Part 21

1180 Kata
1 bulan kemudian... Selena melihat ponselnya, dia ingin melihat apakah ponselnya ada notifikasi dari Devan. Tapi yang diharapkannya tidak juga memberi kabar, dia menyesal sewaktu di Bali mengucapkan kata - kata yang menyakiti perasaan pria tersebut. Tiba - tiba dia merasa mual dan segera berlari ke kamar mandi, memuntahkan segala isi didalam lambungya. Selena merasa sangat lelah, badannya terasa lemas, frekuensi muntah - muntahnya semakin menjadi - jadi. Dia mual dan merindukan Devan, dia sudah tidak bertemu dengan Devan selama satu bulan lamanya. Andi juga tidak ada, Andi mendampingi Devan yang berada di Singapura. Dia yakin Devan sengaja ke Singapura untuk menghindarinya. Selena berangkat kerja walau dia sendiri pun tidak tahu harus mengerjakan apa. Dia memang sekretaris Devan, tapi mungkin lebih tepatnya hanya sebagai pajangan tanpa Selena ketahui kalau Devan tetap mengawasi dirinya melalui cctv kantor yang terhubung dalam table nya. Selena memainkan ponselnya, dia terlalu lelah hanya berdiam diri. Kepalanya pusing dan dia berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan semua isi dalam perutnya. Devan yang berada di Singapura mengetahui hal tersebut merasa cemas dengan keadaan Selena. Devan memanggil Andi. "Andi, apa kamu tau teman Selena siapa saja di kantor?" tanya Devan. "Saya tau tuan." "Suruh temannya untuk melihat keadaan Selena di lantai 18." "Baik tuan." Andi keluar ruangan Devan, dia tersenyum-senyum sendiri. Devan hanya terlihat tidak peduli pada Selena walau sebenarnya sangat memperhatikan Selena. Andi menghubungi divisi keuangan setelah itu dia memberikan kabar pada Devan. "Tuan perintah anda sudah saya lakukan, temannya akan ke lantai 18," ujar Andi. "Temannya laki-laki atau perempuan?" tanya Devan ingin tahu. "Temannya laki-laki apa perempuan yaa, jadi bingung sendiri," ujar Andi dengan sengaja menggoda bos nya. "Kenapa ga sekalian kamu bilang temannya banci!! Kamu ini sudah bosan untuk hidup bilang saja padaku. Aku dengan senang hati akan meringankan bebanmu itu," kata Devan dingin. "Tuan, anda pasti tau kalau saya ini sekretaris dan asisten anda yang paling setia loh, hidup anda akan kesepian tanpa saya. Saya lah yang anda butuhkan bukan orang lain," ujar Andi dengan percaya diri. ~~Pletak Devan melempar buku ke kepala Andi. "Tuan, anda melakukan kekerasan dalam rumah tangga, eeh perkerjaan, itu melanggar hukum tuan," ujar Andi memegang kepalanya sambil meringis kesakitan. "Jika aku memenggal kepalamu baru itu melanggar hukum, lihatlah kepala mu aja masih utuh. Apa mau kepalamu itu copot dari tubuhmu," Ancam Devan dengan tersenyum licik melihat Andi. "Ga tuan ... saya masih sayang kepala ini dan jangan di copot dulu tuan saya masih jomblo akut tuan. Apa anda tega melihat saya mati sebagai perjaka tuan?" "Andiii! keluar dari ruanganku, aku bisa mati muda mendengar bacotanmu," teriak Devan kesal. Andi dengan secepat mungkin meninggalkan ruangan Devan. Dia merinding sendiri dengan ancaman sambil wajahnya tersenyum padanya, walau dia yakin Devan tidak akan mungkin sekejam itu dirinya. ********** Riana sudah berada di lantai 18, dia melihat Selena duduk di meja sekretaris dengan wajah pucat. Riana khawatir melihat Selena, dia pun mendekati Selena. "Len ... Lena," panggil Riana. "Eeh, Riana kenapa kamu kesini?" tanya Selena. "Kamu baik-baik aja? Kita ke rumah sakit yaa." "Aku baik - baik aja kok Riana, nanti minum obat aku sembuh. Aku akhir - akhir ini memang sering mengalami muntah - muntah dan mual." "Kita ke rumah sakit yaa, periksa keadaanmu," ajak Riana lagi. "Nanti saja kalau keadaanku tidak membaik baru kita kerumah sakit." Riana merasa kasihan pada Selena, dia tadi di hubungi oleh Andi sekretasi Pak Devan. Dari suara di telepon terdengar kalau Andi mengakhwatirkan keadaan Selena, dia yakin Selena memiliki hubungan spesial dengan Andi. "Kamu kenapa bisa kesini Riana?" tanya Selena lagi. "Tadi pak Andi menghubungiku dan menyuruhku untuk melihat keadaanmu. Hmm apa kamu memiliki hubungan dengan pak Andi?" tanya Riana dengan penasaran. "Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan pak Andi. Pak Andi hanya baik padaku sebagai rekan kerja aja." "Tapi Len, pak Andi juga tampan walau tidak setampan tuan Devan sih, tapi pak Andi pria yang ramah dan memiliki pesona yang berbeda. Aku aja dulu sempat terpesona pada pak Andi," ujar Riana memuji Andi. Selena hanya menyunggingkan bibirnya, Andi memang baik, tapi tetap saja Devan yang ada di dalam pikirannya. "Pak Andi dan tuan Devan lebih tua siapa sih? Kayaknya tua pak Andi yaa, tapi dia memang mempesona sih... Mengharapkan tuan Devan bagiku terlalu tinggi, tapi bisa bersama pak Andi pasti suatu anugerah dan aku pasti tidak akan menolah anugerah tersebut, ga baik menolak rekeji, hahaha." Riana terkekeh sendiri mengingat Andi. "Hayoo, kamu punya hubungan apa dengan pak Andi, katakan lah padaku jangan malu-malu." Riana semakin penasaran hubungan Selena dan Andi. "Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Andi." "Ayoolah jangan bohong, udah sebut-sebut namanya dengan Andi tanpa embel-embel Pak, aku yakin kamu punya hubungan dan aku merestui hubunganmu dengan pak Andi dan pak Andi itu." Selena memegang kepalanya yang sangat pusing, dia tidak lagi bisa mendengarkan perkataan Riana yang masih terus membicarakan tentang Andi. Selena merasakan sekelilingnya seakan berputar, kepalanya sangat pusing. Selena menutup matanya dan tidak sadarkan diri di samping Riana yang masih terus membicarakan tentang Andi. "Len, kamu kok diam aja." Riana melihat Selena yang pingsan di samping. Riana sangat panik dan segera menghubungi pihak keamanan untuk mengangkat tubuh Selena ke rumah sakit. Saat perjalanan ke rumah sakit Riana menghubungi Andi, mengabarkan tentang keadaan Selena Andi yang berada di ujung telepon, sangat kaget mendengar Selena pingsan dan di bawa ke rumah sakit. Dia harus memberitahukan tuan Devan tentang keadaan Selena. "Tuan, maaf mengganggu," ujar Andi dengan tergesa-gesa. "Ada apa Andi?" tanya Devan yang matanya masih tertuju pada dokumen-dokumen diatas meja kerjanya. "Selena eeh salah bu Selena pingsan di kantor tuan dan sekarang menuju rumah sakit." Andi melapor dengan keadaan Selena pada Devan. "Siapkan private jet ku, kita kembali ke Jakarta," ujar Devan dengan khawatir keadaan Selena. "Baik tuan," jawab Andi dengan patuh. 3 jam kemudian... Devan menyuruh Andi untuk melajukan mobilnya secepat mungkin untuk ke rumah sakit. Menurut kabar yang Andi katakan kalau Selena harus rawat inap di rumah sakit karena keadaannya yang begitu lemah. Riana menemani Selena yang hanya terdiam terpaku saat mendengarkan dokter mengatakan kalau dia sedang hamil 6 minggu. Dia hanya berhubungan intim dengan Devan dan anak yang dia kandung adalah anak Devan. "Aku keluar sebentar yaa Len, aku mau beli cemilan dulu," ujar Riana. Riana mengetahui tentang keadaan Selena yang sedang hamil dan dia merasa sangat kasihan pada Selena. Dia yakin kalau Selena hamil dengan Andi dan sekarang Andi sedang menuju ke sini berlari bersama tuan Devan ke arah nya. "Dimana Selena? Apa dia baik-baik saja," ujar Devan dengan raut wajah khawatir. "Di dalam tu–tuan," jawab Riana bingung. "Andi, berikan dia bonus 20% bulan ini karena sudah membantu Selena." Devan memberikan perintah pada Andi. "Baik tuan." Devan lalu masuk ke dalam ruang rawat Selena. Riana tertegun dengan mulut terbuka, dia tidak percaya dengan apa yang dilihat dan didengarnya. Devan Johanson mengkhawatirkan Selena? Riana menggelengkan kepalanya seharusnya yang khawatir itu Andi bukan Devan. Apa jangan-jangan Selena sedang hamil anak Devan Johanson?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN