Keesokan harinya di Jakarta.
Pagi ini terasa berbeda, Selena tidak melihat ada Devan di sekitar apartemennya. Matanya mencari Devan tapi ternyata pria itu memang tidak ada di sana. Selena hanya tersenyum miris pada dirinya sendiri.
Benarkah Devan sudah tidak peduli lagi padanya?
Ada perasaan sakit dalam hatinya yang dia sendiri tidak mengerti kenapa bisa merasakan hal tersebut.
Selena sudah tiba di kantor dan mendengar suara Devan yang sepertinya sedang marah lalu melihat Andi keluar dari ruangan Devan. Wajah Andi juga tidak seperti biasanya tapi terlihat seperti tertekan, Selena penasaran dengan apa yang terjadi.
"Ndi– Andi," panggil Selena dengan suara pelan.
Andi melihat Selena.
"Ada apa kok tuan Devan marah - marah?" tanya Selena masih dengan suara pelan.
"Hari ini jangan mencari masalah dengan tuan Devan," jawab Andi dengan suara pelan juga.
"Kenapa?"
"Hari ini hari peringatan meninggalnya ibu, tuan Devan."
Selena terdiam, dia mengerti mungkin Devan sedih mengingat mengingat hal tersebut.
Tanpa terasa waktu makin siang, tak ada staf yang mengantarkan berkas apapun ke lantai 18. Andi sudah mengintruksikan kalau Devan sedang tak ingin di ganggu untuk alasan apapun.
"Andi ga makan siang?" tanya Selena.
"Seperti aku harus makan dengan baik mulai hari ini. Ayoo kita makan siang di kantin karyawan," ujar Andi dengan semangat.
"Tapi, tuan Devan bagaimana?"
"Tidak usah khawatirkan tuan Devan, jam makannya berbeda dengan kita."
Selena dan Andi makan siang bersama, ada beberapa karyawan melihat mereka. Ada tatapan suka dan ada yang tak suka, Selena tidak mempedulikan hal tersebut. Dia malah penasaran apa yang terjadi pada Devan.
"Andi, aku mau bertanya" ujar Selena.
"Menanyakan apa?"
"Hmm, ga jadi deh,"'ujar Selena ragu.
"Kenapa? pasti penasaran tentang tuan Devan yaa," kata Andi yang seakan mengerti apa yang ingin di tanyakan Selena.
Selena hanya diam, dia bingung harus berkata apa lagi.
"Selama 5 tahun ini aku jadi sekretaris dan asisten pribadi tuan Devan, setiap hari kematian ibunya tuan Devan selalu seperti ini. Kehidupan tuan Devan itu tidak indah seperti orang bayangkan, ayahnya pergi meninggalkan tuan Devan dan ibunya sewaktu tuan Devan masih kecil," ujar Andi.
"Lalu..."
"Ibunya meninggal saat tuan Devan berumur 5 tahun. Menurut gosip - gosip yang aku dengar katanya dulu ayah tuan Devan itu hanya karyawan biasa di perusahaan Johanson dan ibu tuan Devan anak pemilik Johanson Group. Ibu tuan Devan hamil jadilah mereka di nikahkan."
"Wah seperti di drama - drama yaa. Cinta tak direstui orang tua. Eeh, iya ibunya tuan Devan kenapa meninggalnya? Lalu kenapa ayah tuan Devan meninggalkan keluarganya?" Selena semakin penasaran tentang Devan.
"Aku tidak tahu secara pasti yang aku tau, Debby Johanson meninggal dengan keadaan mengenaskan. Setelah ibunya meninggal kakek dan nenek tuan Devan dibesarkan oleh kakek dan neneknya. Sungguh tragis hidup tuan Devan," kata Andi dengan prihatin.
"Lalu, kemana ayah tuan Devan?"
"Katanya ayah tuan Devan pergi dengan perempuan lain lalu kecelakaan dan meninggal dunia. Kamu pasti tak mengerti karena mempunyai keluarga yang lengkap."
"Aku mengerti."
"Kamu mengerti? Bagaimana mungkin kamu bisa mengerti," kata Andi penasaran.
"Rahasia," jawab Selena dengan tersenyum tipis.
Selena sangat mengerti keadaan Devan, dia hanya anak angkat keluarga Handoko. Devan beruntung memiliki kakek dan nenek yang menjaga dan membesarkannya, sedangkan dia berada di panti asuhan dari kecil. Orang tua kandungnya sudah meninggal karena kecelakaan saat dirinya masih kecil.
********
Devan berada di kantor melihat foto nya bersama Debby ibunya saat dia berumur 5 tahun. Masih terekam jelas dalam ingatannya, bagaimana ayahnya pergi dari ibunya dan menyebabkan ibunya memilih untuk mengakhiri hidupnya sendiri.
Flashback
Malam sebelum Debby mengakhiri hidupnya, Debby menangis sendirian. Ini semua memang kesalahannya. Dia pergi ke club malam lalu mabuk dan diperkosa oleh beberapa pria yang dia sendiri pun tak tahu siapa yang telah memperkosa dirinya.
Debby hamil! Akibat pemerkosaan tersebut.
Untuk menutupi aib keluarga Johanson. Orang tua Debby, James dan Marlina Johanson menikahkan Debby dengan Theo seorang karyawan biasa di Johanson Group.
Pernikahan yang awalnya tanpa cinta dan terpaksa menimbulkan rasa cinta di hati Debby tapi berbeda dengan Theo. Theo tidak pernah mencintai Debby, setelah beberapa tahun mereka menikah ternyata Theo menikah lagi dengan wanita lain. Debby mengetahui hal tersebut merasa sakit hati, tapi dia tak bisa berbuat apapun.
Saat Theo memiliki seorang anak dari wanita yang dia cintai Debby juga hanya diam. Baginya yang penting Theo selalu pulang ke rumah dan menjadi istri sah Theo itu sudah lebih dari cukup.
Batas kesabaran Debby memuncak di batas kesabarannya, dia sangat marah saat melihat anak perempuan Theo yang berumur 3 tahun di bawa ke rumahnya. Apa lagi dia melihat Devan bermain bersama anak Theo.
"Apa yang kamu lakukan Theo!! Kenapa kamu membawa anak perempuan jalang itu ke rumah kita dan lihat anak itu bermain dengan Devan. Cih, ibu dan anak tidak tau malu, ingin merebut apa yang bukan miliknya," kata Debby dengan tidak suka melihat anak Theo.
"Anak itu bernama Amira. Amira adalah anak kandungku dengan wanita yang aku cintai dan Devan bukan anakku, Debby! Asal usulnya saja tidak jelas," ujar Theo dengan marah.
Theo pergi membawa anaknya dari rumah Debby.
Saat Theo pulang ke rumah, mereka bertengkar.
"Tinggalkan wanita itu Theo atau kamu akan menyesal. Aku bisa menyuruh papaku untuk tidak memberikan kamu uang lagi," ancam Debby.
"Silahkan Debby!! Aku tak butuh uang dari keluarga Johanson. Aku sudah tersiksa dengan tekanan keluargamu. Aku ingin kita bercerai."
"Theo... Theo maafkan aku, aku akan diam seperti dulu. Aku mohon jangan tinggalkan aku Theo."
Suara pertengkaran orang tuanya membuat Devan yang masih berumur 5 tahun ketakutan apa lagi dia mendengar ibunya berkali-kali memohon dan menangis, dia berada di balik selimut menutup telinganya. Devan sangat ketakutan.
"Mama ... mama," ujar Devan menangis.
Sementara itu Debby masih memohon pada Theo agar tidak pergi dari dia dan Devan.
"Theo, aku mohon jangan tinggalkan aku, Theo," ujar Debby memohon pada Theo suaminya.
"Aku sudah lelah bersamamu Debby!! Aku juga punya keluarga sendiri," ujar Theo.
"Aku mohon demi anak kita, Theo."
"Bukan anakku, tapi anakmu. Aku terpaksa menikahimu karena papa mu memohon padaku untuk menyelamatkan aib keluargamu! Uang yang diberikan oleh James Johanson akan aku kembalikan semuanya, ini buku tabunganku. Uang yang selama 5 tahun ini tidak pernah aku gunakan sepeserpun."
"Theo ... Theo aku mohon jangan pergi, papa ku akan membayarmu lebih. Aku mohon Theo jangan pergi, aku mencintaimu, Theo."
"Tapi, aku tidak mencintaimu. Anak dan istriku membutuhkan aku. Maafkan aku, Debby Johanson," ujar Theo lalu meninggalkan Debby begitu saja.
Debby merasa terpuruk dan menangis sendirian didalam kamar, dia tak sanggup kehilangan Theo. Debby menghapus air matanya, dia masuk ke kamar Devan dan melihat putranya berada di balik selimut dengan ketakutan.
"Devan, ini mama sayang, jangan takut lagi yaa," ujar Debby dengan lembut.
"Mama ... mama jangan menangis, kalau papa pergi mama dengan aku saja," ujar Devan memeluk Debby.
"Iya sayang ... mama akan selalu berada bersama Devan. Menemani Devan dan akan selalu ada untukmu nak."
"Mama janji."
Debby dan Devan saling mengkaitkan jari kelingking bersama.
"Sekarang Devan tidur yaa." Debby mencium dahi Devan dan menyelimutinya.
Setelah memastikan Devan tidur Debby kembali ke kamarnya. Debby merasa hidupnya hampa tanpa Theo, Debby memutuskan mengakhiri hidupnya dengan mengiris urat nadi di dalam kamar.
Flashback off
Devan menangis mengingat kematian ibu kandungnya. Theo Angkasa, nama itu tidak akan pernah dia lupakan sampai kapan pun, tapi sayangnya belum sempat Devan membalaskan dendamnya, Theo berserta keluarga sudah meninggal. Devan masih mengingat nama anak Theo, Amira Putri Angkasa.
"Seandainya kamu masih hidup Amira ... aku akan dengan senang hati menyiksamu," ujar Devan dengan penuh dendam.
******
Rudi, asisten Marlina nenek Devan memberikan data - data tentang seorang wanita. Marlina membaca data tersebut, dia terkejut anak Theo yang selama ini menghilang ternyata masih hidup dan di besarkan di panti asuhan.
"Jadi dia anak itu," ujar Marlina dengan terkejut.
"Iya bu," Jawab Rudi.
"Bu, bagaimana kalau tuan Devan tau kalau anak Theo Angkasa masih hidup dan—"
"Kamu boleh keluar, aku akan memikirkannya lagi," Marlina memotong perkataan Rudi.
"Baik bu."
Setelah Rudi pergi, Marlina teringat semua yang terjadi. Dia menangis, ada perasaan bersalah dalam hatinya. Seandainya saja dia melarang James suaminya membuat Theo kecelakaan tentu gadis yang bernama Amira tidak akan berakhir di panti asuhan.
"Kenapa harus kamu ... Apakah ini saatnya aku menebus dosa - dosaku," ujar Marlina menangis memegang dadanya.
***********