Gin perlahan membuka pakaiannya dan memandangi bekas cengkraman kuku Harumi yang membekas di lengannya. Ia meringis perlahan, karena bekas cengkraman itu terasa sangat perih. Tiba-tiba ia mendengar suara pintu kamarnya dibuka dan terlihat Harumi masuk ke dalam kamar tanpa sungkan.
“Duduk!” suruhnya galak pada Gin.
Gin pun duduk di sisi ranjang dan membiarkan Harumi mengobati bekas cengkraman tangannya di lengan Gin. Semilir aroma parfum murah tercium dari tubuh Harumi, walau begitu tetap terasa nyaman di penciuman Gin.
Gin menatap wajah Harumi yang serius mengkompres lengannya dan mengoleskan salep. Entah mengapa tiba-tiba ia merindukan wajah perempuan yang berada dihadapannya. Ucapan Rima kembali terngiang di telinganya.
Minta maaf, itu yang seharusnya Gin lakukan saat ini pada Harumi. Sejak pertengkaran besar mereka, tak sekalipun Gin minta maaf pada Harumi, walau ia menyadari bahwa dirinya yang salah. Ia terlalu malu.
Kini, wajah cantik yang begitu sendu itu berada dekat dengan Gin. Betapa Gin merindukan wajah riang dan manja Harumi, ia merasa begitu kehilangan istrinya.
“Harumi,” panggil Gin lembut.
Harumi hanya mendelik dan kembali mengoleskan cream pada lengan Gin.
“Aku … minta maaf…” bisik Gin perlahan.
“Untuk kesalahan yang mana?” jawab Harumi santai sambil membereskan obat-obatannya.
“Maafkan aku karena berpaling sesaat darimu,” bisik Gin pelan tapi tetap menatap Harumi dalam.
“Untuk mengakui selingkuh saja kamu pake kalimat berpaling, aku tahu pasti mami yang suruh kamu kan? Selama ini kamu tak pernah sekalipun minta maaf padaku untuk kesalahanmu yang satu itu walau sudah aku pergoki,” jawab Harumi dingin sambil berdiri dan berjalan keluar kamar.
Gin segera mengikuti langkah Harumi yang tampak bergegas memasuki kamarnya. Ia segera menarik tangan Harumi sebelum Harumi berhasil menutup pintunya.
“Mas, keluar!” usir Harumi ketika Gin ikut masuk ke dalam kamar, bahkan ia belum sempat mengenakan pakaiannya.
“Harumi, aku butuh bicara padamu … aku mau minta maaf sayang…,” bisik Gin segera menarik ke dalam pelukannya dan mulai menciumi wajah istrinya yang tengah memberontak dalam pelukan Gin.
“Lepaskan aku mas!”
“Aku masih cinta sama kamu…,” ucap Gin tiba-tiba tak kuasa menahan perasaannya.
Baru beberapa hari saja bersama Harumi ia sudah tak bisa mengendalikan dirinya. Entah kemana keangkuhannya selama hampir satu tahun lalu, entah kemana perasaannya pada Bianca saat ini. Merasakan tubuh Harumi di dalam pelukannya begitu dekat membuat Gin menyadari bahwa dirinya masih memiliki perasaan pada perempuan ini.
Sebuah tamparan mendarat keras di pipi Gin. Harumi mendorong Gin menjauh dari tubuhnya. Tapi Gin kembali mendekat dan kembali menyambar tubuh Harumi yang ringkih untuk ia peluk dan cium. Lagi - lagi Harumi menampar wajah Gin dengan keras kali ini sambil menangis.
“Jangan kurang ajar kamu, mas!”
“Aku tak mungkin kurang ajar padamu, sentuhanku pada tubuhmu itu halal! Aku masih suamimu!”
“Tapi aku tidak mau!”
“Harumi, maafkan aku sayang … aku tahu kamu juga masih memiliki perasaan padaku. Kamu akan selalu menjadi cinta dan sayangnya Ginovio, sayang,” ucap Gin tampak tak peduli dan sudah gelap mata untuk menyentuh istrinya diantara rasa sesal dan nafsu.
Harumi kembali mendorong Gin menjauh dan menampar wajah pria itu sampai pipi Gin terlihat sangat merah dan mulai bengkak. Ia menangis melihat sikap Gin yang seolah semudah itu melupakan kesalahannya.
“Keluar kamu mas!” usir Harumi sambil mendorong Gin kearah pintu. Tapi Gin tetap bertahan dan kali ini malah memeluk Harumi semakin erat.
“Lepaskan! Aku jijik sama mas Gin!” jerit Harumi mulai menangis histeris.
“Harumi …”
“Kamu pikir dengan seperti ini aku akan luluh dan memaafkanmu?! Nggak mas! Aku gak mau maafin kamu! Gak akan!”
“Bilang sama aku kalau kamu sudah tak ada rasa cinta lagi padaku Harumi! Menyentuhmu seperti ini aku tahu kalau cinta itu masih ada!”
“Aku yang seharusnya bertanya begitu sama kamu mas! Apakah cinta itu masih ada atau hanya ada nafsu! Kamu sudah tak mencintaiku lagi mas! Yang kamu cintai adalah Bianca!”
“Tidak!”
“Jika kamu benar-benar mencintaiku, kamu tak akan pernah berpaling dan berpindah hati dariku apapun yang terjadi! Jika kamu masih mencintaiku, kamu tak mungkin berani berselingkuh dengan sahabatku sendiri! Aku sudah kehilangan perasaanmu padaku sejak kamu memutuskan untuk menjalin hubungan dengan Bianca!” ucap Harumi sambil menangis dan menatap Gin dengan pandangan tajam.
Gin terdiam sesaat. Ucapan Harumi menusuk perasaannya. Apalagi melihat Harumi berdiri tegar dan memandangnya tajam tanpa arti membuat Gin menggila.
Ia segera mendorong Harumi sehingga istrinya itu terduduk di sisi ranjang. Gin segera duduk bersimpuh dihadapan Harumi dan memegang kedua tangan istrinya erat.
“Harumi lihat aku… aku tahu kamu marah… tapi bisakah kamu berpikir tenang? Aku tak memintamu untuk segera memaafkan aku, tetapi beri aku kesempatan untuk memperbaikinya.”
“Aku jijik sama kamu mas! Melihat mu bersimpuh begini, ingin rasanya aku memukulmu sampai puas!”
“Ayo pukuli aku! Tampar aku jika itu bisa membuatmu lega!” tantang Gin bertahan sambil terus menahan tubuh dan tangan Harumi yang terus memberontak.
Tiba-tiba Harumi menyambar handphonenya dan melakukan video call pada seseorang. Bianca.
Bianca pun segera mengangkat tanpa tahu apa yang sedang terjadi antara Harumi dan Gin. Ia merasa terkejut ketika melihat Harumi dengan wajah basah dan terlihat Gin yang tanpa pakaian tengah duduk dihadapan Harumi dan bergerak seolah hendak memeluk dan mencumbunya.
“Harumi!” pekik Bianca kaget.
“Kamu lihat ini Bianca! Pria yang kamu ambil dariku tengah bersimpuh meminta maaf atas kesalahannya berselingkuh padamu!” ucap Harumi dengan senyum senang menatap Bianca yang tampak terkejut dan marah.
Sebuah tamparan kembali mendarat di pipi Gin, tetapi pria itu tak berkutik dan tetap diam sambil memeluk pinggang Harumi.
“Jangan lakukan itu pada mas Gin!” teriak Bianca marah.
“Harumi, matikan!” suruh Gin sambil bertahan dari rasa panas di pipinya karena ditampar oleh Harumi. Ia khawatir Bianca merekamnya dan rekaman itu akan merugikan Harumi.
Tapi Harumi yang marah sudah tak peduli, mendengar permintaan Gin hanya membuat Harumi semakin marah karena menganggap Gin mencoba melindungi Bianca.
“Aku benci mas Gin!” pekik Harumi sambil menjambak rambut Gin dan tetap memperlihatkannya pada Bianca.
“Kamu pikir dengan sikapmu seperti itu akan membuat mas Gin kembali padamu?! Tidak Harumi! Tak ada laki-laki yang suka perempuan kasar seperti kamu!” jerit Bianca marah.
“Sudah sayang, matikan dulu!” ucap Gin sambil mencoba mengambil handphone Harumi.
Sedangkan harumi sempat terdiam sesaat, perasaannya kembali sakit mendengar ucapan Bianca yang menusuk perasaannya karena disebut perempuan kasar. Ia kembali merasa marah pada Bianca dan menatap mantan sahabatnya itu dengan pandangan tajam sebelum Harumi menoleh kearah Gin dan segera melumat bibir suaminya. Ia hanya ingin Bianca merasa marah dan cemburu seperti yang selalu ia rasakan dulu.
Mendapat ciuman dari Harumi, Gin segera menyambutnya sambil menyambar handphone Harumi dan mematikannya, masih sempat terdengar ucapan Bianca bahwa ia tak akan merasa cemburu dengan ciuman itu.
Gin segera membaringkan Harumi dan kali ini ia yang menguasai keadaan, sebaliknya Harumi yang kini berontak mencoba melepaskan diri dari cumbuan suaminya.
“Mas stoppp!” teriak Harumi sambil menangis keras saat Gin sudah terburu nafsu dan mulai menarik turun pakaian dalam Harumi.
Mendengar tangisan Harumi yang pilu membuat Gin menghentikan kegiatannya. Ia mengangkat tubuhnya dan melihat Harumi menangis kencang seolah tak ingin disentuh.
“Aku benci sama kamu mas! Jangan sentuh aku! Sentuhanmu menyakitiku… aku gak sanggup kamu sakiti lagi… bebaskan aku dari rasa sakit ini… aagggh” jerit Harumi yang merasa sedih luar biasa ketika Gin mencumbunya.
Ia sedih dan takut jika sikap Gin hanya pura-pura atau karena sang ibu. Ia sudah tak sanggup lagi untuk sakit hati dan cemburu jika Gin akhirnya akan tetap memilih Bianca dan meninggalkannya.
Gin terdiam dan menatap Harumi sedih ketika melihat sang istri benar-benar seolah tak ingin disentuh olehnya dan merasa benci begitu dalam.
“Aku sedih mas… aku gak bahagia seperti ini… biarkan aku pergi,” isak Harumi dengan suara terdengar sangat sedih sambil meringkuk diatas ranjang.
Perlahan Gin membaringkan tubuhnya samping Harumi dan memeluknya dari belakang. Entah apa yang terjadi, tetapi selama 4 hari ini, waktu bergerak begitu lambat, seolah ia dan harus bertemu dan mengurai perasaan mereka dan terasa sangat sakit.
“Maafkan aku Harumi, aku benar-benar minta maaf,” bisik Gin memeluk Harumi dari belakang dan menutup tubuh mereka dengan selimut.
Entah berapa lama Harumi terus menangis sedih, sampai tak terdengar suara apa-apa lagi. Sepasang suami istri itu akhirnya tertidur dan tampak sangat kelelahan, lelah dengan apa yang terjadi dengan perasaan mereka.
Bersambung.