Risman keceplosan, cepat ia meralat ucapannya.
"Maksudku bukan sudah ada calon, Bang. Tapi aku sudah memutuskan untuk tidak menikah cepat. Nanti saja menunggu tiga adikku menikah, atau sarjana."
"Masih jawaban yang sama ya, Man." Andra menatap Risman.
"Iya, Paman."
"Ara, Kia, kalian mau menunggu Risman selama itu. Paling tidak itu sembilan, atau dua belas tahun lagi."
"Ya tidak maulah, Abba. Aku tidak mau jadi perawan tua." Ara menggelengkan kepalanya.
"Kia bagaimana?" Tanya El pada Kia.
"Saya tidak tahu. Ikut takdir dari Allah saja," jawab Kia tersipu malu.
"Saat itu usia kamu sudah hampir empat puluh tahun, Man. Susah cari istri," ucap Andra.
"Memangnya Paman kapan mau nikahnya?" Tanya Zia tiba-tiba ikut pembicaraan orang tua.
"Sembilan, atau dua belas tahun lagi."
"Kata Amma, Zia lobeh nikah sembilan tahun lagi. Lakau tidak ada yang mau jadi istri Paman Risman, Zia aja deh!"
"Jangan dong, Pacar!" Serempak empat pacar Zia bicara.
"Ya Tuhan. Anakmu sudah ingin nikah, Eli," ujar Cici sambil geleng-geleng kepala.
"Ya itu, Acil. Gaulnya sama Sha dan Ara, jadi pikirannya sudah seperti mereka."
Ara, Andra, dan El tertawa.
"Zia cepat nikah, kita cepat punya cucu, bisa melihat cicit seperti Nini dan Kai nanti." El tertawa pelan.
"Ish, Abang!" Elia melotot ke arah El
"Pacar jangan dinikahkan cepat ya, Ayah mertua. Tunggu kami besar dulu. Biar bisa kerja, nabung buat beli mahar." Wisnu bicara dengan suara memelas.
"Iya, Ayah mertua, jangan ya." Tiga pacar Zia yang lain ikut memelas.
"Anak-anak jangan memikirkan itu dulu. Fokus sekolah." Elia mengingatkan.
"Iya, Ibu mertua." Empat pacar Zia menjawab serempak.
"Heh, kalah aku dari kamu, El. Kamu sudah dipanggil ayah mertua, aku belum. Mana sekaligus empat lagi calon menantumu." Andra tertawa.
"Iya dong. Zia cantik, baik, tidak sombong, gemoy, imut. Iya'kan, Pacar?"
"Iya, Pacar."
Andra, El, Ara, dan Cici tertawa. Risman, Acil, dan Kia tersenyum saja, sementara Elia melotot ke arah putrinya yang genit seperti Shana dan Ara.
Pulang dari rumah sakit. Risman mengantarkan keempat pacar Zia kembali ke rumah mereka. Setelah sebelumnya diajak makan bakso dulu. Anak-anak itu senang sekali di traktir makan bakso oleh Risman.
Satu persatu diantar langsung ke hadapan orang tua mereka sebagai bentuk pertanggungjawaban Risman, kalau ia sudah mengembalikan para bocah itu dengan selamat sampai ke rumah masing-masing.
Wira menginap di rumah Nini, karena kedua orang tua El ikut menginap di rumah sakit. Tidak ingin jauh dari Zia.
Tiba di rumah, Aay yang membukakan pintu. Risman memasukkan mobil ke dalam garasi. Setelah mobil masuk, pintu garasi di kunci.
"Paman, Abang ke kamar ya?"
"Iya, Bang."
Wira masuk kamar. Risman memeriksa pintu dan jendela juga dapur. Meski ia tahu pasti Rara sudah memeriksa, tapi tetap saja ia periksa lagi.
Setelah dirasa semua beres, Risman masuk ke kamarnya. Risman masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri dan mengganti pakaian. Risman berbaring hanya mengenakan celana pendek saja. Risman teringat kejadian di rumah sakit tadi. Hampir saja ia keceplosan.
'Ingat, Risman. Jangan sampai ada yang tahu perasaanmu pada Shana. Simpan baik-baik, musnahkan secepatnya, sebelum mendatangkan masalah. Andaipun Shana juga menyukaimu, abaikan saja. Jangan sampai ada perasaan tidak enak diantara Shana dan Ara hanya karena cintamu. Ingat janjimu, Risman! Konsisten pada janjimu!'
Risman menghela nafas. Lalu mengusap wajahnya. Risman berusaha untuk tidur dan melupakan kisah cintanya.
Di Bali.
Shana berdiri di balkon kamar resort tempat ia menginap. Selama di Jakarta dan Bali, Shana banyak bertemu dengan pria tampan. Dari yang tampilannya Indonesia asli, bule, sampai Turki. Yang tentunya lebih gagah dan ganteng dari Risman. Dari banyak hal mereka jelas lebih unggul dari Risman, tapi masalahnya, kedudukan Risman di dalam hatinya tak tergeser oleh para pria itu. Tetap saja ia selalu ingat Peng peng Zia itu.
'Paman Risman, kenapa harus punya janji tidak menikah sebelum adik-adikmu nikah, atau sarjana sih? Aku tidak mungkin menunggu selama itu. Ara dan Kia juga aku yakin tidak mau menunggu selama itu. Bahkan Kia yang terlihat jelas cintanya sangat besar untuk paman aku rasa juga tak akan mau menunggu. Apa itu cuma alasan Paman agar tidak perlu memilih salah satu. Atau Paman sungguhan ingin menunggu Zia besar. Aduh, otakku korslet sepertinya. Pikiranku kenapa aneh-aneh begini ya. Argh, aku sudah janji akan mengusir cintaku pada Paman Risman. Huh, aku kangen si gemoy. Besok deh aku telpon. Aku pamerin pantai biar dia merengek minta diajak ke sini.'
Shana tersenyum-senyum sendiri. Kalau ingat Zia bisa mengobati sedikit luka hati, karena cinta pertama yang rumit.
'Aku harus beli halo-halo untuk semua orang. Terutama untuk Paman Risman dan si gemoy. Eh kalau kasih halo-halo untuk Paman Risman jangan di depan si gemoy, nanti dia ngambek. Aku sebenarnya suka kalau Zia ngambek, tapi takut dimarahi Nini Rara. Tatapan Nini Rara lebih tajam dari silet. Arggh kan jadi kangen semua.'
Shana mengusap air matanya. Merasa rindu kepada semua keluarga di kampung.
Sementara itu di rumah Ara.
Ara yakin kalau Risman benar sudah punya seseorang di dalam hatinya.
'Aku kenapa yakin ya tentang calon istri itu pasti dari dalam hati Paman Risman. Bukan seperti yang dia jelaskan. Siapa dia, Paman? Kia? Kak Sha? Atau aku? Ataukah ada perempuan lain yang Paman simpan rapat di dalam hati Paman. Tapi siapa dia? Aduh, kenapa susah sekali menebak isi hati Paman Risman. Jika itu Kak Sha, aku siap mundur. Tapi tidak ada tanda-tanda dari Paman Risman ke arah itu. Kalau Kak Sha, aku ada rasa curiga kalau Kak Sha juga suka Paman Risman. Atau ....'
Kepala Ara menggeleng saat satu pikiran tidak masuk akal muncul di dalam benaknya.
'Paman Risman menunggu adik-adiknya sarjana, atau menikah. Apa itu tidak dimaksudkan untuk menunggu Zia besar? Ya Tuhan, apa aku sudah gila, berpikir Paman Risman jatuh cinta pada Zia. Kalau itu benar, Paman Risman yang tidak waras bukan aku. Hiiy, mana Zia menempel terus dengan Paman Risman. Bagaimana kalau Paman Risman khilaf? Ya Tuhan. Ada apa dengan aku. Kenapa berpikir buruk seperti itu tentang Paman Risman. Paman Risman pria baik-baik bukan pria b***t! Ayo otak, berpikir yang positif, jangan aneh-aneh! Huh, cinta yang rumit kenapa membuat aku jadi kehilangan kewarasan begini!'
Ara menggerutu di dalam hati. Bingung sendiri dengan sikap Risman yang tetap kukuh tak ingin menikah cepat. Sehingga menghadirkan berbagai kecurigaan di dalam pikirannya.
*