24. Pebinor gaib

1177 Kata
Menunggu Adam datang dari ruangan Pak Kades sungguh menyebalkan dan membosanku. Kuotak atik laptop tanpa arah. Apalagi hanya ada aku sendiri di sini. Menengok ruangan lain tidak mungkin aku lakukan karena belum banyak pegawai yang aku kenal. Iseng-iseng aku buka beberapa file ternyata isinya juga tidak aku tahu. Malah membuatku semakin gabut. Setahuku file yang tersimpan hanya berkas-berkas milik warga yang dikerjakan Adam. Ingin berselancar di dunia maya, tidak ada sambungan internet yang bisa menngusir kebosananku. Buka tutup ponsel pun sama, isinya tidak ada yang menarik. Benar-benar edisi gabut nomer Wahid, deh. Tahu gini, mending aku datang agak siangan. Eh, mana bisa aku terikat jam kerja. Kucoba memainkan satu game yang aplikasinya baru kemarin aku download. Game yang sebelumnya tidak pernah aku mainkan. Beberapa hari rebahan di rumah membuatku mulai aktif bermain game lagi. Aktifitas yang sudah lama aku tinggalkan semenjak pandemi melanda, efek menghemat kuota. Gini-gini aku jago memainkan beberapa game, walaupun bukan hobi yang membuatku candu. Aku memainkan game hanya saat gabut seperti ini. Aku meletakkan ponsel sedikit kasar ke meja, kutengok pintu tidak menunjukkan pergerakan sedikitpun. Artinya Adam masih bersama Pak Kades. Aku sudah lelah dan bosan bermain game, hampir satu jam. Kuhitung menit yang ada di ponsel, tapi si Adam belum terlihat batang hidungnya. Lagi ngobrolin apa sih, mereka? Tiba-tiba saja muncul pikiran kepoku. Kuangkat dan menautkan kedua tangan untuk menopang kepala sembari traveling dengan otakku yang semakin gabut. Sendirian di dalam ruangan membuatku teringat peristiwa beberapa hari lalu. Saat aku baru bangun tidur siang dan mendapati Mas Yanto dalam kondisi berbeda. Setelah berteriak lantang ke sudut jendela, suamiku melangkah perlahan seolah mendatangi seseorang padahal tidak ada apapun di situ. "Tampakkan wujud aslimu kalau berani!" seru Mas Yanto masih dengan suara lantang tanpa mengenal takut. Aku yang tadinya berniat menyuapkan makanan yanag dibawa Mas Yanto akhirnya membatalkan. Aku memilih fokus memperhatikan adegan aneh di kamar, walaupun sedikit ngeri dan takut. Mas Yanto masih terlihat menatap tajam ke arah sudut jendela, entah ada apa di situ. Aku semakin penasaran juga. "Siapa, sih?" batinku. "Apa ada yang iseng lagi?" aku masih berspekulasi dalam hati mengingat pernah ada yang menyerupai Mas Yanto mendatangi. Apa itu makhluk yang sama? Kalau sama kok ya gak jera-jera. Sudah dibikin babak belur suamiku. Kata Mas Yanto, sih. Aku kan, gak bisa lihat kebenarannya. Mas Yanto masih terlihat menatap tajam ke arah sudut jendela. "Mau aku usir atau balik sendiri?" tegas Mas Yanto masih mempertahankan posisinya. Kuhembuskan napas dengan perasaan tidak menentu. Dag dig dug tidak jelas. Irama detak jantungku pun semakin tdak beraturan menyaksikn adegan abnormal untuk kedua kalinya. Ada rasa khawatir pada suamiku, meskipun ia seorang dukun tetap saja aku istrinya memilik rasa cemas berlebih menyaksikan sesuatu yang kasat mata seperti ini. Aku tidak pernah tahu siapa lawan dan musuh Mas Yanto. Andai mereka terlihat nyata, minimal kegalauannya masih terukur sebab penampakan dan gerakan lawan bisa kita baca. Lah, ini jangan bentuknya, suaranya saja aku tidak tahu. Aku betul-betul terlihat tidak berkutik dengan perang dua makhluk beda bentuk itu. Eh, iya gitu aja aku menyebutnya karena sudah bingung harus menggunakan istilah apalagi. Bukan sesuatu yang asing, tetapi membuatku terlihat bego dihadapan keduanya. Percaya diri mengatakan hanya berdua, padahal aku tidak bisa melihat berapa jumlah makahluk yang dihadapi Mas Yanto. Mas Yanto kulihat menggerakkan tangannya entah mengeluarkan tenaga atau ilmu apa? Bibirnya juga tampak komat kamit seperti sedang membaca mantra atau doa, entahlah aku tidak paham juga. "Aaaaah," jeritku sesaat kemudian. Sekilas aku melihat sesosok makhluk tinggi besar dipenuhi bulu-bulu kasar dan panjang di sekujur tubuhnya. Namun, Mas Yanto seolah bergeming masih bertahan dengan ritualnya padahal aku sedang ketakutan. Tanpa sadar aku mengucapkan beberapa kalimat toyyibah yang aku ingat. Ya Tuhan, sungguh malu hamba di saat kepepet begini aku menyebut asma-Mu. Entah dimana aku saat mengalami kebahagiaan. MelupakanMu seolah sudah hal biasa bagiku. Syukurlah makhluk anehh itu hanya terlihat sekejap mata, ia menghilang beberapa saat kemudian. Entah menghilang karena kemauannya sendiri, karena mantera suamiku atau doa yang aku panjatkan pada Tuhan. Aku tidak peduli, bagiku yang terpenting tidak lagi melihat makhluk mengerikan itu lagi. Walaupun, bayang-bayangnya tidak mudah hilang begitu saja. Bahkan sampai saat ini aku masih belum bisa melupakan pengalaman mengerikan sore itu. Lalu apa kabar suamiku? Aku yakin yang ia hadapi setiap hari adalah makhluk-makhluk seperti itu. Meskipun, bentukannya beda, aku yakin tetap saja ia makhluk dari dunia lain. Aku masih menunggu di kasur sambil memeluk lututku. tubuhku masih gemetar dan jantungku semakin tidak beraturan. Kutatap Mas Yanto yang masih sibuk di depan jendela. Tiba-tiba suasana kamar terlihat seram dan menakutkan. Kututupi tubuhku dengan selimut menyisakan wajah. Sebetulnya ingin kututupi seluruhnya, tapi aku masih tidak tega menyaksikan suamiku berjuang sendiri dipojokan. Jadi, kuputuskan tetap tegar menjadi saksi dan penonton duel makhluk beda dunia tersebut. Tentu saja aku berharap suamiku mampu mengalahkkan makhluk aneh itu. Aku tidak mau jadi santapan lezat makhluk astral mengerikan itu. Duh, aku sudah parno duluan. Kekhawatiran tercetak jelas di wajahku. Pergelutan dua makhluk di hadapanku belum juga usai. "Ya Tuhan, singkirkan makhluk itu dari hadapan kami." tak urung bibirku ikut berkomat kamit membaca rentetan permintaan pada Yang Maha Kuasa. "Pergilah! Percuma juga kamu di sini! Tidak ada yang menginginkanmu!" seru Mas Yanto sambil menggerakkan tangannya seolah mengusir seseorang. Aku kembali bergidik mendengar gertakan Mas Yanto pada musuh gaibnya. Kusembunyikan wajah semakin dalam diantara kedua lutut.Telinga kututup rapat karena tidak ingin mendengar ancaman, gertakan atau kemarahan Mas Yanto pada lawannya. Bukan karena takut, tapi lebih kepada cemas. Sebuah usapan lembut membelai suraiku. "Udah selesai, Dek," bisik sebuah suara di telingaku. "Sini!" Mas Yanto menegakkan kepala dan memelukku. "Semua sudah selesai. Dia udah pergi," ucap Mas Yanto menenangkanku. "Maaf ya, kalo bikin kamu takut," lanjut Mas Yanto masih dengan membelaiku lembut. "Itu tadi siapa, Mas? Mengerikan," tanyaku mengurai perlahan pelukan Mas Yanto. "Bentuk asli genderuwo. Dia tadi sepertinya sengaja menampakkan diri untuk menakutimu dan membuyarkan konsentrasiku. Untung aku gak terpengaruh," kata Mas Yanto lirih. "Maaf ya, kalau aku seperti tidak menghiraukanmu karena dia sengaja melakukannya," lanjut Mas Yanto yang hanya bisa kuangguki. "Makhluk tadi sengaja datang menyerupaiku agar bisa membawa kamu ke alamnya. Sepertinya dia sudah jatuh hati sama kamu, Dek." Mendengar cerita Mas Yanto tanpa sadar tawaku berderai dengan kencang. "Astaga pebinornya horor. Mana aku mau?" sahutku sambil ngakak. "Kali aja. Kan, dia bisa berubah jadi ganteng. Tadi siang aja kamu gak bisa bedain mana aku yang asli sama yang kw," ledek Mas yanto. "Yeee, daripada sama yang tadi mending sama yangn di depan rumah. lebih nyata dan gantengnya juga asli. Maksimal pula," balasku. "No, no, no anda big no. Tidak boleh sama Adam," seru Mas Yanto yang langsung nyambung ke Adam. Aku kembali tertawa keras mendengar kemarahan Mas Yanto, merasa berhasil mengisenginya. Semoga setelah ini tidak ada lagi pebinor makhluk astral lagi. Capek dan takut rasanya berhubungan dengan dunia gaib mereka. "Mbak, Mbak Mega!" panggil seorang pria. "Kok, senyum-senyum sendiri, sih?" Ada Adam yang membuyarkan ingatanku. "Eh, Dam, kapan datang?" sahutku. "Dari tadi kali, Mbak. Mbak Mega aja yang gak denger dan gak liat. Soalnya sibuk melamun, sih," omel Adam tidak mau aku salahkan. "Sapa suruh juga berlama-lama sama Pak Kades," bantahku. *** Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN