Setibanya di Rumah Sakit Husada Nuswantara, Rhe dan Galang menemui Damar yang sedang berada di kafetaria. Suasana kafetaria terlihat sepi dan lengang mengingat itu dini hari. Rhe melihat jam tangannya, pukul 3 lewat 20 menit dini hari.
Mereka duduk di hadapan Damar yang terlihat meminum secangkir kopi. Rhe merasa Damar menatapnya dengan sinis. Ia hanya menarik nafas panjang.. Sabar Rhe, sabar.. Ia menenangkan dirinya sendiri.
“Bang..” Galang menyalaminya. Rhe hanya diam dan tersenyum simpul.
Damar menyeruput kopi di hadapannya, “Nanti aku kenalkan pada dokter yang bertanggung jawab. Kita tunggu dokter selesai tindakan. Tadi ada kejadian kecelakaan, jadi IGD mendadak hectic. Ada pasien korban kecelakaan.”
“Clara masih tidak sadarkan diri, dokter bilang ini harus menunggu kekuatan pasien. Aku berharap Clara segera sadar. Ibunya sekarang sedang mendampingi, dan masih shock. Jadi respon dia belum bagus untuk kita tanya-tanya,” terang Damar.
“Bagaimana ceritanya bang?” Galang ingin tau kisah versi Damar. Ia menatap Galang dan melirik sekilas ke arah Rhe, “Sudah sebulan ini kita investigasi peredaran obat-obatan terlarng di industri hiburan. Informan kita menyebutkan kalau Clara Jovanka tahu. Dia pemakai dan langsung mendapatkan dari pengedar dengan nama samaran SHOWMAN. Dia kelas kakap. Sedang kita usut terus..”
“Hari ini, aku menangkap pergerakan tidak biasa dari Clara. Dia biasanya lari pagi mengitari komplek apartemennya. Tapi tidak ia lakukan.. Lalu sekitar pukul 11 lewat 20 menit, CEO Agency nya yang bernama Gavin Haddad dan manajernya yang bernama Ikram Lutfi masuk ke gedung apartemen.”
“Pukul 12 lewat 30 menit, siang hari itu, Ikram keluar dari gedung apartemen dan kembali pukul 2 siang. Sekitar pukul 3 sore, Ikram dan Gavin terlihat pergi mengendarai mobil dari depan gedung apartemen. Kemudian pukul setengah 7 malam seorang lelaki masuk dan keluar pukul 8 lewat 10 malam. Itu tersangka kita. Bagaimanapun, tidak ada yang keluar masuk dalam jangka waktu tersebut.”
“Selanjutnya, pukul 8 lewat 20 malam, manajernya kembali ke gedung apartemen Clara. Selang 5 menit kemudian, aku melihat ada mobil ambulan. Instingku berkata ada yang salah. Aku mengikuti petugas paramedik keluar dari ambulan dan menunjukkan lencanaku. Mereka menjelaskan ada warga apartemen tidak sadarkan diri di apartemen nomor 1211. Aku langsung kaget, itu nomor apartemen Clara Jovanka. Akhirnya aku mengikuti tim paramedik ke apartemennya.”
“Bagaimana situasi di apartemennya bang?” Galang semakin penasaran, ia sambil mencatat beberapa point di notes-nya.
“Kacau.. Untuk ukuran apartemen mewah, entah apa yang terjadi, saat aku masuk ruangan depan tampak berantakan. Ada beberapa porselen pecah.. Dan barang-barang berserakan. Apartemen Clara tidak bisa dulu kita pasang police line karena kerahasiaan kasus ini. Tapi sudah ada tim forensik ke sana dan polisi yang berjaga. Kita tunggu hasilnya. Ini masih masuk jurisdiksi kita untuk mencari barang bukti narkotika.”
“Kembali bicara soal kasus kriminal yang menimpa Clara, aku juga sudah cek ulang cctv dari pagi sampai malam tadi. Dan, aku pastikan tidak ada yang keluar masuk selain yang aku sebutkan tadi. Lelaki berjaket hitam itu, manajernya dan CEO agency-nya. Nanti cek saja, rekaman CCTV lengkap sudah aku serahkan,” Damar menatap Galang dan Rhe bergantian.
“Oh iya, sudah lihat hasil CCTV-nya? Tinggi laki-laki yang keluar dari apartemen Clara sekitar 183 cm, mengenakan jaket hitam dan masker. Jadi wajahnya tidak terlihat jelas.”
“Kita belum lihat semua, kapten baru serahkan semua data barusan sebelum pergi ke rumah sakit,” Galang menjawabnya. “Ada dugaan siapa bang?”
“Aku sudah satu bulan ini memantau Clara. Ada dua lelaki yang dekat dengannya selain CEO dan manajernya. Pertama adalah aktor Nehan Prambudi dan kedua adalah Daniel Ravindra dia pengusaha perhiasan terkemuka. Kalau tidak salah, mereka memang digosipkan ada hubungan. Nanti bisa tanya ibunya…” Damar memaparkan hasil pantauannya.
“Tapi aku tadi iseng googling, Clara Jovanka bukannya bertunangan dengan penyanyi Keenan Latif, kakak dari aktor Damian Latif?” Galang membuka ponselnya dan memperlihatkan isi berita itu pada Rhe dan Damar.
“Hah serius?” Rhe kaget. Ia bertekad untuk bertanya soal ini pada Inka. Sahabatnya itu harusnya tahu. Galang hanya mengangguk, “Ini aku cek ada beberapa media yang menulis soal ini, tapi tidak ada kelanjutannya.”
“A-aku kenal dengan Damian, adiknya. Kalau memang Keenan tunangannya, kenapa dia tidak datang ke rumah sakit?” Rhe sedikit bingung. “Ah, aku coba konfirmasi sebentar.”
Ia beranjak menjauh dari kursi tempat mereka duduk dan menelepon Inka.
Inka, “Halooo.. Ini jam berapa sis..? Oh.. Lagi enak-enak tidur.”
Rhe tersadar kalau ini masih dini hari, “Ah, urgent. Please jujur, apa Keenan Latif bertunangan dengan Clara Jovanka?”
Inka, “Hah? Kamu dengar darimana? Ah abaikan.. Pertanyaanku bodoh, tentu saja kamu bisa tahu darimanapun. Aku langsung bangun ini! Ada apa?”
Rhe, “Please ini rahasia, nanti aku jelaskan. Hanya butuh informasi itu, apa betul Clara Jovanka bertunangan dengan Keenan?”
Inka, “Ini jangan sampai bocor Rhe. Aku tidak mau bilang, tapi karena ini kamu.. Iya mereka bertunangan. Bahkan aku diundang ke rumah Keluarga Latif saat Keenan membawa Clara ke rumah mereka. Please, please, please jangan bilang aku yang cerita ok? Kenapa kamu tanya itu?”
Rhe agak kaget, “Keenan, dimana dia sekarang?”
Inka, “Aku tidak tahu.. Pacaran dengan adiknya tidak berarti aku tahu kegiatan kakaknya..! Ada apa Rhe?”
Rhe, “Aku belum bisa cerita sekarang. Nanti aku hubungi lagi.” Ia menutup telepon itu.
“Informanku bilang kalau berita itu betul. Keenan memang bertunangan dengan Clara. Pertanyaanku, kemana Keenan? Bagaimana mungkin tunangannya mengalami kejadian ini tapi dia tidak ada di sampingnya? CEO atau manajer Clara seharusnya memberitahunya bukan?” Rhe penasaran.
Damar mengerutkan keningnya, “Serius?” Rhe mengangguk. Damar langsung mengeluarkan ponselnya dan googling soal Keenan Latif di ponselnya. Banyak foto Keenan terlihat di layar ponselnya.
“Lelaki ini, apa sama posturnya dengan yang keluar dari apartemen Clara?” Damar memperlihatkan tangkapan layar foto Keenan dan tangkapan layar hasil cctv. Galang dan Rhe memperhatikan kedua foto tersebut.. Ya postur mereka mirip.
Jantung Rhe berdebar kencang.. “Iya postur keduanya mirip.” Galang pun mengangguk.
“Artinya kita temukan satu dugaan tersangka sementara,” Damar mencatat hal itu di notes kecilnya. “Kita datangi dia! Kalau memang ini Keenan, artinya, dia juga pemakai dan mungkin ada informasi yang bisa kita gali soal sosok SHOWMAN yang aku cari.”
“Bang, soal kedekatan Clara dengan Nehan Prambudi dan Daniel Ravindra, itu bagaimana? Maksudnya kedekatan yang seperti apa? Aku agak bingung mengingat Clara sudah bertunangan..” Rhe makin penasaran.
“Aku tidak tahu sejauhmana kedekatan itu. Hanya saja, mereka terbilang sering ke apartemen Clara. Selain itu, beberapa kali aku lihat Daniel menjemputnya di lokasi syuting. Dan Nehan memang lawan mainnya dalam film yang baru saja premiere, jadi cukup sering aku melihat mereka berdua. Tapi, malah sosok Keenan tidak pernah aku lihat. Sebulan ini mengintai, baru mengetahuinya barusan,” Damar menjawab pertanyaannya dengan terus menunduk menatap notes-nya.
Hmm.. Ini mengusik rasa ingin tahunya.. Apa yang terjadi? Apa Clara bermain api dengan banyak lelaki? Tapi untuk apa? Dia sudah memiliki segalanya bukan?
Rhe menatap Damar, “Bang, Clara memang pemakai? Sudah lama?” Ia bertanya hal ini karena ingin menilai kondisi mental Clara. Kalau hakim atau jaksa menilai Clara tidak dalam kondisi baik, artinya bisa jadi bahan pembelaan tersangka nantinya. Selain itu, rasanya tidak percaya aktris sekelas Clara menggunakan narkotika. Ini hal yang membahayakan karirnya. Rhe cukup tahu kalau Clara membangun karir dari nol. Ia mengikuti audisi dari usia 17 tahun dan sekarang usianya mencapai 32 tahun, artinya sudah 15 tahun berkarir.
Damar acuh tak acuh menjawab pertanyaan Rhe, bahkan tidak menatapnya sama sekali, “Seizin ibunya, kita sudah lakukan uji forensik rambut. Tes urine ataupun tes darah hanya mampu mendeteksi zat narkotika kurun waktu paling lama tujuh hari. Sedangkan uji laboratorium rambut mampu memeriksa riwayat pemakaian obat hingga 90 hari ke belakang. Kita lihat nanti hasilnya.”
Ia sedikit kesal melihat ekspresi Damar. Tapi bagaimanapun, Damar seniornya. Ia tidak mau membalas sikapnya. Meski mungkin saja mengkonfrontasinya kalau mereka berdua dan di tempat selain rumah sakit. Menyebalkan!
Tiba-tiba sosok perempuan berbaju suster menghampiri mereka, “Pa, bu, sebentar lagi dokter selesai tindakan. Apa berkenan menunggu di ruang meeting?”
Damar mengangguk, mereka bertiga berdiri mengikuti suster itu menuju ruang meeting.
***
Rhe, Galang dan Damar bersabar menunggu di ruang meeting itu. Rasa kantuk melandanya, Rhe tidak tahan. Memang, dalam dua minggu belakangan, ia terus begadang. Ia dan Galang melakukan pengintaian pelaku percobaan pembunhan dan permpasan di satu kawasan perumahan. Akhirnya mereka berhasil menangkapnya.
Saat sedang ingin tidur, ada urusan Inka soal kencan buta itu dan sekarang kasus ini. Rhe menguap berulang kali, “Aku ke kamar mandi dulu.” Ia ingin mencuci mukanya.
Galang mengangguk dan Damar tidak menjawab apapun. Rhe melangkah memasuki toilet perempuan. Ia menyalakan keran dan mencuci tangan dan mukanya. Lalu berkaca di cermin besar kamar mandi rumah sakit itu.
Rhe melihat wajahnya yang terlihat lelah, matanya dengan lingkar hitam seperti panda. Lalu bibirnya yang terlihat kering. Kulit mukanya jauh dari kata terawat. Ia tersenyum sendiri, betapa beda wajahnya tanpa make up.
Ia mengakui menyukai hasil make up Inka semalam. Sisi perempuannya muncul. Menjadi detektif tidak membuatnya kehilangan taste itu. Kadang saat pergi bersama Inka, ia memoleskan make up tipis. Hal yang tidak ia lakukan saat bertugas menjadi seorang detektif. Profesinya ini tidak membutuhkan penampilan menarik. Kekuatan, kecepatan, cara berpikir dan intuisi itu yang utama.
Rhe hendak mengambil tisu untuk mengeringkan wajahnya, tapi ternyata kosong. Ah, bagaimana lagi, ia memutuskan untuk kembali memasuki ruang meeting rumah sakit, meski wajahnya basah.
Saat melangkah masuk, ia melihat Damar dan Galang sedang berbincang dengan laki-laki tampan yang mengenakan jas dokter. Sepertinya itu dokter yang hendak mereka temui.
Matanya sedikit terhalang dari tetesan air yang membasahi wajahnya. Ia mengelapnya dengan pergelangan tangan, lalu berjalan menghampiri mereka.
Oh tidak! Sosok dokter ini tidak asing..! Rhe membelalakkan matanya dan mulutnya terbuka tanpa sadar. Lelaki itu berdiri dari duduknya dan balas menatapnya dengan kaget.
Tapi dengan tenang lelaki itu mengulurkan tangannya, “Head of Trauma Center, Barra Abrisam..” Dengan tangan basah, wajah basah dari tetesan air dan rambut yang acak-acakan tanpa sempat ia rapihkan, Rhe hanya pasrah menerima uluran tangan itu, “Detektif Kriminal Tim 1, Rhea Adhisti.”