"Lagi bahas apa sih Pi? Kok kayaknya serius banget ya?" Tanya Qiran penasaran.
"Kami sedang bahas pernikahan kalian." Ucap Martin tersenyum bahagia.
"Pernikahan?" Tanya Qiran terkejut.
****
Qiran benar-benar tak habis pikir kedatangan kedua orang tua Rayza malah ingin membahas pernikahan mereka. Sungguh Qiran tak menyangka, mudah sekali Rayza menarik simpati Papinya. Ya walaupun ini sangat mungkin mengingat Rayza merupakan dokter pribadi papinya. Pasti sang papi mempercayakan kesehatan jantung nya pada pria itu karena sangat percaya padanya.
"Papi... Memangnya Papi yakin mau melepaskan Qiran bersama dia?" Tanya Qiran menunjuk pria yang duduk di hadapannya.
"Sangat yakin. Jantung Papi saja sudah Papi percayakan padanya. Apalagi anak Papi. Papi yakin Rayza mampu membimbing dirimu Nak. Dia pria yang sangat pas untuk mu." Ucap Martin yakin membuat Rayza tersenyum bahagia.
"Tapi Qiran masih muda Pi... Qiran belum siap menikah." Ucap Qiran berusaha menolak secara halus.
"Qiran... Tenang saja. Kami tidak akan memaksa kamu untuk menikah dalam waktu dekat. Setidaknya sampai kamu lulus kuliah dan siap." Ucap Zahra menenangkan Qiran.
Sungguh bukan ini jawaban yang diinginkan Qiran. Qiran justru ingin mereka berpikir untuk tidak menikahkan Qiran dengan dokter aneh di hadapannya. Sungguh Qiran memang menyukai dokter itu secara fisik. Tapi jika harus hidup bersama... Sepertinya Qiran harus berfikir panjang untuk hal ini. Jangankan untuk terus hidup bersama, bertemu dalam hitungan jam saja sudah sukses membuat mereka terus bertengkar.
"Hehehe... Iya ya?" Ucap Qiran bingung dengan ekspresi senyum yang dipaksakan. Namun justru terlihat menggemaskan bagi Rayza. Dia sendiri tak menyangka di usia yang matang ini justru jatuh cinta dengan ABG labil yang baru mau menginjak usia 20 tahun. Sungguh usia yang jauh dari kata dewasa.
"Owh iya ini ada sedikit buah-buahan untuk Pak Martin. Dan ini untuk Qiran... Semoga suka ya?" Ucap Zahra memberikan buah tangan kepada pemilik rumah.
"Wah terima kasih... Padahal tidak perlu perlu repot-repot seperti ini." Ucap Martin.
"Tidak apa-apa Pak. Untuk memulai silaturahmi yang baik... Iya kan Yah?" Ucap Zahra.
"Iya Sayang." Jawab Raynand pada istrinya.
Sedangkan Rayza tersenyum melihat netra coklat di hadapannya berbinar menatap makanan manis dan yang cruncy di bagian luar tapi lembut dan manis di bagian dalam. Begitu cantik dengan hiasan potongan buah-buahan berwarna-warni. Jelas sekali terlihat gadis manis di hadapannya pecinta makanan manis yang cantik.
"Wah... Ummi... Ini pie buah kan? Ughh aku suka banget..." Ucap Qiran segera meraih sepotong kue untuk di sentuh lidahnya. Dan dengan senang hati Qiran mulai menggigit potongan kue itu. Kelopak mata Qiran langsung terpejam dengan senyum yang mengembang begitu lidahnya menyentuh perpaduan rasa gurih dan manis dari kue cantik. Dan tanpa rasa malu Qiran menyantap beberapa kue sekaligus.
"Ini enak banget Ummi... Emmm... Aku suka banget..." Ucap Qiran dengan mulut penuh makanan. Dia sengaja berlaku tidak sopan agar mereka semua ilfil dan membatalkan rencana pernikahannya dengan Rayza. Si dokter aneh yang terlanjur tampan.
"Jangan makan sambil bicara. Nanti kamu tersedak... Ini minum." Ucap Rayza menyodorkan minumannya kepada Qiran.
"Biarin... Suka-suka aku dong..." Ucap Qiran tak peduli.
"Owh... Ga nyangka ya... Ternyata kalian punya makanan kesukaan yang sama... Rayza juga suka banget sama pie buah..." Ucap Zahra tersenyum menatap Qiran yang terlihat begitu nikmat mencicipi kue buatannya. Sikap Qiran memang terlihat masih kekanakan. Tapi mengingat sikap dewasa Rayza sebagai seorang putra sulung, pasti mampu mengimbangi Qiran. Selama putranya bahagia, Zahra sudah memasrahkan pilihan hati untuk masa depan putranya.
"Iya dong Ummi... Namanya juga jodoh." Ucap Rayza asal membuat Martin tertawa bahagia. Berbeda dengan Qiran yang langsung saja tersedak.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk... Uhuk..." Bahkan gadis itu tersedak hingga mengeluarkan air mata.
"Tuh kan... Kamu benar-benar masih seperti bayi ya... Makan saja sampai tersedak." Ucap Martin menepuk punggung putrinya.
"Ihh... Papi... Salahin Rayza tuh... Dia ngomong asal... Makanya aku jadi tersedak..." Ucap Qiran membela diri.
"Iya maaf... Nih minum." Ucap Rayza kembali menyodorkan minumannya kepada Qiran. Dan tanpa basa-basi Qiran menenggak habis minuman itu.
"Udah ah... Qiran mau ke kamar. Ummi makasih ya kuenya. Enak banget... Ini aku bawa ke kamar ya..." Ucap Qiran kemudian mencium punggung tangan papinya kemudian Zahra. Dan saat hendak meraih tangan Raynand...
"Eh... Jangan salaman sama ayah aku dong... Kalian kan bukan muhrim... Aku aja menahan diri buat ga sentuh tangan Qiran... Masa Ayah yang sentuh duluan sih?" Ucap Rayza sedikit kesal.
"Hahahaha... Nak... Kita bukan muhrim jadi ga boleh bersentuhan termasuk bersalaman." Ucap Raynand pada Qiran membuat Qiran mengangguk paham.
"Rayza... Rayza... Kamu sama ayahmu sendiri saja cemburu begitu..." Ucap Raynand menggoda putranya.
"Iya lah... Dia calon istriku Ayah..." Ucap Rayza ketus membuat semua orang tertawa kecuali Qiran. Gadis itu malah mendelik mendengar ucapan Rayza. Tapi dia enggan berdebat dan lebih memilih untuk kembali ke kamar. Menikmati kue kesukaannya hingga habis.
"Aku ke kamar dulu ya... Makasih ya Ummi kuenya. Aku suka banget." Ucap Qiran tersenyum.
"Iya Sayang. Kalo kamu mau lagi, main ke rumah Ummi... Nanti Ummi buatkan yang banyak dan lebih bervariasi untuk kamu..." Ucap Zahra.
Qiran pun melompat bahagia. Sungguh dia baru kali ini merasakan seperti memiliki seorang ibu. Qiran benar-benar bahagia. Bahkan untuk membuatkan kue kesukaannya pun rela dan dengan banyak variasi. Gadis itu tak hanya melompat tapi juga segera menghampiri Zahra untuk memeluk tubuhnya. Sungguh rasa haus kasih sayang seorang ibu membuatnya lupa situasi. Qiran melupakan orang-orang disekelilingnya yang menatap bingung. Kecuali Martin. Pria itu benar-benar terharu melihat putrinya yang seolah telah menemukan sosok ibu. Dan bagi Qiran, sikap hangat Zahra sangat mampu menghilangkan dahaga haus akan kasih sayang sosok ibu yang bahkan tak pernah dia rasakan sejak kecil.
"Iya Sayang..." Ucap Zahra mengusap punggung Qiran. Dan Qiran pun menangis karena terharu.
"Hiks... Hiks... Ummi... Qiran bahagia banget... Hiks... Hiks... Qiran sayang sama Ummi... Hiks... Hiks..." Tangis Qiran begitu menyayat hati.
Zahra pun segera menangkup wajah gadis cantik yang memeluknya.
"Jangan nangis... Nanti cantiknya hilang... Sudah ya... Sana makan saja semua kue untuk kamu... Asal kamu senang... Nanti Ummi akan buatkan lagi..." Ucap Zahra lembut. Qiran pun mengangguk lugu sambil mengusap air matanya. Kemudian berlari membawa kue buatan Zahra ke kamarnya.
"Terima kasih sudah mengerti sikap putri saya." Ucap Martin.
"Sama-sama Pak Martin... Kami juga memiliki seorang putri yang manja. Mungkin memang seperti itu karakter anak perempuan ya Ayah?" Ucap Zahra. Raynand pun mengangguk.
"Iya... Sayangnya putri kami sedang menempuh pendidikan di luar negeri... Jadi kehadiran Qiran membuat kami merasa dekat dengan putri kami." Ucap Raynand.
"Qiran mungkin jauh lebih manja. Karena sejak kecil dia belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu." Gumam Martin sambil bersedih mengingat istrinya.
"Kasihan sekali... Rayza... Kalau begitu kamu harus sering-sering ajak Qiran ke rumah untuk bertemu Ummi." Ucap Zahra.
"Siap Ummi..." Ucap Rayza tersenyum bahagia.
Dan tak lama kemudian notifikasi handphone nya berbunyi. Rupanya ada pesan dari Qiran.
Calon istri idaman
Kasih kado ga modal banget.
Rayza pun tersenyum membaca pesan itu. Rupanya Qiran sudah membuka kado darinya.
Calon suami idaman
Karena aku tahu kado ini jauh membuatmu lebih bahagia dibandingkan dengan kado lain.
I lup U
Lagi-lagi Qiran harus terbatuk membaca kalimat terakhir yang dikirim Rayza.
I lup u
Benar-benar seperti ABG labil yang kesiangan. Pria itu amnesia dengan umurnya. Bahkan menulis kata love saja lebay.