13.Tidak Tepat

1217 Kata
"Jangan datang, sekarang, Arsen. Ada Rion." "Oh, aku justru ingin menyapanya." "Tidak," "Luna, dia anakku." "Aku tahu, beri aku waktu," "Tsk, kamu egois," "Aku selalu egois, ingat itu," kata Arsen yang memperingatkan Luna. Luna mencoba menolak keinginan Arsen untuk bersamanya malam ini. Luna terkejut ketika Rion menghampiri Ibunya yang saat ini sedang berkeringat dingin karen Rion datang secara tiba tiba saat Luna sedang menerima sambungan telfon dari Arsen. Ntah mengapa Arion dan Arsen selalu membuat Luna merasakan keringat dingin akibat ulah mereka berdua. "Ibu, aku haus. Aku mau minum" ulang Arion, membuat Luna terkesiap dan segera beralih ke dapur untuk mengambil segelas air untuk putera semata wayangnya. Arion yang melihat tingkah kikuk sang ibu, hanya bisa mengangkat kedua bahunya. Luna segera mengantarkan apa yang diminta sang buah hati. Menutupi kegelesihan yang dia sembunyikan. "Ibu, Arion besok mau berangkat sekolah diantar Ayah Derik, boleh?" "Em.... Besok Ibu yang antar Arion. Ibu besok berangkat siang. Kebetulan klien Ibu minta jadwal meetingnya setelah jam makan siang. So, Ibu punya banyak waktu sama Arion. Termasuk jemput Arion pulang sekolah" jelas Luna, "Tapi Arion mau main sama Ayah Derik." kata Arion keras kepala, "Arion gak kangen Ibu?" tanya Luna sensi, "Ih... Apaan sih Ibu, Ibu aja gak kangen Ayah Derik!" Protes Arion, "Em sayang, Ayah Derik pasti sibuk, dia juga memiliki kesibukan di tempat kerjanya. Dari dulu Ibu kan sudah bilang, Arion boleh anggap beliau sebagai sosok seorang ayah, tapi dia bukan..." Belum juga Luna selesai berbicara, Arion segera masuk ke dalam kamarnya. "Ibu jahat! Ayah Derik janji mau bawa kucing untuk Rion, Rion ingin seorang ayah!" Sentak Arion, membuat Luna melongo. Astaga, yang dia pusingkan ternyata hanya sebuah panggilan bagi anaknya. Bukan kedudukan seorang ayah dalam kehidupan nyata. Bagaimana bisa Luna memikirkan hal serumit ini pada anak yang usianya masih belum genap enam tahun! Luna hanya bisa menggelengkan kepalanya, merasa bodoh dengan dirinya sendiri. Percuma saja dia berdebat dengan Arsen ataupun Derik untuk masalah ini. Karena solusinya tidak semudah itu, tidak perlu berbelit-belit. Luna menghembuskan nafasnya, dia lega telah menemukan solusi atas semua permasalahan yang terjadi karena keegoisan dari dirinya sendiri. Luna segera masuk ke dalam kamarnya. Melupakan sesuatu yang belum Luna putus. "Aku seperti lupa sesuatu, tapi ..... Apa ya?" Tanya Luna sembari membuka satu persatu kemeja yang dia gunakan. Dia melupakan sosok buaya jantan yang sedang menikmati aksinya membuka satu persatu pakaiannya yang kini telah berganti gaun tidur berwarna hitam yang melekat di tubuhnya. Ya, Arsen menelfon untuk meminta persetujuan Luna untuk masuk ke dalam kamar Luna, mengingat balkon kamar mereka bersebelahan, dan membuat Arsen dengan mudah masuk ke dalam ruang pribadi Luna, wanita yang kini menjadi kekasihnya. Saat Luna berbalik, dia membelalakkan matanya. Melihat Arsen dengan santainya duduk di sofa sambil tersenyum manis menikmati pertunjukan yang Luna suguhkan. Luna menahan urat malunya, menahan diri untuk tidak mengumpat atau berteriak. Dia tidak ingin menimbulkan kegaduhan yang disebabkan oleh dirinya sendiri. Arsen menghampiri Luna, membuat Luna berangsur mundur dan terduduk di ranjangnya. "Kamu sengaja menggoda aku?" tanya Arsen tepat di cuping telinga Luna, deru nafas Arsen yang tak bisa menahan hasratnya membuat Luna merasakan hawa panas di telinganya. "Ng- Aku....." "Kamu sangat cantik malam ini" kata Arsen sembari mengecup daun telinga Luna, membuat Luna mengeratkan pegangan tangannya di bedcover miliknya. "Kamu mau apa?" tanya Luna takut, "Aku? You know what do you want, Luna." kata Arsen yang kini beralih ke leher jenjang kekasih hatinya. "Emmm... Gini, aku gak ada maksud untuk menggoda kamu, Arsen. Aku tidak tahu kamu ada di dalam kamar aku, please, dengarkan aku dulu!" Kata Luna sembari menahan bibir Arsen yang mengecup lenjer jenjangnya. "Ah... , It's Okay, aku nggak masalah. Aku tidak berasumsi kamu sedang menggoda aku," kata Arsen yang kini menurunkan satu tali hitam tipis dari tempatnya. Dengan cekatan Luna menghentikan tangan Arsen. "Please... Ada Arion...." rengek Luna, "Asalkan aku boleh bermalam di sini, semua aman" kata Arsen tersenyum penuh kemenangan, "Njir... Kamu ngancem aku, Arsen!" umpat Luna, yang dihadiahi dengan sebuah lumatan di bibirnya "Bibir kamu jangan dibuat mengatakan hal buruk, aku jadi gatal untuk melumatnya," kata Arsen, "Karena kamu setuju aku bermalam di sini, aku dengan senang hati berbagi ranjang dengan kamu" katanya, "Wait, aku tidak bilang begitu. Aku tidak pernah mengatakan hal itu. " sanggah Luna, "Apa? Kita bercinta di sofa? Dengan senang hati" goda Arsen, membuat wajah Luna merah padam. "Kamu beneran kurang ajar!" Omel Luna, "Aku gak kurang ajar, Sayang. Aku hanya sedang bernegosiasi dengan kamu, aku ingin kita menikmati malam ini bersama, terlebih kamu sibuk dengan pekerjaan kamu akhir akhir ini, kamu dengan sengaja mengabaikan aku, Luna...," "Terserah kamu aja! Capek ngomong sama kamu!" kata Luna sembari beranjak ke atas tempat tidurnya. Luna mendengus kesal. Dia menarik selimutnya kasar, membenamkan dirinya dalam selimut. Ranjang tempat tidur Luna bergoyang, menandakan Arsen yang naik ke atas tempat tidur, tepat di samping kanan sisinya. Berada di belakang tubuh Luna, sosok tangan kekar Arsen membelit tubuh Luna. Membuat Luna menegang merasakan kejantanan Arsen yang berada dalam posisi bersedia. "Jangan mulai, aku mau tidur!" Kata Luna seraya menjauhkan diri. Namun niatnya tidak berjalan dengan baik karena Arsen menahannya di dalam kungkungan tubuh kekarnya. "Oke, kita tidur." "Lagian ngapain juga pakai telanjang d**a gitu tidurnya? Cuma pakai boxer lagi!" Protes Luna, "Kamu genit, kamu pasti melihatnya?" goda Arsen, membuat wajah Luna merah padam. Luna menggigit bibir bagian bawahnya. Menahan malu akan kelakuannya yang secara sengaja memperhatikan setiap lekuk tubuh Arsen. Ntah mengapa setiap bersama dengan Arsen dalam kondisi seperti ini otak dan hatinya tidak pernah sejalan. Arsen terlalu indah untuk dia abaikan, atau gairahnya yang tidak bisa terkontrol. Tangan Arsen mulai turun, bergerilya nakal di paha dalam Luna. Mengelus pelan, meresapi halusnya kulit putih kekasihnya. "Jangan mulai!" ancam Luna, "Jangan teriak! Nanti Arion bangun" kata Arsen sok memperingatkan namun tangannya masih bergerilya di paha dalam Luna. Membuat Luna mencubit roti sobek Arsen. "Aish... Kenapa di cubit sih, diremas kek, dibelai kek!" Omel Arsen, "Ssst... Jangan berisik, nanti Arion bangun" kata Luna yang membalas ucapan Arsen beberapa detik yang lalu. Arsen kesal dengan ulah Luna, dia segera membalik posisi badan Luna kemudian menindih Luna. Arsen tersenyum penuh arti, mengambil alih keadaan. Melumat bibir Luna, dan menahan kedua tangan Luna. Luna sekuat tenaga mencoba memberontak, bukan karena tidak ingin. Tapi rasa egonya masih besar dan dia belum siap untuk bersama dengan Arsen kembali. Arsen terus memberi serangan pada bibir Luna, menggigit bibir Luna dan membuat Luna mengerang. Arsen mengambil kesempatan itu untuk mengabsen gigi Luna dan menukar saliva mereka. Nafas keduanya saling menggebu, Arsen seger melepas kedua tali tipis yang berbentuk pita di bahu Luna membiarkan buah d**a Luna menyembul sempurna dari balik gaun tidurnya. Arsen tak henti-henti meraupnya secara rakus. Membuat Luna menahan erangan dan menggenggam erat tiang penyangga tempat tidurnya. Sudah terlambat kata untuk berhenti, Arsen sudah menguasai dirinya. Luna hanya bisa pasrah, ketika lubang kenikmatan miliknya bersatu bersama kejantanan Arsen. Tidak ada penolakan karena mereka melakukan hal itu atas dasar suka sama suka. Dan untuk kesekian kalinya, rasa arogan dalam diri Luna melebur dengan gairah cinta mereka berdua. Lenguhan terdengar tatkala Arsen mendapatkan kepuasan dari milik Luna, kini Arsen semakin tergila-gila akan pesona kekasih hatinya, dan dia berjanji Luna akan kembali di sisinya bersama Arion. Arsen akan menjerat Luna dengan caranya. Arsen tidak ingin membuat Luna menjauh, dan dekat dengan pria lain, baik itu Shaka atau Derik, tsk, Arsen tak suka akan hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN