Aku ikut deg-degan. Bagaimana ini? Bagaimana kalau penghulunya datang lebih dulu dari pada Bu Ajeng dan Pak Adrian. Namun, samar kudengar suara seorang perempuan mengucap salam. Aku bangkit dan berusaha melihat ke arah pintu yang terbuka. “Siapa kalian?!” Pertanyaan Ayah kudengar seiring dengan munculnya dua orang yang kukenal. Bu Ajeng dan Pak Adrian. Alhamdulilah … rasanya kedatangan mereka lebih berharga dari pada sebongkah berlian yang jatuh di tengah laut. Walau kelihatan, tapi susah ngambilnya. Aku tersenyum dan menatap Bu Ajeng serta Pak Adrian. Akhirnya dewa penolongku datang. “Saya mau jemput Nagita, Pak Adi! Oh iya, kenalkan nama saya Ajeng. Saya calon mertuanya Nagita!” Suara Bu Ajeng terdengar lantang dan keras. “Ck! Jadi lelaki ini yang sudah menghamili Nagita! Kur*ng