Sudah satu Minggu Zahra menunggu kedatangan putra pertamanya. Sungguh dia merasa khawatir karena Rayza tak kunjung pulang ke rumah. Bahkan anak itu pun belum menghubunginya. Zahra khawatir Rayza sedang sakit atau ada masalah yang membelenggunya.
Kini Zahra sedang duduk di kursi taman yang berada di taman belakang rumahnya. Menatap handphone miliknya seperti seorang remaja yang menunggu kabar dari sang kekasih. Sungguh dia merindukan Rayza putranya. Dia ingin menghubungi Rayza tapi khawatir Rayza sedang sibuk saat ini.
Akhirnya Zahra pun menekan rangkaian angka di benda pipih cerdas itu.
Tiiiiit...
Tiiiiit...
Zahra menunggu panggilan telepon darinya diangkat seseorang. Sayangnya Rayza tak kunjung mengangkat panggilan darinya. Beberapa kali Zahra mengubungi putranya tapi tak kunjung juga di angkat. Akhirnya Zahra menghubungi admin rumah sakit tempat Rayza bekerja.
Tiiiiit...
Tiiiiit...
"Hallo selamat pagi, dengan rumah sakit Surya Medika. Ada yang bisa saya bantu?" Ucap operator yang mengangkat panggilan telepon darinya.
"Hallo assalamualaikum..." Ucap Zahra memberi salam.
"Waalaikum salam. Ada yang bisa saya bantu?" Ucap operator itu kembali.
"Permisi, saya ingin bertanya jadwal praktek Dokter Muhammad Rayza Surya jam berapa ya?" Ucap Zahra memastikan jadwal praktek putranya.
"Mohon maaf untuk jam praktek dokter Rayza hari ini dimundurkan menjadi pukul 14 siang."
"Owh dimundurkan ya?" Ucap Zahra bingung. Karena biasanya jika Rayza tidak dalam jam praktek akan langsung menjawab panggilan teleponnya. Sedangkan ini...
"Ibu bisa daftar antrian terlebih dahulu jika ingin. Saya akan buatkan daftar antriannya." Ucap operator tersebut ramah.
"Owh... Tidak perlu. Terima kasih. Assalamualaikum." Ucap Zahra mengakhiri panggilan teleponnya.
"Waalaikum salam." Panggilan pun diputuskan.
Zahra menghela nafasnya. Baru kali ini Rayza tak memberikan kabar padanya. Bahkan saat dia memundurkan jadwal praktek pun sulit dihubungi. Jantungnya berdegup khawatir jika putranya sedang memiliki masalah. Akhirnya Zahra pun masuk ke rumah dan segera menemui suaminya di ruang kerja.
"Assalamualaikum... Ayah." Ucap Zahra menyapa Raynand yang sibuk di depan laptop.
"Waalaikum salam... Ada apa Ummi?" Tanya Raynand menyadari raut khawatir yang tenggelam di wajah istrinya.
"Ayah... Ummi mau pergi menemui Rayza. Ummi khawatir. Sudah satu Minggu tak ada kabar darinya. Bahkan dia juga tidak datang ke rumah." Ucap Zahra.
"Putramu sudah besar. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri." Ucap Raynand masih fokus dengan pekerjaannya.
"Tapi Ummi khawatir Rayza sedang sakit. Hari ini bahkan dia memundurkan jadwal prakteknya. Tapi Ummi coba hubungi ga diangkat. Ummi khawatir Ayah." Ucap Zahra begitu khawatir pada putranya.
"Dia sudah besar. Pasti bisa jaga diri." Ucap Raynand menoleh sekilas ke arah isterinya lalu kembali fokus pada laptop.
"Ayah selalu begitu. Biarpun dia sudah besar, tetap saja dia putra kita." Ucap Zahra cukup kesal dengan sikap tak peduli suaminya kepada Rayza.
"Dia sudah besar Sayang. Dia bukan anak kecil lagi yang saat makan harus kamu suapi. Ga usah lebay deh." Ucap Raynand berdecak kesal melihat Zahra yang terlalu khawatir pada Rayza. Bagi Raynand, Rayza sudah dewasa dengan usia yang matang. Bahkan terlalu matang. Dia saja sudah memiliki seorang putra di usia 27 tahun. Sedangkan Rayza di usia hampir 30 tahun, memiliki calon istri pun belum. Jadi Raynand pikir, tidak perlu terlalu khawatir jika tak ada kabar dari putranya itu.
Sedangkan Zahra menatap wajah suaminya dengan memelas. Sungguh Zahra ingin menemui putranya.
"Kamu masa cemburu sama putramu sendiri sih? Wajar seorang ibu khawatir pada putranya. Lagi pula aku rindu sudah satu Minggu tidak bertemu dengannya." Ucap Zahra memanyunkan bibirnya. Membuat Raynand mengecup bibir Zahra singkat.
"Ga sadar umur deh." Ucap Zahra kesal mendapatkan ciuman tiba-tiba dari suaminya.
"Hahaha. Aku gemes." Ucap Raynand mencubit pipi istrinya gemas.
"Aku ijin ke apartemen Rayza ya." Zahra tak ingin menimpali sikap Raynand yang tak pernah berubah. Sejak dulu Raynand memang selalu cemburu jika ada yang lebih meraih perhatian Zahra. Bahkan pada putranya sendiri pun Raynand terkadang cemburu akan perhatian Zahra.
"Ayo aku antar." Raynand pun bangkit dari kursi.
"Ga usah. Aku tahu kamu sibuk. Aku minta antar pak Rahman saja." Ucap Zahra menyadari pekerjaan suaminya yang menumpuk. Dan dia merasa tak enak jika Raynand harus meninggalkan pekerjaannya demi mengantar dia menemui putra mereka.
Raynand pun menoleh ke arah berkas-berkas di atas meja kerjanya dan menoleh ke laptop yang menunggu dirinya menyelesaikan pekerjaan itu. Akhirnya Raynand hanya bisa mendesah panjang.
"Haaah... Iya pekerjaan ku masih banyak." Ucap Raynand.
"Yasudah aku ke sana sendiri saja. Lagi pula ada Pak Rahman yang mengantar jadi ga perlu khawatir." Ucap Zahra meyakinkan suaminya.
"Bilang sama Rayza tinggal di rumah lagi saja biar kamu ga kepikiran dia terus." Ucap Raynand ketus.
"Iya... Nanti aku ajak Rayza tinggal di rumah lagi. Lagian aku juga kesepian. Semua anak kita sudah memiliki kesibukan masing-masing." Ucap Zahra mengingat putra Putrinya yang sedang menimba ilmu di negeri orang.
"Aku pergi dulu ya... Assalamualaikum..." Ucap Zahra setelah mengecup punggung tangan suaminya.
"Waalaikum salam... Hati-hati ya. maaf aku ga bisa antar kamu." Ucap Raynand mengecup kening Zahra lembut. Zahra pun mengangguk dan segera pergi ke apartemen Rayza.
Sesampainya di apartemen Rayza. Zahra pun segera menekan bel.
TING NONG...
TING NONG...
Zahra menunggu Rayza membukakan pintu untuknya. Tapi Rayza tak kunjung datang. Akhirnya Zahra pun kembali menekan bel.
TING NONG...
TING NONG...
Zahra berdiri dengan gelisah. Karena rasanya Rayza memang tak ada di rumah. Biasanya Rayza segera membukakan pintu untuknya. Bahkan chat yang dia kirimkan pun tak kunjung dibaca putranya. Rasa khawatir semakin menggerogoti relung hati Zahra. Dia khawatir Rayza sedang sakit atau sedang dirundung masalah.
TING NONG...
TING NONG...
Zahra menekan kembali bel apartemen putranya. Berharap kali ini Rayza segera membuka pintu.
Bersyukur kali ini Zahra mendengar pergerakan dari dalam apartemen Rayza. Dan akhirnya pintu itu dibuka perlahan.
Sayang...
Kali ini jantungnya harus bermaraton saat melihat sosok yang membukakan pintu untuknya. Bukan karena sosok itu menyeramkan. Tapi karena sosok itu adalah seorang perempuan. Dan itu artinya Rayza tinggal satu atap dengan perempuan di hadapannya. Kini bukan rasa khawatir lagi yang menggerogoti perasaannya tapi juga rasa takut. Zahra takut putranya salah pergaulan. Dan terjerumus pergaulan bebas.
"Assalamualaikum..." Ucap Zahra meneliti penampilan perempuan muda di hadapannya.
Zahra menebak perempuan ini masih belia. Mungkin seumuran dengan putri bungsunya. Atau bahkan mungkin lebih muda.
"Waalaikum salam..." Ucap perempuan itu gugup.
Zahra memandang wajah ayu di hadapannya. Netra coklat yang teduh dibingkai oleh kelopak mata indah dengan bulu mata yang lentik menawan. Hidung kecil yang cukup tinggi dan bibir penuh berwarna Cherry. Cantik.
Tapi siapa perempuan ini?
Mengapa ada di apartemen Rayza?
Ada hubungan apa perempuan ini dengan Rayza?
Berbagai pertanyaan bergelayut dalam pikiran Zahra. Sungguh Zahra khawatir akan kehidupan putranya. Mungkinkah Rayza kini tak pernah mengunjunginya karena perempuan ini?
"Kau siapa?" Tanya Zahra penasaran.
Pertanyaan wanita paruh baya di hadapan Qiran membuatnya terpaku. Jantung Qiran segera bermaraton ingin lari dari kenyataan. Sungguh Qiran yakin wanita di hadapan adalah ibu kandung Rayza. Karena dilihat dari raut wajahnya sungguh mirip dengan Rayza. Tentu dalam versi wanita.
"Em... Saya... Owh iya silahkan masuk." Ucap Qiran gugup. Dia tak menyangka akan bertemu dengan ibu kandung Rayza sekarang.
Jujur saja Qiran merasa gugup karena tak pernah lepas dari tatapan wanita itu. Tatapan itu jelas sedang berpikir keras dan menilai Qiran. Qiran pun segera mempersilakan Zahra duduk di ruang tamu kemudian meninggalkan Zahra untuk membuat minuman.
"Silakan duduk. Sebentar saya buatkan minuman. Tante mau minum apa? Teh hangat, jus atau sirup?" Tanya Qiran berusaha se ramah mungkin. Dia tak ingin penilaian wanita itu semakin buruk terhadapnya.
Sedangkan Zahra merasa sangat heran melihat tingkah perempuan yang ada di apartemen Rayza. Bahkan hatinya semakin ngilu menyadari bahwa perempuan itu hapal betul situasi dan posisi Ruangan dalam apartemen putranya. Hal itu sudah menjadi bukti bahwa perempuan ini memang tinggal bersama Rayza. Menyadari hal itu membuat hati Zahra begitu sesak.
"Terserah kau saja." Ucap Zahra menahan hatinya yang bergejolak.
Qiran pun segera menuju pantry apartemen Rayza. Menyiapkan minuman dingin berupa jus jeruk karena cuaca di luar cukup panas. Kemudian Qiran kembali menemui Zahra dengan segelas jus jeruk di nampan.
"Silakan di minum." Ucap Qiran ramah. Gadis itu tetap berdiri di hadapan Zahra karena bingung. Ada pekerjaan yang belum dia lakukan yaitu menyiapkan makan siang Rayza, tapi disisi lain, Qiran tak enak hati meninggalkan wanita yang dia yakini ibu kandung Rayza.
"Sini duduk. Jangan berdiri seperti itu." Ucap Zahra dengan ramah keibuan. Padahal kenyataannya hatinya sungguh bergejolak ingin memarahi putranya yang berani menyimpan wanita bukan muhrim dalam apartemen pribadinya.
Qiran yang dipersilakan duduk pun akhirnya duduk dengan canggung. Gadis itu berusaha tersenyum ramah. Tapi malah ekspresi aneh yang dia munculkan.
"Em... Terima kasih." Ucap Qiran canggung. Zahra pun tersenyum melihat sikap gadis itu yang canggung terhadapnya.
"Kalau boleh tahu. Siapa namamu?" Tanya Zahra. Dia masih berusaha mengontrol emosinya. Tak etis jika langsung bertanya apa hubungan gadis ini dengan Rayza sebelum dia mengenal nama gadis di hadapannya.
"Qiran... Tante." Ucap Qiran. Qiran pun menundukkan wajahnya. Dia benar-benar bingung harus bersikap seperti apa. Lagi pula haruskah Qiran langsung menyatakan bahwa dirinya adalah pembantu rumah tangga? Sungguh itu memalukan bagi Qiran.
"Kalau boleh tahu, kenapa kau bisa di apartemen putra saya?" Tanya Zahra penasaran. Zahra menyadari gadis di hadapannya sedang memikirkan sesuatu yang entah apa. Tapi Zahra harus mengklarifikasi hubungan apa antara gadis ini dengan putranya.
"Em... Maaf sebelumnya Tante. Tolong jangan salah paham. Saya itu cuma..."
"Dia calon istriku Ummi." Ucap Rayza tiba-tiba datang membuat Qiran dan Umminya tersentak kaget.