“Mas, lihat … sehari ini kita bahkan ketemu sampai dua kali. Benar-benar jodoh sepertinya.” Tiba-tiba Pak Adrian memelankan langkahnya lalu menoleh ke arah Nagita. Tangan kokoh itu tiba-tiba menarik pinggangnya. “Maaf Wina! Tapi saat ini jodohku dalah dia.” Glek! Nagita langsung menelan saliva. Sepasang mata yang tampaknya lengket sama maskara dan bulu mata palsu itu kini menatap ke arahnya. Wina diam beberapa saat, tetapi kemudian tertawa sambil menutup bibir merahnya yang pakai gincu itu dengan punggung tangannya. Kuku-kukunya tampak panjang dan warna-warni. “Mas, kamu jangan bercanda. Ini kan si Mbak yang tadi pagi kerja di rumah kamu itu ‘kan?” kekehnya seraya menggeleng-gelengkan kepala. “Jadi dia pikir, aku ini pembantu?” Nagita menghela napas kasar. Dia pun kikuk dibuatnya.