“Gita! Ayo, Sayang! Keluarga Pak Burhan sudah datang!” Bu Ratri masuk dan tampak sudah cantik juga dengan balutan dress batik. Rambutnya digerai. Senyumnya manis mengembang. Aku bangun. Lalu ikut saja melangkah. Belum ada ide apa-apa di kepala. Mendadak kosong melompong. Derai tawa Ayah terdengar. Di ruangan tengah sudah ada seorang lelaki paruh baya dan juga dua orang yang berpakaian seperti pengawalnya. Wajahnya tampak tua, bahkan sepertinya lebih tua dari ayah. Perutnya sudah bercampur lemak, seperti orang hamil enam bulan. Kumisnya tebal, hidungnya bulat besar. Ya ampuuun, apakah aku akan dinikahkan dengan lelaki yang sudah seperti badut itu? Payah sekali selera Ayah. “Nah ini Nagita---putri saya, Tuan Burhan!” Ayah tersenyum sumringah. Namun sekilas aku melirik, sudut matanya mema