Jangan lupa follow vote dan komen cerita ini ya...
Tekan tanda bintang di posisi kiri bawah setelah baca chapter ini...
Happy reading ???
???
Baru saja Rayza sampai di rumah sakit tempat dia bekerja, pria itu harus dikejutkan dengan pesan dari Umminya.
Ummi tersayang
Assalamualaikum Nak...
Ummi sudah sampai di apartemen kamu. Kamu di mana?
Tanpa membalas pesan itu, Rayza segera menghubungi bagian administrasi untuk men-cancel jadwal prakteknya hari ini. Sungguh baru kali ini dia men-cancel jadwal praktek. Biasanya Rayza hanya menggeser waktunya saja. Tapi mengingat ada Qiran di apartemennya, Rayza yakin butuh waktu cukup lama untuk menyelesaikan drama antara dirinya dengan ibu kandungnya. Zahra pasti akan menghujamnya dengan berbagai pertanyaan terkait keberadaan Qiran di sana.
Usai men-cancel jadwal prakteknya, Rayza segera berlari menuju tukang ojek yang berada di pangkalan dekat rumah sakit. Jika dia naik taksi, secepat apapun tak akan bisa menghindari macet. Oleh karenanya Rayza memilih naik ojek untuk pulang.
"Ini Pak ambil aja kembaliannya." Ucap Rayza memberikan uang cash berwarna pink cantik kepada Abang ojek. Kemudian berlari hingga unit apartemennya.
Sesampainya di sana, tanpa mengetuk pintu Rayza langsung masuk ke dalam. Beruntung dia datang di waktu yang tepat. Dia mendengar dengan jelas ibu nya bertanya terkait keberadaan Qiran di apartemennya.
"Kalau boleh tahu, kenapa kau bisa di apartemen putra saya?" Tanya Zahra penasaran.
"Em... Maaf sebelumnya Tante. Tolong jangan salah paham. Saya itu cuma..."
"Dia calon istriku Ummi." Ucap Rayza dengan nafas tersengal-sengal karena habis berlari. Bahkan keringat membanjiri wajah dan tubuhnya.
Zahra dan Qiran pun segera menoleh ke arah Rayza. Baik Zahra maupun Qiran menatap bingung pada Rayza yang jelas terlihat usai berlomba dengan waktu. Bahkan keringat tak hanya membasahi kemejanya melainkan juga hingga jas putihnya.
"Dia calon istriku Ummi. Maaf belum mengenalkannya pada Ummi." Ucap Rayza sekali lagi.
Zahra semakin terkejut karena dia pikir pendengarannya sempat salah. Rupanya kesehatan telinganya masih baik. Dan hal yang membuatnya semakin terkejut adalah pernyataan Rayza bahwa wanita yang dia temui berada di apartemen putranya adalah calon istri putranya sendiri.
"Kamu habis berlari Nak?" Ucap Zahra heran melihat tingkah Rayza. Selama ini dia melihat Rayza adalah sosok yang memiliki pembawaan tenang. Tapi hari ini Rayza begitu gugup dan khawatir berlebihan hingga berlari untuk segera menemuinya. Hingga Zahra sempat berpikir mungkinkah ada hal yang disembunyikan oleh Rayza?
"Hah... Hah... Hah... Iya Ummi... Aku ... Habis... Berlari... Hah... Hah..." Ucap Rayza masih dengan nafas tersengal-sengal.
"Astagfirullah hal adzim Nak. Kau bahkan lupa mengucap salam sebelum masuk rumah." Ucap Zahra sedikit kesal pada kelakuan putranya.
"Iya Ummi maaf... Assalamualaikum..." Ucap Rayza bergerak mendekat ke arah Zahra kemudian meraih tangan kanan ibunya. Rayza pun mengecup punggung tangan ibunya dengan lembut. Hal itu membuat Qiran merasa tak enak hati karena tadi Qiran lupa melakukan hal yang sama. Semua itu akibat dirinya yang terlalu gugup.
"Waalaikum salam warrohmatullah..." Ucap Zahra menjawab salam putranya.
"Aku buatkan minum ya..." Ucap Qiran segera beranjak dan bergerak ke dapur untuk membuat minuman.
"Ya... Terima kasih. Owh ya Qiran kamu belum masak kan? Ga usah masak, kita makan di luar saja bareng Ummi sekalian." Ucap Rayza membuat kening Zahra berkerut. Zahra tak menyangka mereka seperti selayaknya suami istri. Bahkan urusan makanan pun Qiran biasa menyiapkan hal itu untuk putranya. Hatinya semakin ngilu membayangkan putranya tinggal satu atap dengan wanita yang bukan muhrimnya.
"Ummi..." Ucap Rayza menyadari kemarahan ibunya. Rayza tahu betul apa yang ada dalam benak ibunya. Rayza yakin Ibunya pasti berpikir bahwa mereka tinggal satu atap. Ibunya adalah sosok wanita pemegang teguh akidah Islam. Jadi pastinya akan sangat marah jika putranya tinggal satu atap dengan seorang wanita dewasa tanpa ikatan pernikahan. Hanya saja ibunya itu masih menahan emosi demi menjaga perasaan Rayza dan Qiran.
"Tolong jelaskan hal ini dengan jujur." Ucap Zahra menatap netra hitam putranya dengan jeli. Dia ingin menyelami seberapa besar kejujuran yang tersimpan dalam netra hitam putranya. Rayza pun membalas tatapan ibunya dengan lembut tanpa rasa takut karena dia memang tidak bersalah.
"Tenang Ummi. Kami tidak tinggal satu atap. Qiran tinggal di unit sebelah apartemen ku. Jika siang hari Qiran memang di sini untuk merapihkan apartemen dan memasak untukku. Selebihnya kami tinggal di apartemen kami masing-masing. Percaya padaku Ummi. Aku tidak mungkin melakukan hal yang tidak-tidak dengan Qiran." Ucap Rayza menggenggam jemari ibunya. Berharap Zahra percaya padanya. Tapi Zahra malah memalingkan wajahnya.
"Ummi masih ragu. Ummi
Tidak yakin jika kalian tidak melakukan hal yang tidak-tidak. Mengingat kalian yang saling mencintai dan jauh dari orang tua." Ucap Zahra kembali menatap netra hitam putranya.
"Aku mohon percaya padaku Ummi." Ucap Rayza dengan wajah memelas. Dan saat itu pula Qiran datang membawa segelas jus jeruk untuk Rayza.
"Ini jus jeruknya buat kamu. Aku permisi ya." Ucap Qiran enggan ikut dalam drama ibu dan anak di hadapannya.
"Tidak Qiran. Kamu duduk di sini." Ucap Zahra tegas menatap Qiran sambil menepuk sisi sofa di sampingnya. Tentu tidak di samping Rayza yang belum menjadi muhrimnya. Qiran pun tersenyum canggung kemudian menatap Rayza. Dan saat itu dia melihat Rayza sedang menampilkan tatapan memelas seolah bicara.
Aku mohon, duduk saja di samping Ummi aku.
Karena hal itu akhirnya Qiran terpaksa duduk di samping ibu Rayza.
"Owh ya Tante... Tadi Qiran lupa belum salim sama Tante." Ucap Qiran meraih tangan kanan wanita cantik paruh baya di sampingnya. Zahra pun tersenyum dan mengusap puncak kepala Qiran dengan lembut. Kehadiran Qiran membuatnya merindukan putri bungsunya yang sedang menimba ilmu di negeri orang.
"Panggil Ummi saja." Ucap Zahra lembut mengusap pipi Qiran.
"Em... Iya... Ummi." Jawab Qiran gugup. Entah mengapa rasanya bertemu dengan Zahra membuatnya serasa bertemu calon mertua. Benar-benar gugup dan tegang. Padahal dia dan Rayza tak memiliki hubungan apa-apa. Tapi pernyataan Rayza yang mengatakan bahwa dia calon istrinya, membuat hati Qiran cukup baper.
"Qiran sudah lama kenal dengan Rayza?" Tanya Zahra.
"Sudah lama Ummi. Tapi kami menjalin hubungan baru satu Minggu yang lalu." Ucap Rayza yang mengambil alih pertanyaan Zahra. Zahra pun segera menoleh ke arah putranya. Sedangkan Qiran memelototi Rayza dari balik punggung ibunya. Tapi Rayza tak peduli dia mengabaikan tatapan penuh amarah dari gadis itu.
"Udah lama kenal? Baru seminggu jadian? Gila nih orang. Yang bener tuh baru seminggu kenal." Qiran membatin.
"Kok ga kenalin Qiran sama Ummi dan Ayah?" Tanya Zahra.
"Kan dulu Ummi pernah bilang ingin punya menantu berhijab. Qiran masih belajar mendalami agama Ummi. Dia sudah berniat untuk mulai berhijab. Dia juga sedang belajar menjadi istri yang baik untukku. Dan rencananya nanti setelah Qiran sudah berhijab, sudah siap menjadi istri yang baik, sudah pandai memasak, Rayza akan membawa Qiran menemui Ummi dan Ayah. Eh ternyata Ummi sudah datang duluan dan bertemu dengan calon istri Rayza." Ucap Rayza menjelaskan. Cukup logis bagi Zahra. Zahra menyimak penjelasan putranya tanpa melepas tatapannya dari netra hitam itu. Sedangkan Rayza berusaha meyakinkan ucapannya dengan membalas tatapan ibunya. Dan dia pun pengabaian tatapan amarah Qiran. Dia akan menyelesaikannya nanti dengan Qiran, tentunya setelah Umminya pulang.
"Baru kali ini kau bicara panjang Nak." Ucap Zahra heran karena biasanya Rayza hanya bicara seperlunya saja.
"Em... Karena aku tak ingin Ummi menilai Qiran buruk. Kenyataannya dia gadis yang sangat baik dan cocok dengan ku Ummi." Ucap Rayza kini menatap Qiran dengan tatapan hangat. Sedangkan Qiran semakin terkejut mendengar pernyataan itu. Bahkan dia sampai tersedak air liurnya sendiri.
"Uhuk... Uhuk... Uhuk..." Qiran terbatuk hingga mengeluarkan air mata.
"Kamu kenapa Nak?" Tanya Zahra mengusap punggung gadis itu dengan lembut dan memberikan minuman untuk Qiran.
"Terima kasih Ummi. Uhuk... Uhuk..." Ucap Qiran menerima minuman dari Zahra.
"Minum dulu." Ucap Zahra khawatir.
Qiran pun segera menghabiskan minuman dalam gelas itu. Dia tak peduli dengan perutnya yang penuh Air. Saat ini dia hanya berpikir bagaimana caranya menyamankan pikirannya. Ucapan dan tatapan mata pria itu membuatnya hatinya semakin jatuh dan baper untuk kesekian kalinya.
"Kamu sepertinya masih muda ya? Berapa usiamu Nak?" Tanya Zahra menatap wajah Qiran yang cantik dan belia.
"Em... 19 tahun Ummi." Ucap Qiran menunduk. Dia tak menyangka harus mengatakan usia remaja di saat seorang pria menyatakan dia adalah calon istrinya. Sungguh jika ibu dari majikannya pulang, Qiran akan memukul wajah Rayza hingga memar. Ini sangat memalukan.
"19 tahun?" Tanya Zahra memastikan sedangkan Qiran hanya bisa mengangguk. Zahra pun segera melirik putranya. Dan Rayza hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali.
"Kau mau menikahi anak bau kencur?" Tanya Zahra heran menatap putranya yang berusia hampir kepala tiga malah jatuh cinta pada bocah yang belum genap 20 tahun. Rayza pun hanya bisa mengangguk bodoh. Ekspresinya membuat Qiran puas. Karena baru kali ini melihat Rayza tak berkutik di hadapan ibunya.
"Maaf Qiran... Bukannya Ummi tidak setuju pada hubungan kalian. Hanya saja Ummi ingin memastikan keseriusan putra Ummi. Kau pun harus memastikan kesiapan dirimu. Pernikahan bukan hanya urusan menjalin ikatan cinta. Tapi juga ikrar di hadapan Allah. Butuh kesiapan lahir dan batin untuk menjadi istri. Apa kamu sudah siap?" Ucap Zahra kali ini menatap Qiran. Qiran pun segera merubah ekspresi nya dari yang menahan tawa menjadi tatapan gadis polos. Dan kali ini Rayza yang menahan tawa melihat ekspresi Qiran. Qiran bingung harus menjawab apa. Dia pun hanya bisa menyunggingkan senyum yang tampak aneh.
"Astagfirullah hal adzim... Kalian bahkan belum bisa menjawab dengan tegas, tapi kalian sudah melakukan hal layaknya suami istri..." Ucap Zahra frustrasi mengusap keningnya yang berdenyut nyeri.
"Kami tidak melakukan hubungan suami istri." Ucap Qiran dan Rayza bersamaan. Mereka benar-benar khawatir Zahra berpikir bahwa mereka melakukan hal diluar batas.
"Ummi ga bilang kalian melakukan hubungan suami istri. Ummi hanya bilang kalian melakukan hal selayaknya suami istri. Qiran merapihkan rumah, menyiapkan makan, Rayza pun setiap siang pulang untuk makan masakan kamu. Apa itu tidak seperti suami istri? Kalian tidak tidur satu kamar kan?" Tanya Zahra khawatir.
"Tidak Ummi. Sumpah!" Ucap Rayza dan Qiran kembali bersamaan. Hal itu membuat Zahra geleng-geleng kepala melihat kekompakan mereka.
"Kamu cari jawaban lain dong." Ucap Qiran kesal pada Rayza.
"Ih... Kamu tuh yang ikut-ikutan." Jawab Rayza. Perdebatan pun dimulai membuat kening Zahra semakin berdenyut.
"Cukup! Kalian belum jawab pertanyaan Ummi. Kalian tidak tidur satu kamar kan?" Tanya Zahra sekali lagi.
"Kamu diam. Aku yang jawab." Ucap Rayza menatap Qiran dengan mata yang membulat sempurna. Qiran pun hanya mendengus kesal. Sambil menjelek-jelekkan ekspresinya. Tapi tentu saja semua itu tanpa sepengetahuan Zahra. Jika Zahra menoleh ke arahnya, dia akan memasang wajah polos.
"Kan sudah aku bilang Qiran tinggal di apartemen sebelahku Ummi. Jangankan tidur satu kamar, tinggal satu apartemen pun tidak." Ucap Rayza.
"Tapi Ummi harus memastikan kalau kalian tidak melakukan hal yang tidak-tidak? Bisa jadikan kamu pindah ke apartemen Qiran dan kalian tidur bersama." Ucap Zahra masih belum yakin. Terlebih lagi putranya adalah pria dewasa yang mungkin saja akan memperdaya Qiran yang masih terlalu muda.
"Astagfirullah hal adzim... Ummi tolong percaya sama aku. Aku putra Ummi ga mungkin macam-macam. Kalau Ummi ga percaya, ayo kita ke apartemen Qiran. Supaya Ummi yakin aku dan Qiran tidak bohong." Ucap Rayza frustasi.
"Bukannya Ummi tidak percaya padamu. Tapi akan ada setan yang terus menggoda diantara hubungan pria dan wanita tanpa ikatan pernikahan." Ucap Zahra khawatir.
Rayza hanya bisa mengangguk pasrah sedangkan Qiran menatap kesal Rayza. Gara-gara Rayza dia harus ikut
Ikut serta dalam drama bersama ibunya.
"Qiran..." Panggil Zahra. Qiran pun segera mengembalikan ekspresi anak baik-baik di hadapan Zahra.
"Ya Ummi." Ucap Qiran.
"Bagaimana kalau kamu tinggal di rumah Ummi? Jadi ketika Rayza datang menemui kamu ada Ummi yang bisa memastikan putra Ummi tak akan macam-macam padamu. Yuk ikut Ummi pulang." Ucap Zahra lembut. Hal itu membuat hari Qiran berdesir. Sungguh baru kali ini dia menerima perlakuan lembut seorang ibu. Dia bahkan tak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu.
"Tapi..." Qiran bingung harus bicara apa. Dia saat ini masih bekerja sebagai pembantu di apartemen Rayza. Jika Qiran tidak bekerja lalu bagaimana biaya kuliahnya. Qiran tidak mungkin meminta uang pada Papinya. Bahkan pria itu tidak mencari Qiran sama sekali.
"Ummi... Biar aku yang nanti mengantar Qiran ke rumah. Sekalian mengenalkan Qiran pada Ayah. Jika Ummi membawa Qiran sekarang, aku yakin ayah akan berpikir buruk tentang aku. Apa Ummi senang jika Ayah memarahi aku?" Ucap Rayza agar Zahra berubah pikiran.
"Iya benar juga." Ucap Zahra mengingat tempramental suaminya.
"Ya sudah. Tapi hari ini ya?" Tanya Zahra memastikan.
"Iya... Nanti sore. Aku akan antar Qiran ke rumah." Ucap Rayza memberikan dua jari yang disandingkan di Sampit wajahnya. Sedangkan Qiran semakin melotot mendengar ucapan Rayza. Tapi Rayza malah membalas tatapannya dengan senyuman seolah mengatakan.
"Tenang saja."
"Apa-apaan ini? Kenapa dramanya harus diperpanjang? Nanti kalo aku disuruh nikah muda bagaimana? Kok melarikan diri dari perjodohan malah dapet jodoh dengan cara yang ga karuan... Haduuuh..." Qiran membatin. Sedangkan Rayza tersenyum bahagia seolah mendapat jalan keluar dari hubungannya dengan Qiran.