Let's Star

1195 Kata
Raquel perlahan-lahan membuka matanya, sangat jelas terasa bahwa seseorang sedang memeluknya erat. Ia kemudian mengerjapkan mata, menyesuaikan dengan sinar matahari yang masuk. “Mas!?” ceplos Raquel saat sadar lengan siapa yang memeluknya. Namun, sedetik kemudian Raquel bangun dan menarik diri menjauh dari Caka. Apa yang terjadi, mengapa dia bisa satu ranjang dengan calon suami sahabatnya? “Engh… Anin,” A-anin!? Jadi dia mengira saat ini sedang bersama Anin. Jahat sekali kamu mas Caka. Raquel segera beranjak sebelum Caka benar-benar sadar. Akan tetapi seketika terhenti tatkala Caka mencekal pergelangan tangannya. “Mau kemana?” Tanya Caka masih belum sepenuhnya sadar. “Anin, jawab. Aku tau ini salah. Tapi, kita suka sama suka. Lagipula, ini memang sudah seharusnya terjadi saat pernikahan benar-benar terlaksana.” Racau Caka merasakan pusing dan mual secara bersamaan. Lelaki itu mencoba bangun, erangan lolos ketika tubuhnya terasa lelah. Hingga tatapannya bertemu pandang dengan manik hitam Raquel. “Kamu!” “Ya, maaf. Aku bukan Anin mas tapi Raquel rekan kerjamu.” “Lalu semalam?” Caka meringis memegang kepalanya, kejadian-kejadian di bar dan juga saat Raquel datang membawa kekhawatiran hingga saat dirinya melahap bibir Raquel tanpa membiarkan gadis itu menolak. Sial. Bagaimana ini! “Lepasin mas, saya_” “Tunggu sebentar, biarkan kepalaku normal dulu. Akh.” Caka tak membiarkan Raquel pergi, ponselnya bergetar dengan cepat ia raih. Banyak pesan masuk dari Anindya sejak semalam dan pagi ini gadis itu mengajaknya sarapan. Rasa bersalah tiba-tiba menyeruak menyadari bahwa saat ini ia tengah bersama perempuan lain. `Mas, kamu dimana? Aku udah nunggu berjam-jam di tempat janjian kita.` `Mas, disini dingin mas kamu dimana?` `Mas, udah tiga jam tempat nya udah mau tutup aku tunggu in ya.` `Mas, aku pulang ya. Udah gelap banget, kamu tau kan aku takut jalan malam-malam.` `Mas, besok sarapan di tempat pak Agus ya, kita sarapan bubur.` Caka melempar benda pipih itu ke kasur, pusing kembali menerjang namun mencoba tidak peduli sebab gadis di hadapannya lebih penting. Lama saling diam, Caka pun berucap. “Sorry. Anggap saja ini tidak pernah terjadi. Kamu tau kan, saya_” “Saya tau mas. Jadi tolong lepaskan tanganmu.” Raquel kecewa, ia mengira Caka menahannya karena merasa bersalah dan akan bertanggung jawab. Namun diluar nalar, lelaki itu meminta untuk melupakan apa yang terjadi. Raquel menatap penginapan penuh kecewa. Caka, lelaki yang ia kagumi berharap setelah malam ini dia punya harapan untuk menggantikan Anindya, nyatanya tidak. “b******k. Semua gara-gara Anin. Awas kamu Anindya.” Sementara Caka setelah kepergian Raquel, ia terdiam. Berpikir, apakah ia telah berselingkuh dari Anindya? *** Seperti perkiraan Anindya, Raquel tidak kembali semalaman ke hotel. Ya, Anindya tau apa yang ia lakukan sekarang melanggar peraturan hotel bisa-bisa ia akan dimasukkan ke penjara bila orang-orang tahu dia sedang menyadap kamar Raquel. Kesibukannya menyita waktu Anindya hingga mengabaikan telepon Caka, lebih tepatnya ia ingat jelas apa yang kejadian-kejadian terus terjadi setelah pernikahan termasuk, Caka pulang pagi dalam keadaan berantakan. Raquel pun hari itu tak jadi ke rumah, yang katanya akan datang berkunjung tapi tak jadi kantor nya sedang mengadakan makan malam setelah penjualan melonjak pesat. Ini diluar prediksi. Sebab, setahun setelah pernikahan Gio mengabarinya bahwa Hotel di pegang oleh cucu tuan Dante. Waktu nya terlalu cepat, Anindya belum menyiapkan apapun untuk bertarung. Mengingat apa yang selama ini ia alami, seharusnya pagi ini ia sudah sibuk bolak-balik dari rumah mertuanya. Namun, kali ini dia merasa kehidupan terasa normal tidak lagi terburu-buru selain bersiap berangkat kerja. “Nak, maafkan ibu harus mengorbankanmu. Ibu mohon, kembalilah saat ibu bersama pria yang tepat.” Anindya mengusap air matanya, terasa menyesakkan janin yang ia tunggu selama tiga tahun pernikahan hilang setelah ia kembali ke masa lalu. “Ibu janji nak, kita akan menemukan keadilan disini. Ibu bodoh bertahan mengatas namakan cinta. Sekarang… ayo kita bangkit nak, bantu ibu dan beritahu mereka bahwa kita punya dunia masing-masing.” Anindya bertekad, ia akan memulai semuanya, akan membuat Raquel dan Caka terus bersama. Ah, benar. Sebentar lagi, sebentar lagi Raquel akan menghubungi nya dan curhat tentang pesta yang ia alami. “Bila dulu aku sangat senang mendengar curhatanmu tentang lelaki yang kamu kagumi secara diam, namun sekarang tidak lagi. Sama seperti dulu, aku yang bodoh secara senang hati akan mendukungmu bersamanya. Kalian pantas bersama bukan? Sama sama pengkhianat.” Tersungging senyum tipis di kedua sudut bibir Anindya tatkala apa yang ia pikirkan terjadi. Raquel menghubunginya. “Halo, El.” Raquel menjatuhkan diri di kasur empuk, tangannya menyentuh bibir, leher sambil memejamkan mata. Ia mengingat setiap sentuhan Caka malam tadi, mereka begitu menikmati sentuhan masing-masing, soalnya Caka meminta agar melupakannya. Tidak akan, jangan harap aku melupakanmu mas. “Nin, aku mau curhat.” ucapnya saat teleponnya terhubung. “Dateng-dateng curhat, nggak nanya keadaan gue gimana.” Raquel kesal menjawab. “Salahmu sendiri, bahkan lo abaikan gue kemarin di hotel.” “Ckh, gue sibuk nyiapin penyambutan cucu tuan Dante.” “Waw, benarkah?” “Cari saja di artikel, Kingdom Group menunjuk penerusnya.” “Ya ya ya, nantilah di cek. Sekarang, dengerin gue curhat. Please.” “Apa kamu menidurinya?” “Sialan. Lo kira gue cewek apaan.” Ya, kami tidur bersama Anindya Basmara begitu mesranya. Apa yang akan kamu lakukan bila mengetahuinya? “Lalu?” “Kami bersenang-senang semalam, dia curhat soal calon istrinya yang bodoh itu. Dan gue sebagai orang baik, ya… itu kesempatan baik dong.” Raquel bangun, berjalan ke meja meraih satu voucher paket lengkap untuk perawatan kecantikan. “Kesempatan… bodoh… lo suka? Semenyenangkan itu berarti.” “Banget beb. Lebih menyenangkan lagi gue bakal ngerasain spa di hotel Kingdom. Aaaa… senengnya, oh my gosh. Kayaknya gue hoki banget deh bulan ini, sudah semalaman bareng crush sekarang dapat voucher spa.” Raquel jejeritan begitu senangnya dapat voucher gratis. Anindya terkekeh kecil, lucu sekali ia memakan sandwich kesukaannya dengan lahap. Harga dirimu sebatas gratisan ternyata. Ya benar sih, seorang perebut pastilah merasa apapun yang didapat adalah keberuntungan. Bagaimana kalau keberuntungan itu kuberikan padamu, sahabatku sayang. “Ngomong-ngomong soal crush Lo itu, apa dia keberuntungan?” Dengan suara ceria Raquel menjawab, “Sudah pasti dong. Dibanding calon istrinya yang nggak punya apa-apa selain…” “Cantik? Thanks udah dibilang cantik.” “Apaan, geer banget.” “Hehehe. Jadi kepo deh, apa calon istrinya beneran cantik apa biasa aja. Hayo ngaku, cantikan siapa coba.” “Issh… lu mah, pokoknya cantikan Raquel.” “Heleh, dari sini aja udah bisa nebak cantikan_” “Lu sahabat gue apa bukan sih!” “Wkwkw, santai bos. Tapi beneran loh,” “Soal cantik lagi? Males banget.” Anindya terbahak, dia bisa membayangkan muka merah Raquel karena kesal. “Tawa lu. Seneng banget kayaknya batalin nikah seenak jidat. Gila emang. Mampus nalangin.” “Hahaha, tenang duit gue banyak.” “Sombong.” “Oh, tentu.” “Sialan.” “Hahaha. Eh, beneran, crush lu itu keberuntungan atau bukan?” “So pasti.” “Mau dibantuin nggak biar keberuntungan itu jadi kenyataan?” “Heleh, lu aja batal anjir.” “Cih, nyebelin.” “Hehehe. Udah buruan dateng, gue pengen lu temenin.” “Oke.” Anindya tersenyum lebar, minum sebentar lalu menghubungi Caka. “let's start sayang-sayangku.” bisiknya menyeringai. “Halo mas, dimana?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN