"Assalamualaikum calon istri..."
***
Kalimat itu sukses membuat Qiran menoleh ke arah sumber suara. Bukan karena kalimat salamnya yang membuat Qiran kesal. Melainkan panggilan calon istri yang tertuju padanya, sungguh membuat Qiran naik pitam. Rupanya seorang pria tampan dengan kemeja putih yang sangat pas di badan yang mengungkapkan nya. Awalnya Qiran ingin sekali memaki pria yang berani memanggilnya dengan calon istri. Tapi saat menoleh ke arahnya. Seolah Medan magnet yang kuat menarik indera penglihatannya untuk terus menatap sosok maha tampan ciptaan Tuhan.
Sial...
Qiran malah terpaku.
Pria itu kali ini mengubah penampilannya menjadi lebih muda. Kemeja putih itu tampak pas di tubuhnya yang aduhai. Dengan celana panjang berwarna cream yang sangat pas membalut kaki jenjangnya. Tak lupa polesan Pomade membuat rambutnya tampak acak namun malah membuat kesan keren. Sungguh Qiran tak memungkiri, pria ini tampan.
"Ekhem... Terpesona ya?" Ucap Rayza sukses membuat Qiran merona. Semburat merah segera menghiasi kulit putih di pipi gembil gadis itu.
"Ih pede banget." Ucap Qiran memutar bola matanya jengah.
"Jawab dulu dong salam dari calon suami." Ucap Rayza membuat Raynand ayahnya terkekeh melihat tingkah putranya yang tak biasa.
"Waalaikum salam..." Jawab Qiran ketus.
"Em... Ummi... Om... Silakan masuk." Ucap Qiran.
"Panggil Ayah aja." Ucap Raynand.
"Iya Ayah... Ayo masuk... Silakan duduk." Ucap Qiran.
"Makasih calon istri ku." Ucap Rayza membuat Qiran semakin jengkel.
"Rayza jangan menggodanya terus." Ucap Zahra memperingati putranya.
"Aku enggak menggodanya Ummi. Aku emang pengen cepet-cepet nikah sama dia. Bila perlu hari ini juga." Ucap Rayza tersenyum ke arah Qiran. Membuat Qiran melotot dan berteriak.
"Rayza... Apa-apaan sih kamu?" Ucap Qiran meningkatkan tangga nada suaranya.
"Abang." Ucap Rayza mengingatkan panggilan untuknya. Tapi Qiran enggan menanggapi pria gila itu.
"Males." Gumam Qiran tanpa suara.
"Ummi Ayah... Qiran ambil minuman dulu ya? Mau dingin atau yang hangat." Tanya Qiran ramah mengabaikan Rayza.
"Yang hangat aja. Supaya cinta kita makin hangat." Ucap Rayza cepat. Dan dia langsung mendapatkan hadiah kasih sayang dari Umminya.
"Aaawww... Ummi sakit." Ucap Rayza mengaduh kesakitan sambil mengusap-usap pinggangnya yang dicubit Umminya.
"Jangan becanda terus." Ucap Zahra.
Qiran pun tersenyum mengejek ke arah Rayza sambil menjulurkan lidahnya. Sedangkan Rayza hanya bisa mengerucutkan bibirnya karena kesal. Usai meledek Rayza, Qiran pun segera beralih ke dapur untuk membuatkan minuman.
"Ini silakan di minum. Aku buatkan sup buah segar. Sepertinya lebih baik karena di luar cuaca panas." Ucap Qiran ramah.
"Terima kasih Nak. Owh ya... Ummi, Ayah dan Rayza datang kemari karena ingin menjenguk ayah kamu. Kata Rayza, ayah kamu sedang sakit ya?" Tanya Zahra.
"Eh... Papi? Em... Papi aku baik-baik saja kok." Ucap Qiran membuat Rayza menggaruk kepalanya yang tak gatal. Apalagi saat ini Zahra menatap putranya minta penjelasan.
"Sepertinya anak Ayah sudah pintar berkamuflase agar bisa bertemu dengan pujaan hatinya..." Ucap Raynand menyindir putranya. Rayza pun hanya bisa tersenyum kecut.
"Hehehe... Ayah bisa aja." Ucap Rayza kehabisan kata-kata.
"Ya tapi ga harus berbohong juga dong Nak." Ucap Zahra sedikit kesal karena ulah putranya.
"Aku ga bohong Ummi... Kan aku cuma bilang... Qiran ga bisa ke rumah karena harus pulang. Ayahnya salah satu pasienku di rumah sakit. Aku tidak bilang ayahnya sedang sakit." Ucap Rayza segera membela diri.
"Lain kali kalau bicara yang jelas dong. Jangan seperti ini." Ucap Zahra pada putranya.
"Iya Ummi maaf." Ucap Rayza dengan wajah tak berdosa. Pria itu malah menampakkan senyuman pada ibunya.
"Sindrom jatuh cinta ya?" Tanya Raynand pada putranya.
"Ayah tau aja." Ucap Rayza.
"Tau dong... Kan ayah pernah muda." Ucap Raynand terkekeh.
Qiran yang melihat interaksi antara ayah dan anak yang hangat itu pun tersenyum-senyum. Tak menyangka ayahnya Rayza bisa sangat memahami putranya. Interaksi antara ayah dan anak itu terlihat hangat. Tapi tetap saja tidak mengurangi kadar menyebalkan dari seorang Rayza.
"Ayah... Rayza... Sudah jangan becanda terus." Ucap Zahra cukup malu dengan perilaku ayah dan anak yang tak tahu tempat.
"Maaf ya Sayang... Yasudah kalau begitu kami datang untuk memulai silaturahmi saja." Ucap Zahra lembut membuat Qiran mengangguk.
"Iya Ummi... Qiran senang Ummi dan Ayah sudah mau datang kemari." Ucap Qiran.
"Lho Ummi... Kok cuma silaturahmi? Kenapa ga melamar aja sekalian?" Tanya Rayza membuat Qiran refleks menginjak kaki Rayza dengan kuat. Sungguh Qiran kesal melihat tingkah konyol pria itu. Tidak sadar umur sama sekali. Sedangkan Raynand tertawa mendengar pernyataan putranya.
"Rayza sudah jangan bercanda terus." Ucap Zahra.
"Em... Ummi Ayah... Silahkan dicoba sup buahnya. Mumpung masih segar." Ucap Qiran mengalihkan perhatian.
"Wah ada tamu rupanya..." Kini suara bariton seorang pria lain yang bicara. Rupanya Martin berjalan menuju ruang tamu untuk menyambut tamunya.
"Assalamualaikum Papi..." Ucap Rayza segera menghampiri Martin dan mengecup punggung tangan pria itu.
"Waalaikum salam Nak. Kau datang bersama orang tuamu?" Tanya Martin.
"Iya Papi... Ini Ummi Rayza dan ini Ayah Rayza." Ucap Rayza sopan.
"Assalamualaikum..." Ucap Zahra dan Raynand bersamaan.
"Waalaikum salam... Wah senangnya ada calon besan yang datang ke rumah ini..." Ucap Martin melirik ke arah putrinya yang terus memanyunkan bibirnya.
"Papi..." Gumam Qiran kesal.
"Dia malu-malu kucing. Mereka memang biasa bertengkar kalau bersama. Maklum lah. Putriku masih kecil dan manja. Beruntung Rayza bisa mengimbangi sikapnya yang kekanakan." Ucap Martin mengusap puncak kepala Qiran. Membuat Qiran terpaksa tersenyum ke arah kedua orang tua Rayza.
"Awalnya kami datang untuk menjenguk anda. Tapi rupanya anda dalam kondisi yang sangat sehat. Jadi kami datang untuk silaturahmi..." Ucap Raynand ramah.
"Owh... Kalau beberapa hari yang lalu saya memang kurang enak badan. Tapi berkat putra anda yang merawat kesehatan saya. Akhirnya saya bisa pulih. Kebetulan dia dokter pribadi saya." Ucap Martin menjelaskan. Sungguh Rayza merasa sangat bahagia. Pernyataan Martin membuatnya merasa dibela.
"Jadi Rayza dokter pribadinya Papi? Kok Papi ga bilang sama aku?" Tanya Qiran heran. Pantas saja sang papi begitu mendukung hubungannya dengan Rayza.
"Kan kamu ga tanya Sayang..." Ucap Martin mengusap pipi putrinya. Sedangkan Qiran semakin memanyunkan wajahnya. Sungguh Qiran merasa kesal. Dia yakin pasti Papinya akan mendukung Rayza jika begini kondisinya.
"Papi mau sup buah? Kalo mau aku buatin." Ucap Qiran mengalihkan pembicaraan.
"Ga perlu Sayang. Ambilkan air putih saja." Ucap Martin. Qiran pun mengangguk dan segera pergi ke dapur untuk mengambilkan air untuk papinya.
"Sepertinya saya familiar dengan anda. Apa anda seorang pengacara?" Tanya Raynand.
"Ya... Saya pengacara senior." Ucap Martin.
"Owh pantas saja. Saya seperti sering melihat anda di TV." Ucap Zahra menimpali.
"Anda bisa saja. Saya malah lebih bangga pada putra anda. Bisa merubah Qiran jadi lebih baik. Saya berharap mereka bisa segera menikah." Ucap Martin menepuk bahu Rayza. Rayza pun tersenyum.
"Papi serius?" Tanya Rayza.
"Tentu saja." Ucap Martin.
"Wah kalau begitu bagaimana kalau pertemuan ini kita gunakan untuk membahas tentang pernikahan mereka?" Ucap Raynand. Pria itu sungguh ingin segera menyaksikan pernikahan putranya.
"Ide Bagus." Ucap Martin.
"Bagaimana Ummi?" Tanya Raynand pada istrinya.
"Kalo Ummi sih ikut aja. Tapi Qiran bagaimana? Kita kan harus pertimbangkan pendapat Qiran juga. Biar bagaimanapun dia yang akan menikah." Ucap Zahra.
Qiran pun datang dengan segelas air putih untuk sang papi. Dia menyodorkan gelas tersebut ke arah Papinya.
"Ini air putihnya Papi..." Ucap Qiran tak menyadari arah pembicaraan mereka.
"Terima kasih Sayang." Ucap Martin.
"Lagi bahas apa sih Pi? Kok kayaknya serius banget ya?" Tanya Qiran penasaran.
"Kami sedang bahas pernikahan kalian." Ucap Martin tersenyum bahagia.
"Pernikahan?" Tanya Qiran terkejut.
Semua orang pun tersenyum ke arahnya. Membuat Qiran bergidik ngeri menatap Rayza yang tersenyum manis padanya. Sungguh ini pembahasan yang sangat dia takuti bahkan dalam mimpi sekalipun.