Bab 11. Jones (Jomblo Ngenes)

1077 Kata
"Hah? Tuan mau ngajak aku jalan?" tanya Bunga seketika mengerutkan kening. "Emangnya Tuan gak malu jalan sama seorang pembantu?" "Ya lo jangan pake baju kayak gini dong. Jangan malu-maluin gue juga," decak Aska seraya menatap pakaian yang dikenakan oleh Bunga. "Lo pake baju seksi, baju yang paling bagus yang lo punya." Bunga seketika menghela napas kasar. "Maaf ya Tuan Aska yang terhormat, aku sibuk. Aku gak punya waktu buat jalan-jalan," ucapnya lalu berbalik dan hendak melangkah. "Tunggu, jangan pergi dulu," pinta Aska seketika menarik telapak tangan Bunga. "Maksud lo, lo nolak jalan sama gue, gitu?" "Ya, secara tidak langsung begitu," jawab Bunga santai seraya melepaskan tautan tangan sang Tuan. "Astaga, orang ini," decak Askara Wijaya seraya tersenyum simpul. "Seharusnya lo seneng dong gue ajak jalan? Kapan lagi coba lo jalan sama cowok ganteng kayak gue?" Bunga tersenyum dipaksakan. "Sekali lagi mohon maaf yang sebesar-besarnya, aku gak punya baju seksi, baju bagus pun aku gak ada. Semua pakaian aku ya ... kayak gini, pakaian khas pembantu!" tegasnya penuh penekanan seraya menatap pakaian yang melingkar ditubuhnya sendiri. "Masa sih anak perawan gak punya baju bagus?" "Nggak!" "Baju yang seksi juga gak punya?" "Nggak!" "Astaga, Bunga." Aska mengusap wajahnya kasar. "Udah akh! Aku sibuk, Tuan. Kalau Tuan mau jalan-jalan, mendingan Tuan ajak aja pacar Tuan," sahut Bunga santai. "Tuan 'kan ganteng, gak mungkin 'kan kalau Tuan jones?" "Jones?" Aska membulatkan bola matanya. "Iya, Jones. Alias Jomblo ngenes!" jawab Bunga lalu berjalan ke arah pintu. "Hah? Hahahaha! Sembarangan aja dia kalau ngomong," decak Aska tertawa dipaksakan. "Woy! Gue bukan jones ya, gue baru aja mutusin cewek gue karena gue bosen ama tu cewek!" teriak Aska, tapi ucapannya sama sekali tidak ditanggapi oleh Bunga Senja Oktavia. Gadis itu segera membuka pintu kamar lalu keluar dari dalamnya kemudian. "Keterlaluan," decak Aska seraya menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang. "Enak aja dia ngeledekin gue jones, gak tau apa kalau di luaran sana banyak cewek-cewek yang antri pengen jadi pacar gue! Dasar Bunga Bangkai," gumamnya seraya tersenyum ringan. Aska berbaring terlentang seraya meletakan kedua telapak tangannya di belakang kepala. Tatapan mata pria itu nampak kosong menatap langit-langit kamar di mana lampu LED menerangi ruangan meskipun cahayanya terkalahkan dengan sinar matahari yang masuk melalui jendela yang terbuka lebar. Aska tersenyum ringan seraya membayangkan sosok Bunga. "Lo lucu juga ternyata, baru kali ini ada cewek yang nolak tidur sama gue, bahkan nolak di ajak jalan sama gue. Lo spesial, Bunga. Gue kagum sama lo, sebegitu gigihnya lo mempertahankan kesucian lo itu," gumam Aska seraya membayangkan wajah seorang Bunga. *** Sementara itu, Bunga mulai menuruni satu-persatu anak tangga menuju lantai dasar. Namun, langkah gadis itu terpaksa terhenti karena namanya tiba-tiba saja dipanggil oleh sang majikan. "Bunga!" sapa Anita berjalan menghampiri dari ujung tangga paling atas. Bunga sontak menoleh dan menghentikan langkahnya. "Iya, Nyonya?" jawabnya sedikit membungkukkan tubuhnya memberi hormat. "Dari mana kamu? Saya gak liat kamu di lantai dua, tapi ko kamu tiba-tiba turun dari atas?" tanya Anita dengan kening yang dikerutkan. Bunga seketika terlihat gugup. "Eu ... itu, Nyonya. Anu ... tadi aku--" "Akh! Sudahlah, gak penting juga. Bikinan teh manis, saya haus," pinta Anita lalu berjalan melintasi Bunga begitu saja. "Baik, Nyonya," jawab Bunga seraya tersenyum lebar. "Untung Nyonya gak penasaran aku habis dari mana. Kalau Nyonya sampe tau aku habis dari kamarnya Tuan Aska, bisa-bisa aku di pecat," batin Bunga seraya berjalan di belakang sang majikan. "O iya, Bunga!" seru Anita kembali menghentikan langkah kakinya tepat di ujung tangga. "Iya, Nyonya," jawab Bunga sontak melakukan hal yang sama. "Bikinin juga Aska teh hangat lalu anterin ke kamarnya, gulanya jangan terlalu banyak. Bilang aja saya yang suruh," pinta Anita. "Hah? Balik lagi ke kamar itu dong aku? Astaga!" decak Bunga di dalam hatinya. "Kenapa kamu diem aja? Kamu denger apa yang saya katakan?" tanya Anita seketika mengerutkan kening. "Iya, Nyonya. Aku denger. Aku permisi ke belakang dulu kalau gitu," jawab Bunga tersenyum ramah lalu berjalan melintasi sang majikan. *** Setelah menyajikan teh hangat untuk Anita sang Nyonya Besar, Bunga membawa nampan dengan gelas berisi teh hangat untuk diantarkan ke kamar Askara sesuai dengan perintah sang majikan. Gadis itu nampak berdiri tepat di depan pintu kamar dengan perasaan malas. Mengapa dirinya harus kembali ke kamar itu? Kamar yang menurutnya memiliki hawa negatif yang membuat buku kuduknya terasa merinding ketika ia sedang berada di dalam sana. "Tuan, ini aku. Nyonya memintaku membawakan teh hangat buat Tuan," sahut Bunga seraya mengetuk pintu kamar, tapi dia sama sekali tidak mendapatkan jawaban. Hanya keheningan yang terdengar di dalam sana. Bunga kembali mengetuk pintu untuk yang kedua kalinya. "Tuan Aska, boleh aku masuk? Ini lho, Tuan. Nyonya Anita meminta aku membawakan teh hangat buat Tuan." Bunga kembali tidak mendapat jawaban. "Aku masuk sekarang ya, Tuan," ujarnya lagi lalu memutar kenop pintu dan masuk ke dalam kamar. "Tuan," lirih Bunga mulai melangkah masuk ke dalam kamar dengan perasaan ragu. Keadaan kamar benar-benar sepi dan hening. Bunga mengedarkan pandangan matanya menatap setiap sudut kamar, tapi sosok sang Tuan tidak terlihat di manapun. Lagi dan lagi, hawa dingin yang berasal dari pendinginan ruangan terasa membasuh permukaan kulitnya hingga terasa menembus setiap helai kulit tubuh seorang Bunga. Aroma khas pun seketika menguar tercium terasa begitu menyegarkan. "Tuan Aska kemana? Ko dia gak ada? Tadi masih ada di sini," gumamnya seraya berjalan ke arah meja kecil yang berada tepat di pinggir ranjang. Bunga meletakan gelas berisi teh hangat yang ia bawa di atas meja tersebut. Gadis itu pun segera berbalik dan hendak melangkah meninggalkan kamar. Namun, langkah seorang Bunga seketika terhenti saat mendengar suara pintu kamar mandi yang tiba-tiba saja di buka. Bunga sontak menoleh dan menatap ke arah sumber suara. "Bunga? Lagi ngapain lo di sini?" tanya Aska berdiri tepat di depan pintu kamar mandi dengan hanya membalut bagian bawahnya tubuhnya menggunakan handuk kecil. Bunga bergeming, tatapan matanya tertuju kepada d**a bidang seorang Aska lalu turun menatap perut kotak-kotaknya yang terlihat begitu indah dan sedap dipandang. Ini adalah pertama kalinya ia melihat tubuh setengah polos seorang laki-laki. "Tuan Aska seksi banget, ya Tuhan. Badannya kekar banget itu," gumamnya tanpa sadar. "Woy! Liatin apa lo?" sahut Askara membuat Bunga sontak berbalik. "Nggak ko, Tuan. Aku gak liat apa-apa, ini Nyonya memintaku membawa teh hangat buat Tuan. Udah aku taruh di meja," sahut Bunga lalu segera berlari ke arah pintu dan keluar dari dalam kamar dengan wajah pucat pasi. "Astaga, Bunga Bangkai. Lo bener-bener ya," decak Aska menatap kepergian wanita itu seraya tersenyum cengengesan. "Lo ngegemesin, Bunga. Gue selalu aja ngerasa kehibur tiap kali gue deket sama lo." Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN