Fathir mencium aroma yang begitu kuat di antara rimbunan mawar merah.
Di balik tanaman mawar merah yang rimbun itulah fathir mendapatkan tanaman mawar hitam yang langka di dalamnya yang ia pikir ibunya nina sengaja sembunyikan agar nina tak banyak bertanya jika gadis itu tau.
Fathir meninggalkan tanaman mawar hitam itu dan menghampiri nina lagi.
“Mereka akan kembali datang dan kita harus segera pergi dari sini”
“Tapi mama ku dia masih di dalam”
“Dia bukan ibumu dia hanya mengadopsimu sekarang kita harus segera pergi dari sini” tanpa menunggu persetujuan nina fathir sudah membopong gadis itu menjauh dari rumah yang sepertinya sudah di jadikan jebakan para pemburu.
Gerakan lincah membelah hutan dengan melewati pepohonan yang begitu gelap fathir terus berlari dengan nina yang masih ia bawa.
Langkah fathir mulai melambat samar-samar nina mendengar deruan ombak tak jauh darinya berada gadis itu tak bisa melihat apa-apa selain gelap bahkan cahaya rembulan tak Nampak.
“Ini salahku seharusnya aku sudah menjauhimu saat pertama kali kau dekat denganku” sesal fathir lalu ia mendudukkan nina di tanah.
“ini bukan salahmu ini salahku seharusnya aku mendengarkamu agar aku menjauhimu tapi aku tidak melakukannya” gadis itu menunduk ia sedih teringat tubuh ibunya yang menghitam di bawah lilitan sebuah tali yang mengikatnya.
Fathir memeluk nina “Percaya aku, dia bukan ibumu”
Badan nina bergetar, gadis itu menangis di pelukan fathir.
“Aku hanya tidak menyangka jika orang yang membesarkanku dari kecil adalah seorang vampire padahal dia yang bercerita padaku jika vampire itu tidak nyata”
Fathir semakin mengeratkan pelukannya.
“Tapi sekarang kau sudah mengetahuinya bukan” fathir mengusap bahu bergetar nina. Nina menarik diri dari fathir dan mengusap air matanya.
“Kenapa kita meninggalkannya kenapa kau tak mengijinkanku untuk membantunya ke pemakaman kenapa kau tak membiarkanku berbakti meskipun dia bukan orang tua kandungku” cecar nina sembari mendorong fathir hingga sedikit terjungkal ke belakang.
“Aku tidak bisa membiarkanmu terlibat ke dalam masalah yang lebih besar lagi dari ini”
Nina mengusap wajahnya dengan gusar tapi deruan ombak di sana seperti menghilangkan rasa kesalnya pada fathir namun kegelapan menghalanginya untuk melihat ombak di sana.
Fathir yang seperti bisa membaca pikiran nina berkata
“Aku bisa mengantarmu ke tepi jika kau ingin”
“Ini sudah malam aku takut tenggelam”
“Kau hanya akan berada di tepi bukan di tengah dan jika kau sampai terbawa ombak maka akulah orang pertama yang akan membantumu”
“Jika begitu aku ingin ke sana” tuntas nina.
Tak seperti di pikiran fathir di awal ia kira nina akan bermain dengan air laut menciptakan kebahagiaan di wajah gadis itu tapi pikirannya seketika musnah terbawa angin laut.
Gadis itu hanya duduk di atas pasir pantai menekuk kedua lututnya sembari melihat dan menjelajah luasnya laut lewat pupil matanya.
Sesekali terdengar helaan nafas berat dari bibirnya kemudian memejamkan kelopak mata.
Air pantai mengenai ujung kaki nina gadis itu membuka mata dan kembali melihat hamparan luas lautan yang mampu ia lihat dari sinar bulan yang baru muncul.
Gerakan halus di sampingnya membuat gadis itu menoleh, fathir duduk di dekatnya menatapnya begitu dalam meski nina tak perduli tapi kepalanya menyandar di sisi fathir.
“Andai aku tau siapa ibu ku” gumam nina.
“Suatu saat kau pasti akan bertemu dengannya entah cepat atau lambat”
“Fathir. Kau lelaki pertama yang dekat denganku kau juga yang merubah duniaku yang awalnya hanya seorang gadis biasa dengan satu sahabat kini kau menggantikannya dengan dunia baru untukku”
“Setelah ini aku tidak tau apa yang harus ku lakukan aku tidak memiliki siapa-siapa lagi, mamaku telah tiada, sahabatku tidak tau apa yang sedang menimpaku dan sekarang aku terjerumus masalah yang sama dengamu”
“Meski begitu aku masih memiliki seorang teman sepertimu meski kau bukanlah manusia normal sepertiku” nina memejamkan matanya, fathir menggerakkan tangannya di belakang nina dan mendekap gadis itu.
Entahlah tapi rasanya fathir ingin terus dengan gadisnya seorang gadis yang berhasil memberikan perasaan baru pada hatinya.
Fathir mengecup pucuk kepala nina.
“Kau tidak sendirian aku akan selalu ada untukmu untuk melindungimu” bisik fathir.
--
Hari sudah pagi nina mulai membuka matanya, untuk pertama kalinya dia bangun di tengah hutan tanpa perlindungan apapun kecuali seorang pria yang memejamkan mata sedang memangku kepalanya.
Nina mengembangkan senyuman merekah pagi hari menyambut mentari dan lelaki yang berbaik hati memberikan pahanya sebagai bantal untuknya tidur.
Nina melihat situasi di mana ia tertidur yang ternyata sedang di bawah sebuah pohon yang membelakangi mentari pagi.
Tangan nina terulur mengusap rahang fathir, lelaki itu membuka matanya dan tersenyum ramah. Jujur nina baru pertama kali melihat senyuman itu dari fathir.
“Kau sudah bangun, bagaimana tidurmu apa kau tidak merasa pegal” Tanya fathir, nina menggeleng meski belum berniat untuk beranjak duduk.
“Tidurku sangat nyenyak dengan seorang teman yang selalu ada untuk menjagaku jadi apa semalaman kau memberikan pahamu sebagai bantal untukku” Dan nina mulai bergerak duduk “Kakimu tidak keram kan?”
“Tidak”
“Hmm.. sekarang sudah pagi kau tidak takut akan terbakar di bawah sinar matahari bukannya vampire menghindari sinar matahari?”
“Itulah alasan kenapa aku tidak pernah melepas jacket ku jika aku keluar dari ruang gelap” sahut fathir sembari memakai tudung hoodienya.
Ah iya. Nina baru menyadari akan hal itu bahkan fathir selalu memakainya dulu di dalam kelas meski akhir akhir ini lelaki itu mulai menampilkan wajah tampannya di depan umum.
Nina berbalik sehingga wajahnya dan fathir saling berhadapan, satu kecupan nina daratkan di bibir fathir sekilas.
“Anggaplah itu hadiah karna kau sudah meminjamkan pahamu sebagai bantalku” setelah itu nina berlari kearah pantai menceburkan setengah kakinya di air sesekali ia menendang air dan tertawa.
Seakan nina telah lupa masalah yang baru saja menimpanya.
Fathir hanya tersenyum penuh arti melihat nina kembali tertawa dan apa yang baru saja gadis itu lakukan pada bibirnya.
Lelaki itu ingin menghampiri nina yang tengah asik bermain air pantai tapi ia tau jika dia melakukan hal itu bisa saja tubuhnya akan terbakar alhasil fathir hanya bisa bersembunyi di balik pohon mengamati kebahagiaan nina.
Fathir cukup kecewa dengan kelemahannya ini yang mengharuskan dirinya tak bisa beraktifitas bebas di bawah sinar matahari juga tak bisa ikut bermain dengan nina, gadisnya.
Tak lama nina kembali sembari memegangi perutnya.
“Fathir aku lapar” kata nina bersamaan dengan perutnya yang berbunyi. Fathir terkekeh geli.
“Tunggu sebentar aku akan mencarikan kelinci untuk makan pagimu” fathir mengusap kepala nina sebelum ia mulai pergi berburu kelinci.
Nina duduk di bawah pohon menunggu fathir, sekitar tiga puluh menit fathir sudah kembali dengan kelinci menggemaskan yang sudah tak bernyawa di tangannya kemudian lelaki itu mulai menyalakan api untuk memanggang kelinci karna tidak mungkin gadisnya akan memakan daging mentah.
Nina cukup sabar melihat fathir yang mau bersusah payah membakar sarapan untuknya sampai kelinci itu selesai di bakar nina mulai menikmati masakan fathir.
“Makanlah sampai membuat perutmu kenyang” nina hanya tersenyum lalu menyuapkan sepotong daging kelinci tadi untuk fathir.
Fathir menolak
“Aku tak makan daging”
Nina mendesah kecewa ia lupa jika yang vampire sukai hanya lah darah.
Gadis itu hampir menghabiskan kelinci itu sendirian setelah itu ia menatap fathir yang seperti tak percaya dia dapat menghabiskan satu ekor kelinci.
Nina tersenyum malu tapi apa boleh buat jika perutnya sudah sangat lapar sejak kemarin belum terisi dan itupun gara-gara lelaki ini.
Dan sekarang giliran nina yang memberi makan fathir, gadis itu mendekati fathir menyuruh lelaki itu duduk selonjoran di tanah dan ia juga mulai duduk di antara paha fathir sembari menampilkan leher putihnya.
“Apa yang kau lakukan” sentak fathir, nina mengerutkan dahi.
“Aku tau kau juga lapar jadi aku hanya ingin berbaik hati memberikan darahku untukmu jadi gigitlah dan ambil sampai membuatmu kenyang tapi berjanjilah untuk tidak membunuhku”
Fathir mendorong nina “Tidak akan! Aku tidak akan mengambil darahmu”
Bohong jika fathir tidak tergiur dengan tawaran nina karna sejujurnya sudah dari tadi ia menahan hasrat untuk tidak menerkam gadis di depannya ini.
Nina kembali maju memberikan lehernya
“Aku tidak akan masalah jika kau mengambilnya sekarang” gadis itu memiringkan kepala.
Lelaki itu memejamkan mata “Kau akan kesakitan”
“Aku akan menahannya” sahut nina.
Perlahan fathir mulai mendekati leher nina menjilatinya sebelum taring tajamnya muncul
Awalnya nina merasa geli dengan jilatan fathir namun rasa geli itu tergantikan saat sesuatu yang keras mulai menusuk ke dalam dagingnya. Nina memejamkan matanya erat-erat, jujur rasanya begitu sakit, fathir benar.
Nina merasa tubuhnya lemah di mana saat fathir mulai mencabut taringnya, pandangan nina menggelap bahkan guncangan fathir di tubuhnya terasa tak berarti apa-apa.
“Nina bangun! Maaf aku seharusnya tak mengambil darahmu sebanyak itu” teriak fathir, di sisa ke sadaran yang mampu nina kuasai gadis itu mengembangkan senyum lembut.
“Setidaknya kita sudah imbang, kau memberiku makan dan aku memberimu makan” setelah itu nina benar-benar tak sadarkan diri.