"Abang Rayza..."
"Satria?"
"Abang ada perlu apa datang ke kampus Satria?"
???
"Abang ada keperluan di ruang rektor. Kau apa kabar? Lama tidak bertemu dengan mu." Ucap Rayza menepuk bahu Satria.
Satria pun tersenyum. Sungguh pria di hadapannya adalah pria yang sangat ia kagumi. Pria dewasa yang mapan dan berkharisma. Suatu saat Satria ingin menjadi pria dewasa seperti Rayza.
"Alhamdulillah sehat. Iya nih Bang, saya lagi banyak tugas jadi jarang main ke rumah Abang. Lama ga lihat Abang, Abang makin keren aja, apalagi pake jas putih begini. Keren banget Bang. Sumpah." Ucap Satria.
"Ah kamu bisa aja. Kamu juga makin dewasa makin ganteng. Apa kabar Papa dan Mama kamu? Sehat kan?" Ucap Rayza bertanya kondisi Akmal sahabat ayahnya.
"Alhamdulillah Papa Mama sehat. Ummi sama Ayah sehat kan?" Tanya Satria.
"Alhamdulillah." Ucap Rayza.
Namun Satria menoleh ke arah pria yang berdiri tepat di samping Rayza. Satria pun tersenyum sopan kepadanya. Membuat Rayza baru sadar telah mengabaikan calon mertuanya.
"Oh... Maaf Papi. Kenalkan ini Satria sahabat yang sudah Rayza anggap seperti adik sendiri." Ucap Rayza mengenalkan Satria kepada Martin. Martin pun tersenyum ramah. Dan Rayza pun langsung mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
"Martin kau boleh memanggil saya Om, tapi jangan kakek." Ucap Martin menunjukkan sisi humornya.
"Om bisa aja. Saya Satria." Ucap Satria ramah kemudian mencium punggung tangan Martin.
"Abang ada perlu apa ke ruang rektor?" Tanya Satria penasaran.
"Jadi begini, kau kenal Qiran dari fakultas Management?" Tanya Rayza.
Satria pun tersentak kaget karena tak menyangka Rayza mengenal Qiran. Tak ada lagi Qiran lain yang ada di fakultas Management. Hanya Qiran yang selama satu tahun ini mencuri hatinya.
"Qirani Putri Iskandar?" Tanya Satria memastikan.
"Ya... Saya Martin Iskandar, ayah Qiran. Kau kenal Qiran putri saya?" Ucap Martin mengiyakan ucapan Satria. Hal itu sukses membuat Satria tak mampu berucap kata. Dia hanya bisa menatap Martin dan Rayza bergantian karena terlalu terkejut.
"Satria... Kau kenal Qiran?" Tanya Rayza memastikan.
"Ya... Dia satu fakultas sama aku. Dia adik tingkat aku Bang." Ucap Satria lemas. Dia mengingat situasi terakhir pertemuannya dengan Qiran. Dan dia pun berpikir, mungkinkah Rayza adalah pria yang memeluk Qiran saat di halte?
"Syukurlah... Setidaknya ada yang bisa aku minta bantuan untuk menjaga Qiran." Ucap Rayza amat bersyukur.
"Abang ada hubungan apa dengan Qiran?" Tanya Satria penasaran.
"Qiran calon istri Abang. Dan dia difitnah temannya yang bernama Citra telah menjadi sugar babby Abang. Konyol banget kan? Makanya Abang ke sini sama Papinya Qiran untuk meluruskan kesalahpahaman." Ucap Rayza menjelaskan.
Bagai karang yang berusaha tegar dihantam gelombang. Hati Satria merasa sangat sakit namun tak mampu berbuat apa-apa. Satu tahun mengejar sang gadis impiannya adalah hal sia-sia. Karena Qiran rupanya sudah memiliki calon suami se mapan dan se tampan Rayza. Apalah Satria jika dibandingkan dengan Rayza.
"Owh gitu ya Bang?" Ucap Satria tampak bingung harus berkata apa. Dia hanya bisa fokus menjaga ekspresi wajahnya agar tampak biasa. Namun rasanya sulit menutupi rasa kecewa dan menyesal karena ikut membenci Qiran saat itu.
"Ada apa dengan wajah mu?" Tanya Rayza bingung melihat raut wajah Satria yang tiba-tiba murung.
"Maaf Bang, saya ada kelas pagi. Saya permisi." Ucap Satria meninggalkan Rayza.
Rayza sungguh bingung akan sikap Satria. Dia ingin memastikan kondisi Satria tapi ada hal yang lebih penting saat ini. Dia harus bisa segera meluruskan masalah Qiran.
"Ayo Papi, kita langsung saja ke ruang rektor." Ucap Rayza.
Sedangkan Martin masih menatap punggung lebar pria tampan yang masih muda itu menjauh. Dia yakin ada hal yang terjadi antara Qiran dengan Satria. Terlebih lagi gerak-gerik pria muda itu tak bisa berbohong dari netra coklatnya.
"Em... Sepertinya dia menyukai putriku." Gumam Martin.
"Papi bicara apa?" Tanya Rayza mendengar gumaman Martin.
"Kau punya saingan Nak." Ucap Martin terkekeh tak menyangka putrinya laris manis. Gadis yang selalu bersikap bar-bar itu bisa memikat dua pria yang tampan.
"Maksud Papi?" Tanya Rayza bingung.
"Sepertinya dia menyukai Qiran. Dan dia cemburu saat mendengar kau calon suaminya." Ucap Martin.
"Owh..." Ucap Rayza bingung harus menanggapinya dengan bagaimana.
"Hanya owh?" Gumam Martin bingung.
"Ya lalu harus bagaimana?" Tanya Rayza semakin bingung.
Hal itu malah membuat Martin heran. Baru kali ini dia melihat orang yang tak bisa mengekspresikan dirinya.
"Kau tidak cemburu?" Tanya Martin.
"Tentu saja cemburu. Tapi tidak perlu bersikap berlebihan kan?" Ucap Rayza yang sebenarnya sejak tadi sedikit khawatir Qiran akan berpaling darinya. Terlebih lagi Satria pria yang pas untuk usia Qiran. Mereka hanya selisih 2 tahun sedangkan Rayza dan Qiran pantas dikatakan om dan keponakan. Karena usia mereka terpaut hampir 10 tahun.
"Kau tidak takut Qiran berpaling pada pria muda seusianya?" Tanya Martin memancing ekspresi Rayza. Tapi Rayza memang pria yang tenang. Dia tak mudah terpancing situasi.
"Satria pasti mengalah. Dia bisa cari wanita lain." Ucap Rayza percaya diri.
"Kalau Qiran lebih memilih Satria bagaimana?" Tanya Martin penasaran.
"Rayza bukan pria yang mudah menyerah. Rayza akan berusaha menarik hati Qiran agar dia hanya bisa mencintai Rayza." Ucap Rayza tersenyum.
"Baiklah. Ayo kita segera menyelesaikan masalah Qiran di ruang rektor." Ucap Martin tersenyum. Dia sungguh lega akan jawaban Rayza kali ini.
Mereka pun melanjutkan langkah mereka ke ruang rektor. Memberikan pernyataan dan penjelasan bahwa Rayza adalah calon suami Qiran. Dan mereka memang tinggal di apartemen yang sama namun beda unit. Semua itu karena kondisi Martin yang kurang sehat. Dan Martin meminta bantuan Rayza untuk menjaga putrinya yang tak lain adalah calon istri Rayza. Dan hari ini masalah berakhir. Rayza pun berhasil mengantongi surat pernyataan pembatalan skorsing untuk Qiran.
Di tempat lain.
Di apartemen Rayza.
Qiran sibuk berkutat dengan alat kebersihan. Dia sedang menguras tenaga demi kerapihan dan kenyamanan apartemen Rayza. Bulir-bulir keringat mulai mengalir dari pelipisnya saat dia menyetrika pakaian Rayza. Sungguh dia tak menyangka urusan merapihkan rumah sungguh melelahkan.
Akhirnya setelah lebih dari empat jam menguras tenaga, pekerjaan nya pun selesai. Bagai terkuras seluruh tenaganya, Qiran pun tak mampu berdiri lagi. Dia merebahkan tubuhnya di ranjang Rayza. Menelentangkan tubuhnya agar merasa lebih relaks.
"Ughh... Lelahnya..." Ucap Qiran menatap langit-langit kamar Rayza.
"Panas banget..." Ucapnya kembali sambil mengusap bulir keringat di wajahnya.
"Haaaah... Mau nyaain AC males bangunnya." Ucapnya lagi bermonolog.
Tapi karena rasa panas yang terus menyiksa syaraf di setiap inci dermanya, akhirnya Qiran bangkit dan meraih remote AC. Dia pun menekan tombol berwarna pink cantik yang diarahkan ke sebuah benda putih yang tergantung cantik di dinding.
TIT...
"Alhamdulillah... Adem nya...." Ucap Qiran menikmati dinginnya AC yang mulai membelai kulitnya. Menciptakan kesejukan di setiap sudut ruangan. Sungguh nikmat.
"Haaaah... Belum masak. Perasaan kerjaan rumah ga kelar-kelar ya?" Ucap Qiran kesal karena lelah.
TING... NONG...
TING... NONG...
Suara bel apartemen Rayza membuatnya terkejut dan semakin kesal.
"Iiih... Si bujang lapuk itu udah pulang lagi... Haaaah... Aku kan belum masak." Ucap Qiran kesal.
Gadis itu pun melompat dari ranjang dan bergerak ke arah pintu. Tak lupa memasang wajah masam karena kesal. Saat ini belum genap pukul sebelas siang. Jadi wajar dong kalau Qiran belum memasak sesuatu untuk Rayza. Jika pria itu mengomel, Qiran akan mengomel balik.
TING NONG...
TING NONG...
"Iya iya sabar kenapa sih." Ucap Qiran kesal karena bel masih saja berbunyi nyaring.
TING NONG...
TING NONG...
"Iya sabar. Nih udah aku buka. Berisik banget, biasa juga langsung buka pintu." Ucap Qiran mengomel sambil membuka pintu. Namun sayang sosok di balik pintu justru membuatnya terkejut.
"Assalamualaikum..." Ucap seorang wanita paruh baya yang masih cantik di usianya. Wanita itu mengenakan gamis berbahan Ceruti yang didesain sederhana namun elegan. Mencerminkan sikap keibuan yang lembut dan penyayang.
"Waalaikum salam..." Ucap Qiran menjawab salam wanita itu dengan gugup.
Mendengar suara wanita dari apartemen putranya membuat Zahra tak kalah terkejut. Pasalnya dia tak pernah tahu Rayza menyimpan sosok lawan jenis di apartemennya. Sungguh Zahra kecewa dan begitu terpukul mengetahui kelakuan putranya. Kini semua pemikiran berkonotasi negatif berputar di kepalanya. Membuatnya terkejut dan kesal di waktu yang sama. Pantas saja Rayza lama tak mengunjunginya. Bahkan tak tinggal di rumah keluarga mereka lagi dan memilih kembali tinggal di apartemen.
"Kau siapa?" Tanya Zahra penasaran.