Mendekat

1052 Kata
Arsaka menunggu kehadiran anak laki-laki yang pernah dia temui di bandara beberapa hari yang lalu, anak dari wanita yang dia cintai 4 tahun yang lalu. Sepertinya dewi fortuna sedang berpihak kepada Arsaka, karena dia bisa bertemu dengan anak laki-laki yang tampak familiar dengan Arsaka, "Hai!" sapa Arsaka yang membuat Arion, menatap pria yang tampak tak asing di matanya. Sayangnya, Arion mengabaikan Arsaka dan membuat Arsaka mengejar langkah Arion,"kamu melihatku, tapi malah menghindar, bukankah itu terlihat tidak sopan?" tanya Arsaka yang mencoba menarik perhatian Arion. ".." Arion membungkam mulut mungilnya dengan manis, dia berhasil mengabaikan Arsaka dan duduk dengan manis di kursi taman yang berada di dalam rumah sakit, "Nama kamu siapa?" tanya Arsaka yang mencoba membangun suasana hangat antara dirinya dan Arion, lagi-lagi Arsaka harus menelan pil pahit karena Arion belum bergeming, "Aku punya mainan, apa kamu mau?" rayu Arsaka sembari memberikan kotak berwarna biru bergambar robot. Usaha Arsaka tampak tak sia-sia, saat ini Arion menunjukkan ketertarikannya dengan berdiri di hadapan Arsaka, membuat Arsaka mensejajarkan tinggi badannya dengan Arion. "Kenapa Om mendekati aku secara agresif? Apa Om ingin menculik aku?" tanya Arion polos, "Apa wajah Om seperti seorang pencuri?" tanya Arsaka yang menunjuk dirinya sendiri, membuat Arion menggelengkan kepala, Arsaka tersenyum melihat bocah kecil yang terlihat menggemaskan itu. "Tidak, Om terlalu tampan untuk menjadi seorang pencuri," jawab Arion tanpa mengalihkan pandangannya dari kotak bergambar robot yang berada di tangan Arsaka. "Apa kamu menginginkan mainan ini?" "Ya," "Kalau begitu, kamu bisa mengambilnya," kata Arsaka yang membuat Arion tampak berbinar-binar, namun keinginan Arion harus pupus ketika Keysa memanggil nama bocah tampan itu, "Arion!" panggil Keysa yang membuat tangan Arion menggantung di udara, namun bocah kecil itu segera menyembunyikan kedua tangannya di balik tubuh mungilnya,"Bunda, dari tadi cari kamu di playground, ternyata kamu ada di sini. Kamu mau membuat Bunda menangis?" tanya Keysa dengan tangan yang berada di atas pinggang. Arion menundukkan wajahnya, kemudian menghampiri Keysa yang berada tidak jauh dari Arion berdiri, mengabaikan Arsaka yang kini menatap interaksi di antara mereka. Arsaka dibuat bingung oleh ucapan Keysa, bukankah bocah itu anak dari Luna? "Maaf," "Tsk, lain kali jangan lakukan hal seperti ini, Bunda bisa habis terbakar amarah mama kamu," tegur Keysa yang membuat Arsaka prihatin dan menghampiri Keysa, "Maaf, sepertinya ini salah saya, saya-" "Memang salah kamu, kamu menarik perhatian anak saya dengan mainan itu. Kamu pikir, saya tidak mampu membelikan anak saya mainan seperti itu? Kamu datang di saat yang tidak tepat Tuan Arsaka. Simpan rasa penasaran anda kepada anak ini, karena Luna sudah menikah dengan orang lain. Jangan ganggu kebahagiaan Luna lagi, cukup dia menderita karena ulah keluarga kalian," potong Keysa yang membuat Arsaka tertegun di tempatnya. Keysa segera membawa Arion pergi dari hadapan Arsaka. Sikapnya yang tegas berbanding terbalik dengan hatinya yang kalut karena membuat Arion bertemu dengan Arsaka, kakak dari ayah bocah yang mewarnai hari-hari Keysa di rumah sakit. * Sementara itu, Luna harus menelan pil pahit karena dia lagi-lagi harus bertemu dengan Arsen sang pemilik apartement yang tinggal tepat di sebelah unit apartment Luna. "Ada apa?" "Kenapa kamu meletakkan note di depan pintu unit apartement aku?" tanya Luna tanpa basa-basi, note yang Luna maksud kini berada di hadapan Arsen, "Aku hanya mengemukakan hak aku sebagai penghuni yang tinggal di lantai yang sama dengan kamu. Kalian sangat berisik di pagi hari," "Kenapa kamu tidak cari hunian baru saja? Bukankah kamu mampu membeli tempat lain?" tanya Luna sarkas, "Kamu bisa mengadukan aku jika kamu mau, hanya saja saat ini aku sedang sibuk," jawab Arsen sembari menutup pintu unitnya dengan keras. "Astaga! Apa dia tidak bisa berubah?" tanya Luna yang mulai frustasi dengan Arsen. Arsen menutup pintu dengan keras, rasa penasaran yang bergelayut di hatinya jauh lebih besar dari sekedar rasa ego yang menghiasi hati Arsen selama 4 tahun terakhir. Tidak ada yang bisa menebak hati manusia, semua terjadi begitu saja ketika tanpa disengaja Arsen mendengar tentang kehidupan Luna dari editornya. Arsen melakukan hal yang terduga di dalam hidupnya membeli sebuah unit apartement yang berada di samping rumah Luna. Arsen ingin mengetahui kebenaran ucapan editornya, dia tidak ingin kehilangan lagi. Jika yang dikatakan editornya benar, maka Luna tidak akan dengan mudah lepas dari genggaman Arsen. ** Luna meletakkan sarapan untuk puteranya, tampak Arion melahap sereal yang tersaji di hadapannya dengan lahap. Bahkan mangkok kecil milik Arion nyaris kosong. "Sayang, makan pelan-pelan, Ibu tidak mau kamu tersedak," "Arion telat berangkat ke sekolah, Ibu," rengek Arion, "Ibu sudah mengingatkan kamu semalam, tapi kamu keras kepala dan minta Ibu untuk membacakan cerita untuk kamu," tegas Luna, "Maaf," sesal Arion yang menyeka mulut kecilnya dengan sehelai tissu,"Lion tidak bisa tidur," aku Arion yang membuat Luna merasa gemas dengan malaikat tak bersayap yang berasal dari dalam perutnya. "Ibu maafkan, nanti siang Ibu jemput Arion di sekolah. Jangan pulang dengan siapapun sampai Ibu datang," pinta Luna, "Ya," sahut Arion yang menatap netra sang ibu. Luna tersenyum melihat kepatuhan putera kesayangannya. "Anak baik," puji Luna sembari mengacak rambut Arion penuh kasih sayang, membuat Arion mengerucutkan bibir mungilnya di hadapan sang ibu. Setelah sarapan bersama, Luna menggenggam tangan Arion dan segera keluar dari unit apartement mereka. Namun, tak disangka mereka berdua bertemu dengan Arsen. Detak jantung Luna tak beraturan, Luna tidak berharap, hari ini terulang, namun siapa yang akan mengira jika Luna akan mengalami hal ini setiap hari di masa depan. "Bu, siapa dia? Kenapa menatap kita seperti itu?" tanya Lion yang membuat Luna terkesiap, "Dia tetangga baru kita, beri salam, Nak," pinta Luna yang membuat Arion meraih tangan Arsen dan mengecupnya. Arsen tampak kikuk, dia mengelus surai bocah yang berusia 4 tahun itu dengan kaku. Arsen mensejajarkan tubuhnya dengan Arion, "Siapa nama kamu?" "Arion, panggil saja Lion." jawab Arion yang memamerkan rentetan gigi putihnya, "Ah,begitu, baiklah, aku akan memanggilmu Lion. Perkenalkan, aku tetangga baru kamu, kamu bisa memanggilku Arsen." Arion mengernyitkan dahi,"Om Arsen? Ibu tidak mengijinkan aku menyebut nama seseorang yang lebih tua tanpa sebutan didepannya, karena terdengar tidak sopan," jelas Arion yang mencubit hati kecil Arsen, "Baiklah, kamu bisa menyebutku seperti itu," putus Arsen, Luna tidak ingin Arion berinteraksi dengan Arsen terlalu lama. Sehingga membuat Luna berinisiatif untuk memutus pembicaraan mereka berdua,"Rion, kita harus segera berangkat ke sekolah, kamu sudah sangat terlambat," tegur Luna yang membuat Arion menganggukkan kepala,"kami berangkat dulu," pamit Luna, "Apa aku bisa mengantar kalian ke sekolah?" tanya Arsen yang menawarkan diri untuk mengantarkan Arion ke sekolah, Luna menatap Arsen ragu, berharap indera pendengarannya bermasalah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN