membunuhmu hanya dengan tatapan mata.
“Hei, Kafka! Tidakkah kamu sangat keterlaluan kepada mantan istrimu sendiri? Kasihanilah dia! Keluarganya sekarang juga sudah jatuh miskin! Aku dengar, mereka bahkan tidak bisa membeli sepotong roti!” kekeh seorang pria yang duduk di sudut ruangan.
Kafka mendengus geli, sangat dingin dan tenang. “Benarkah? Bukankah aku sangat murah hati? Dia sangat membutuhkan uang sampai harus merendahkan diri di klub malam. Aku hanya memberinya sedikit bantuan saja.”
Yana membatin dengan perasaan perih, menatapnya nanar. “Kafka, kamu benar-benar sudah sangat berubah! Kemana semua kelembutan dan kebaikanmu itu? Apakah semuanya hanyalah kepalsuan belaka? Tega sekali kamu menipuku!”
Dulu, Kafka adalah pria biasa yang sangat patuh dan lembut dalam pernikahan mereka berdua. Meski Yana dan keluarganya selalu bersikap jahat, baik secara verbal dan fisik, tapi Kafka tidak pernah membantah ataupun mengeluh. Dia sangat penurut seperti anak kucing menyedihkan. Sikapnya yang seperti itu malah membuat Yana semakin ingin menindasnya setiap saat.
Yana berasal dari keluarga kaya dan terpandang. Tapi, tidak dengan Kafka. Dia tidak memiliki apa-apa karena berasal dari panti asuhan. Hal yang menonjol darinya adalah wajahnya yang terbilang tampan dan otaknya yang lumayan. Tapi, Yana tidak peduli dan selalu menghinanya sepanjang waktu.
Dia menyimpan dendam dan kebencian luar biasa akibat kesalahan satu malam bersamanya. Itu sebabnya, dia tidak bisa menerimanya dengan mudah sebagai suaminya.
“Ingat! Kita hanya menikah kontrak! Selama aku bisa mendapatkan hak sebagai pewaris sah perusahaan, maka kamu boleh tetap menjadi suamiku! Tapi, aku tidak akan mengizinkanmu untuk menyentuhku sampai mati! Teruslah bermimpi!”
Kafka hanya diam saja saat Yana mengatakan itu di malam pernikahan mereka. Bahkan, dengan kejam, dia mengirim suaminya ke pesta teman prianya dan menjadikannya sebagai pelayan untuk dipermainkan. Menurutnya, itu sangat cocok untuknya dan sudah seharusnya begitu.
Ada yang bilang, kamu baru menghargai sesuatu atau seseorang ketika kamu telah kehilangannya.
Sekarang, itulah yang sedang Yana rasakan sekarang.
Pada tahun kedua pernikahannya, dia mulai menyukai Kafka. Tapi, sialnya, tanpa sengaja, dia mendengar kalau pria itu telah memiliki seseorang di hatinya sejak dulu. Tidak heran ketika mereka bercerai, Kafka dengan mudah menindasnya dan mengabaikannya.
Dia juga akhirnya paham kenapa selama menikah, Kafkah tidak pernah mencoba untuk melakukan hubungan suami istri meski mereka tidur di kamar yang sama. Padahal, tubuhnya tinggi dan sehat. Bisa dengan mudah menguasainya. Namun, ciuman saja tidak pernah. Rupanya, dia sedang mengamankan dirinya untuk seseorang.
Ada hati yang ingin dia jaga.
“Kenapa diam saja? Tidak mau uang?” sindir Kafka dingin dan sedikit serak, melempar setumpuk uang ke lantai, membuat semua orang tertawa terbahak-bahak.
Wanita berpakaian merah menggoda menelan ludah gugup. Dia mengerjapkan bulu matanya sedih, tidak berani lagi menatap Kafka dengan tatapan dingin yang penuh kebencian untuknya. Semakin ditatap, semakin dia merasa patah hati.
“Bukankah kamu tidak bisa lepas dari uang? Sekarang, aku akan memberimu dengan mudah. Angkat kepalamu!” lanjut Kafka marah dengan suara meraung seperti singa, membuat semua orang tiba-tiba terdiam karena kaget.
Yana masih menundukkan kepalanya, ragu-ragu menurutinya.
Setelah bercerai hampir setahun, Yana menyadari kalau dia ternyata sangat menyukainya. Sayang sekali, semuanya sudah terlambat.
Kafka yang telah sukses, kini dengan bebas bisa bersama cinta sejatinya, memamerkan betapa kayanya dia ke seluruh dunia. Sementara Yana? Dia jatuh miskin dan harus bekerja kasar untuk memberi makan keluarganya.
Seorang nona kaya yang arogan tiba-tiba menjadi pekerja kasar dan rendahan? Sungguh sebuah kejatuhan hebat!
Pernikahan mereka sejak awal adalah sebuah kesalahan. Seharusnya, Yana tidak menyetujuinya meski mendapat skandal memalukan dan harus kehilangan hak waris.
Sekitar 5 tahun lalu, kakek Yana, Erico Jazada mendapat serangan jantung. Dokter berkata mungkin umurnya sudah tidak akan lama lagi. Karena takut kekayaan keluarga mereka jatuh ke tangan sepupu Yana yang licik dan serakah, maka Erico menekan Yana untuk segera menikah dan memiliki anak.
Yana sebenarnya memiliki kekasih masa kecil, Lucas Bayanaka. Sayangnya, tepat di hari kakeknya memintanya menikah, dia malah mendapati berita pertunangan Lucas dengan wanita lain di luar negeri.
Disulut oleh berbagai macam gejolak emosi yang menghancurkan hatinya, Yana akhirnya mencari calon suami secara terbuka dengan identitas anonim.
Pada malam ketiga pencarian calon suami, Yana mendatangi sebuah klub malam elit di Ibu Kota, karena menurutnya di tempat semacam itulah generasi muda dari keluarga kaya dan terpandang akan berkumpul untuk bersenang-senang. Pasti ada kandidat yang sangat pas dan cocok untuk aksi balas dendamnya kepada Lucas dan memenuhi permintaan kakeknya di saat yang sama. Namun, siapa yang menyangka kalau Yana malah dijebak oleh seseorang dan berakhir tidur bersama seorang pelayan, lalu menjadi viral?
Ya. Pelayan itu tentu saja adalah Kafka Bimantara.
Pria yang telah berubah luar biasa menjadi seorang taipan menakutkan di Ibu Kota dan membuat semua orang gentar hanya dengan mendengar namanya saja.
Pria yang kini sedang menghinanya di hadapan semua teman-temannya dan juga cinta sejatinya, Mala Nasram.
Yana mencoba menjaga ketenangan dirinya. Dia berkata kepada sang mantan suami. “Jika saya menghabiskan 1 botol minuman itu, apakah Tuan Bimantara sungguh akan memberikan 1 milyar rupiah kepada saya?”
Kafka mengerutkan kening jengkel, duduk bersandar arogan dan tinggi. Sikapnya acuh tak acuh, suaranya sedingin wajahnya. “Ya. Harus habis dalam sekali teguk. Jika tidak, maka hadiahnya akan batal.”
Sudut bibir Yana tertarik ironis. Ingin sekali menangis dengan nasib mereka yang kini telah terbalik.
Dia bertanya-tanya dalam hati, jika dulu dia bersikap baik kepadanya, apakah Kafka akan memberinya uang tanpa perlu mempermalukannya? Setidaknya, dia mungkin akan mempertimbangkan hubungan suami istri mereka selama 3 tahun meski tidak ada cinta sama sekali.
Orang-orang yang datang bersama Kafka adalah teman-teman dan kenalan Yana di lingkungan orang kaya. Saat keluarga Jazada masih jaya dan sukses, semua orang akan menjilat kepadanya. Sekarang? Mereka menatapnya seperti seorang musuh atau sampah menjijikkan. Tidak layak untuk dilihat.
“Yana, kamu harus lebih berhati-hati lagi di masa depan. Penyakit kanker yang kambuh kembali bisa menjadi fatal jika tidak ditangani dengan baik. Jika sudah naik ke tahap berikutnya, maka teknologi canggih apa saja akan sulit membantumu.”
Sambil terngiang ucapan dokter bulan lalu, Yana meraih botol minuman di atas meja. Botol itu sangat besar. Yana yakin, jika dia menghabiskannya, mungkin dia akan muntah darah, atau lambungnya akan berlubang.
Selain memiliki status sebagai penderita kanker, perutnya tergolong lemah.
Itu adalah minuman dengan kadar alkohol sangat tinggi. Efeknya tentu tidak main-main. Paling buruk, dia akan berada di ruang gawat darurat, bukan?
Uang 1 milyar lumayan untuk pengobatan kanker dan biaya hidup keluarganya selama beberapa waktu. Dia tidak perlu bekerja terlalu keras di masa perawatan ulang. Tidak buruk juga bertaruh dengan maut. Kalau dia mati lebih cepat gara- gara minum malam ini, mungkin tidak buruk juga. Setidaknya, penderitaannya akan berhenti.
“Baiklah. Saya akan minum sampai habis. Tapi, tolong tepati kata-kata Anda, Tuan Bimantara.”
Kafka Bimantara menyipitkan mata penuh kebencian. Dia mengamati mantan istrinya yang kini sedang bekerja sebagai karyawan hubungan masyarakat.
Dia tidak menduga kalau dia akan seberani ini hanya untuk mencari uang.
Benar-benar wanita mata duitan!
Apa dia sungguh tidak bisa hidup tanpa kekayaan dan bergelimang harta?
Karyawan hubungan masyarakat hanyalah istilah halus untuk wanita-wanita yang menemani para pria untuk minum. Meskipun klub malam yang didatangi oleh Kafka bukanlah klub malam murahan, tapi semua orang juga tahu kalau di luar jam kerja, siapapun bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan uang tambahan dari tamu-tamu yang berkunjung.
“Wuah! Lihat! Apa dia sungguh akan menghabiskannya? Kafka, kamu tidak akan menghentikannya? Dia bisa masuk rumah sakit jika terus seperti itu!” seru pria yang tadi berbicara di sudut ruangan, suaranya terdengar main-main, tapi sorot matanya diam-diam mulai memancarkan rasa cemas dan gelisah.
Yana sebenarnya mengenalnya.
Dia adalah sahabat Kafka sebelum mereka menikah. Michael Adastama, salah satu calon pewaris keluarga Adastama yang terpandang di Ibu Kota. Mereka masuk ke dalam 10 besar keluarga terkaya. Tidak sembarangan bisa berteman dengannya.
Kafka diam saja. Mata dinginnya terus tertuju kepada wanita yang meneguk minuman di seberang meja.
Mala Nasram yang sejak tadi diam dan terus memeluk sebelah lengan pria itu, akhirnya membuka suara dengan nada kasihan dan sedih, “Kak Kafka! Jangan terlalu jahat! Aku tahu kamu sangat membencinya karena perlakuannya kepadamu sangat buruk, tapi apa perlu sampai sejauh ini? Bagaimana kalau dia mati? Jangan samakan dirimu dengannya!”
Kafka masih diam, tidak menanggapi perkataan siapapun yang mulai mengomporinya. Dia seperti patung es yang sangat menakutkan!
Yana bisa merasakan pandangan semua orang ketika dia terus meminum minuman beralkohol itu. Khususnya dari mantan suaminya. Dari ujung mata, dia bisa melihat kalau tatapannya sungguh jijik dan merasa dirinya kotor.
Dalam hati, Yana tersenyum miris kepada diri sendiri.
Apakah dia sangat puas sekarang?
Apakah dia bahagia melihat wanita yang dibencinya sudah jatuh sedalam ini?
Pasti begitu, kan?
Ucapan dokter kembali terngiang dalam benaknya dengan mata terpejam erat. Tenggorokannya bergerak liar menelan minuman tanpa henti, seolah-olah dia bergantung kepadanya.
“Aku tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi kepadamu sampai kankermu kembali seperti sekarang? Apakah kamu tidak menjaga tubuhmu dengan baik? Aku sudah memperingatimu kalau kamu juga tidak boleh stres dan banyak pikiran. Yana, apa kamu sudah bosan hidup? Meskipun keluargamu sudah jatuh miskin, kamu tidak boleh seperti ini!”
Yana merasakan kepedihan di dalam hatinya. Sakit sekali!