TAKUT GELAP

1151 Kata
[Amar, maaf. Aku diminta lembur hari ini dan kayaknya aku baru selesai jam sepuluh atau sebelas malam. Nanti kamu nggak usah jemput aku. Bawa pulang aja Marsha. Aku bisa kok naik taksi online.] Rania tidak mungkin menolak permintaan bosnya apalagi dia masih jadi karyawan di Light Up. Makanya Rania dengan berat hati terpaksa membatalkan rencana Amar. Ada rasa bersalah karena pasti Marsha akan menagih Amar untuk jalan-jalan dan main Timezone. 'Mungkin bisa weekend ini? Atau mungkin setelah aku dipecat dari perusahaan ini tiap hari aku bisa nganterin Marsha main Timezone?' Cuma Rania menghibur diri dengan rencana yang dibuat dalam benaknya itu. Dia berusaha profesional kembali ke pekerjaannya dan mengikuti semua yang diperintahkan oleh Reza. Hari ini ada keajaiban, Rania tidak mendapatkan amukan dari Reza seperti biasa di hari-hari sebelumnya. Rania juga bisa bekerja lebih tenang dan tidak ada lagi rasa takut dan cemas dalam hatinya. Setiap kali dia memikirkan akan dipecat. Bayangan tentang pernikahannya dengan Amar membuat semua lebih stabil. 'Akan ada orang yang juga akan mencintai putriku bagiku sudah cukup. Dan aku akan memberikan hatiku sebagai bayaran kebaikannya. Sedikit demi sedikit sampai aku bisa melupakan orang yang menyakitiku di masa lalu.' Rania menghibur dirinya seperti ini setiap kali dia mengingat tentang masa lalunya dengan Reza lalu mengaitkannya dengan Reza yang sudah menikah. Rania bisa balance Karena sekarang ada sandaran. Meski itu belum menghapus keseluruhan rasa sakit yang pernah ditorehkan oleh Reza. "Semua agenda kita sudah selesai hari ini, Tuan Clarke." Dan Rania bisa bernapas lega setelah David mematikan sambungan teleconference antara Reza dengan cabang perusahaannya di luar negeri. "Hmm, kita bisa pulang sekarang David. Dan kau, tak perlu berdiri di sana saja. Kau juga bisa pulang." "Baik, terima kasih Tuan Clarke." "Jangan lupa! Semua laporan hari ini aku ingin semuanya siap di mejaku besok pagi." "Baik, saya mengerti." Rania bicara selalu berusaha menghindari kontak mata dengan Reza dan lebih memilih menunduk seakan-akan dirinya patuh. Ini lebih baik untuk hatinya juga. 'Karena setiap kali aku menatapnya maka yang kuingat adalah dia dan istrinya yang bermesraan. Ini masih menyiksaku!' Rania melindungi dirinya sendiri. "Rania!" 'Haduh, sudah lama dia tidak memanggilku! Dan ini pertama kalinya dia memanggilku Rania. Dulu dia memanggilku sweet J.' Cuma kadang karena hati masih memiliki rasa, ada getaran yang sulit di dalam hati Rania ketika namanya dipanggil. Selama bekerja di kantor itu Reza hanya memanggil Rania dengan kata kau-kau saja. Tapi malam ini berbeda yang membuat Rania yang sudah memegang handle pintu ruangan Reza terpaksa melepaskannya dan membalikkan badan menatap Reza. 'Sepasang mata yang tak harus kulihat!' hati Rania memang selalu ringsek kalau menatap dua bola mata yang selalu membayanginya dengan perasaan tak jelas. "Iya Tuan clarke?" tapi Rania berusaha untuk mengendalikan dirinya di hadapan Reza. "Turun ke lobi bareng saja dengan kami! Kantor ini sudah sepi." "Baik Tuan Clarke, terma kasih." 'Apa dia ingat aku takut gelap dan takut tempat sepi?' sepintas ada pikiran Rania ke arah sana saat dia keluar dari ruangan Reza. SETELAH PERTEMUAN INI, KAMU DAN AKU TAK ADA HUBUNGAN APA-APA LAGI. JADI KALAU SUATU SAAT KAMU BERTEMU DENGANKU, ANGGAP SAJA KITA TAK SALING MENGENAL. 'Tidak mungkin! Dan jangan Ge-eR kau Rania! Dia sudah memiliki istri dan kau tidak mau kan jadi simpanannya? Menjijikkan!' Tapi setelah mengingat apa yang dikatakan oleh Reza di saat mereka berpisah, Rania berusaha menepis semua harapan indahnya itu. Lagi pula memang apa yang dia harapkan pada laki-laki yang sudah menikah? Rania hanya wanita masa lalunya yang tidak penting. Wanita yang tidak patut diingat karena hubungan mereka juga hanya sekedar hubungan yang menginginkan kenikmatan sesaat. Makanya Rania berusaha untuk bersikap sama seperti tadi, profesional. "Tidak ada yang ketinggalan lagi Bu Rania?" David yang bertanya dengan posisinya yang sama seperti tadi pagi sambil memegang handle pintu ruangan Reza. "Tidak ada Pak David. Terima kasih sudah mengingatkan." Rania tidak bicara apapun lagi dan masuk ke dalam lift, sama seperti tadi ada di belakang Reza cuma bedanya kali ini David sejajar dengan Reza dan mereka sedikit mengobrol. Reza menjelaskan kapan David harus menjemputnya. Sedangkan Rania memilih menunduk saja, sambil mengambil handphonenya dan menyalakannya data-nya. Karena dari tadi dia mengaktifkan airplane mode supaya tak terganggu. [Aku mengajak Acha pulang, tapi dia gak mau pulang kalau gak ada kamu di apartemen, Ran. Tadi Acha nangis, terpaksa aku ajak Acha keluar apartemen lagi. Aku ajak dia main timezone dan dia tetep mau rayain ulang tahunmu. Jadi aku ajak dia bikin surprise untukmu. Dia semangat banget dan sekarang kami menunggumu di luar kantormu.] 'Haduh dari jam delapan?' Rania membaca pesan dari Amar hatinya jadi tidak enak. Rania tidak bisa menyalahkan Amar karena memang putrinya sangat keras kepala. Marsha pasti tidak bisa dibujuk dan tantrumnya kambuh. Cuma sekarang yang jadi pikiran Rania karena mereka menunggu sudah lebih dari dua jam. Ini juga lembur terlarut yang dilakukan oleh Rania. Biasanya, jam delapan atau sembilan dia sudah menjemput Marsha di sekolahnya. Rasa bersalah campur aduk dengan perasaan khawatir pada putrinya itu Ingin sekali Rania cepat-cepat keluar dari lift Tapi sayangnya kantor CEO ada di lantai paling tinggi sehingga dia masih bersabar sampai lift terbuka di lobi. 'Duh, Kenapa dia tidak cepat keluar sih?' seru Rania di hatinya karena pintu itu sudah terbuka tapi dua pria di depannya tidak melangkah. David Tentu saja tidak berani keluar lebih dulu. Dia menunggu bosnya karena ini tentang etika kesopanan "David keluar duluan!" Tapi untung dalam sepersekian detik sebelum Rania protes bosnya sudah memberikan perintah pada David "Kenapa masih di belakang? Cepat keluar!" Agak bingung juga Rania dipersilakan melangkah lebih dulu padahal biasanya Reza yang selalu keluar duluan Dan Dia selalu ditinggalkan dengan langkah Reza dan David yang sangat cepat. 'Tapi gak usah dipikirinlah! Bagus juga lagi jadi aku nggak perlu jalan paling belakang! Aku takut lagian udah sepi!' Kalau masih pulang dibawah jam sembilan, lobi kantor masih terang tapi di atas itu sudah gelap dan Rania memang takut kegelapan. Makanya dia tidak menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Reza. "David, Kau jalan duluan!" Lagi-lagi sikap Reza aneh cuma Rania agak sedikit bersyukur karena dia juga tidak jalan di depan. Dari lift menuju pintu lobby lumayan jauh jaraknya. Rania takut. Tapi sekarang kondisinya membuatnya tenang karena di depannya David dan Reza berjalan di belakangnya. 'Aduh, Marsha, dia gimana ya keadaannya?' Rania tak terlalu memikirkan sikap Reza ini! Dia sudah teralihkan dengan kondisi putrinya dan khawatir sekali kalau anaknya sakit karena menunggu dia bekerja. Marsha memang menyukai Amar Tapi tetap saja tinggal berdua dengan amar dan Marsha belum pernah tinggal di apartemen bersama pria itu membuat putri Rania tak nyaman. Makanya rasa bersalah ini sangat besar sekali dalam hati Rania. Dia ingin cepat-cepat ke lobi dan melihat putrinya. Rania tidak sadar dengan mimik wajah yang berubah dari pria di belakangnya. Hatinya sudah sangat gembira setelah melihat pintu lobby. Bahkan setelah pintu itu terbuka dan satpam menyapa David juga Reza termasuk Rania, tapi wanita itu tidak terlalu merespon dia sudah berlari kecil meninggalkan dua atasannya tanpa minta izin dulu 'Ya ampun, apa yang mereka buat? Apa-apaan sih, norak banget deh!'
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN