PART 18
.
.
.
.
“Kau menghubungi siapa?”
Hampir saja jantung Nara copot, begitu mendengar suara baritone dingin itu memanggilnya. Berjengit kecil, dengan cepat memasukkan handphonenya ke dalam tas. Mengerjap polos, seolah tidak mengerti maksud Arka.
“Bu-bukan siapa-siapa,” mengalihkan perhatiannya sendiri dan menghampiri Kenan. “Kenan, Ibu Nara juga mau main!” menjauhi laki-laki itu. Memalukan sekali kalau Arka sampai mendengar semua pembicaraan dalam telepon tadi. Sudah besar tapi masih disuruh pulang, mana masih jam tujuh malam lagi.
Nara tidak tahu bahwa perkataannya tadi sudah cukup membuat Arka mengurungkan niat awalnya. Sebuah senyuman tipis terulas di wajah tampan itu, memikirkan satu hal yang menyenangkan.
.
.
.
‘Lho?’ alis Nara bertaut bingung, dia ingat sekali jalan ke Apartnya, dan sejak tadi Arka sama sekali tidak menuju ke sana. Dia cenderung mencari jalan yang berbeda, apa ada jalan tembus ke Apart mereka? Seolah mengajaknya pergi cukup jauh, Nara tidak bisa bicara lebih banyak.
Mengingat dirinya bekerja dibawah perintah laki-laki itu sekarang. Dia di sini bukan sebagai seorang guru atau tamu, melainkan babysister Kenan. Tidak boleh sembarang bicara. Memilih diam, dengan pandangan tetap menatap keluar.
Sesekali melirik ke arah Kenan, pemuda kecil itu entah kenapa betah sekali berpangku padanya. Sejak tadi tidak ingin lepas darinya, “Kenan tidak mengantuk?” bertanya sekilas, biasanya di usia yang masih kecil Kenan seharusnya mudah mengantuk, apalagi dia baru saja selesai makan malam.
Pemuda kecil itu menggeleng semangat, memeluk boneka spidermannya. “Kenan biasa tidur jam sebelas!”
Terkejut mendengar jawaban Kenan, Nara langsung menatap Arka, setengah mendelik, “Kenan biasa tidur jam sebelas malam, Tuan Arka?” masih dengan nada sopan.
Pandangan laki-laki itu terfokus ke jalan, “Ya, dia suka tidur larut malam.” Dengan jawaban singkat, Nara melongo. “Kau serius, Tuan? Itu tidak baik buat pertumbuhan badannya,”
“Karena itu aku memintamu menjadi penjaga putraku, kau bisa menemaninya tidur setiap hari.”
Astaga, Nara geleng-geleng, mengusap rambut Kenan lembut, “Kenan tidak boleh lho tidur larut malam setiap hari. Mulai hari ini Kenan harus tidur lebih awal, oke?”
“Yahhh, padahal Kenan mau nonton film spiderman,” setengah kecewa, Nara menolak dengan tegas.
“Ibu Nara yang akan jaga Kenan tidur mulai hari ini,” membulatkan keputusannya, satu kalimatnya siapa sangka malah disambut antusias oleh Kenan. Wajah tampan itu menengadah, menatap tak percaya.
“Ibu Nara mau temenin Kenan tidur?!”
“Kenan mau?”
“Mau!! Itu artinya Ibu Nara benar-benar menikah sama Ayah ya?!” ucapan Kenan selanjutnya sukses membuat Nara terbatuk keras, lain halnya Arka. Laki-laki itu sama sekali tidak menanggapi ucapan putranya. Dia hanya diam, tanpa protes tentu saja.
Fokus mengendarai mobil, saat manik legam itu menemukan apa yang Ia cari. Langsung saja Arka mempercepat laju mobilnya,
Satu tempat yang membuat Nara bahkan menelan batuknya tadi dengan cepat, manik Amber itu berkali-kali shock hari ini.
‘What?! Kenapa kita malah pergi ke butik?!’ batinnya menjerit bingung.
.
.
.
Laki-laki itu masuk ke dalam butik tanpa menunggu protesan dari Nara. Dia hanya bertugas menjaga Kenan, berjalan setengah ragu masuk ke dalam tempat itu. Manik Nara membulat kagum, butik yang nampak begitu mewah dengan warna gold yang mendominasi.
Beberapa dress berwarna soft, gaun pengantin, baju-baju dengan desain cantik dan mewah. Walaupun Ayahnya seorang pengusaha sekalipun, Nara tidak pernah datang ke tempat ini semenjak dirinya pindah ke Jakarta. Mengingat Nara hanya meminta sedikit uang dari sang Ayah dan memakai full uang kerja untuk memenuhi kebutuhan pribadinya.
Lain halnya dengan Nadine dan sang Ibu, mereka berdua masih bergantung full dari penghasilan Ayahnya.
Masih menggenggam jemari mungil Kenan, salah satu dress menarik perhatiannya. Walaupun Nara akui dia tidak begitu cocok dan suka menggunakan dress seperti itu, tapi entah kenapa desain dress itu membuatnya rindu. Dress yang terkesan simpel dengan motif bordiran semi- transparant pada bagian d**a hingga pinggang, dress panjang hingga menutupi kaki. Kain yang nampak halus dan lembut, mengkilap-
“Ibu Nara sedang lihat apa?” suara Kenan mengembalikan Nara ke dunia nyata. Setengah kaget, mengalihkan pandangannya. Astaga, apa yang dia pikirkan tadi?! Seorang Vania Nara tertarik dengan dress? Dia memang masih menyimpan beberapa baju yang sering Ia gunakan saat pergi ke club malam.
Tapi jika dress mewah dan nampak anggun? Nara sengaja menghindarinya. Akan lebih baik jika Nadine yang menggunakan dress cantik itu, pasti cocok sekali.
“A-ah, tidak apa-apa,” Arka pasti mengajaknya ke sini, hanya sekedar untuk mengantar saja. Toh kalau beli gaun itu, sudah dipastikan Arka akan memberikannya pada Melly.
“Ambil gaun itu, dan rias wanita di sana. Pilihkan pakaian yang cocok untuk putraku juga,”
Tidak mendengar semua perintah yang dilontarkan dengan mudahnya oleh Arka. Nara hanya melihat beberapa wanita mulai berjalan mendekatinya, sambil menenteng dress yang baru saja Ia lihat tadi. Sembari menjauhkan Kenan dari dekatnya.
“Tunggu dulu, kalian mau apa?” menarik tangan Nara menuju ruang ganti dan rias khusus. “Tunggu dulu!! Kenapa bajuku dilepas! Hei!!”
Arka tersenyum tipis, tubuh tegap itu berjalan menuju putranya yang masih bingung menatap kepergian Ibu Nara. “Kok mereka bawa pergi Ibu Nara, Ayah?” bertanya bingung. Tangan kekar Arka bergerak cepat mengendong tubuh Kenan.
“Kita kan mau pergi jalan-jalan hari ini,” berujar dengan santai, satu ucapannya sanggup membuat Kenan penasaran. “Jalan-jalan?”
“Nanti akan ada banyak makanan, Kenan pasti suka.” Kenan hanya mengangguk kecil, jika mendengar kata jalan-jalan dari Ayahnya tentu saja dia suka. Apalagi jika pergi bersama Ibu Nara-nya. Pasti seru!
.
.
.
Semakin merasa aneh, Nara menatap dirinya di depan kaca, menggunakan gaun yang baru saja dia pilih. Ditambah lagi dengan riasan kilat dan tatanan rambut yang nampak detil, wajahnya yang tadi nampak kusam langsung berubah. Kacamata bulat yang Nara gunakan sudah terbang entah kemana. Tanda lahirnya yang berwarna keunguan ditutupi sempurna.
Pandangannya sedikit buram, karena tidak terbiasa menggunakan lensa kontak baru. Rambut pendeknya pun sengaja diblow agar nampak halus dan berbentuk. “Kenapa aku didandani seperti ini?” kedua maniknya menatap salah satu wanita yang masih sibuk merapikan dressnya.
“E-ee, permisi, kenapa saya dirias seperti ini? Sepertinya kalian salah merias orang,” tersenyum kikuk. Tentu saja mengira mereka salah paham. Arka datang ke tempat ini hanya karena ingin membeli dress untuk Melly saja kan?!
“Tapi kami diminta oleh Tuan Damian untuk mempercantik anda, Nona.” Mempercantik? Ha? Mereka bahkan baru kenalan tadi sore. Nara pun baru tahu nama laki-laki tampan itu setengah jam yang lalu! Atas dasar apa dia ingin Nara dirias seperti ini!
Tanpa aba-aba, setengah mengangkat dressnya yang panjang, Nara bergeras keluar dari ruangan. Berniat menanyakan maksud laki-laki itu.
“Tuan Arka,” kedua maniknya sama sekali tidak menangkap keberadaan Arka ataupun Kenan. Mengalihkan pandangan ke seluruh tempat, menghampiri salah seorang penjaga kasir.
“Kau melihat laki-laki dan anak kecil di sini tadi?” bertanya cepat, wanita itu tersenyum tipis, salah satu tangannya memberi arahnya dengan sopan.
“Mereka sedang bersiap-siap di sana, Nona.”
‘Bersiap untuk apa?’ semakin bingung, Nara mengangguk kecil. Kakinya melangkah hendak masuk ke dalam satu ruangan yang masih tertutup rapat. Tapi langkahnya terhenti saat pintu itu terbuka perlahan. Hal pertama yang Nara lihat adalah sosok mungil Kenan menyembul dari balik sana.
“Ibu Nara!” dengan senyum malu-malu yang sumringah, pemuda kecil itu menggunakan baju berkerah abu-abu dan celana panjang hitam. Rambut pendeknya tertawa rapi, bagaikan seorang pangeran mungil yang tampan.
Nara meleleh saat melihat senyuman dengan kedua pipi merona merah di wajah Kenan, ‘Manisnya!!!’ innernya reflek berteriak, berjalan mendekati Kenan. Pemuda kecil itu menengadah, bibirnya membentuk huruf O besar saat melihat penampilannya.
“Ibu Nara cantik sekali,” berujar dengan polos.
Nara ingin pingsan saat itu juga, menggigit bibir bawahnya dan langsung memeluk tubuh Kenan. Hatinya terasa hangat melihat senyuman dan kalimat polos Kenan. Terasa hangat, nyaman dan-
“Jangan merusak penampilan putraku, Nona Nara.” Nara nyaris tersedak menghentikan pemikirannya tadi, sembari memeluk Kenan, pandangannya teralih menatap sosok tegap yang keluar dari ruangan. Menggunakan tuxedo senada dengan warna pakaian Kenan dan dirinya. Rambut tertata ke belakang, aroma maskulinnya menguar lembut.
Sosok itu nampak fokus memperbaiki jam dan kerah pakaiannya. Jika Kenan mampu membuat Nara meleleh karena keimutannnya, lain halnya Arka. Tidak hanya Nara saja, semua wanita di dalam ruangan hampir saja berteriak histeris.
‘Definisi tampan yang sebenarnya,’ Tuhan, kenapa kau menciptakan penampilan Hamba-mu sempurna seperti ini? Kadang dia bertanya. Jantung Nara hampir berhenti berdetak saat itu juga. Berusaha keras menahan diri agar tidak pingsan.
Memasang wajah datar, “Ke-kenapa kau tiba-tiba memintaku menggunakan dress ini, Tuan?” dengan nada sedikit gugup.
Sosok tampan itu berjalan mendekatinya, berdiri depan dengan wajah tak kalah datar, “Kau tidak suka?” bertanya balik.
“Ya- suka sih, tapi buat apa? Bukannya kita ke sini karena Tuan ingin membeli gaun untuk Nona Melly?” mengerutkan keningnya bingung. Seolah malas menanggapi perkataannya. Arka hanya mendengus tipis.
“Kau awasi Kenan, kita akan menghadiri acara penting malam ini.” Merapikan dasi, dan berjalan menuju kasir. Sebelum sempat mendengar pertanyaan Nara selanjutnya.
“Acara penting? Astaga, aku benar-benar tidak paham dengannya.” Memiliki kekasih cantik dengan body model super sempurna, bukannya mengajak wanita itu untuk menemaninya. Arka justru mengajak babysister Kenan yang baru saja bekerja tadi sore?
“Ibu Nara cantik sekali, Kenan jatuh cinta!” untung saja putra laki-laki itu tidak sedingin Ayahnya. Sangat manis dan polos. Nara menggelengkan kepalanya singkat, menggenggam tangan mungil Kenan dan tersenyum kecil.
“Kenan juga tampan sekali. Ibu Nara sudah jatuh cinta berkali-kali dengan Kenan lho,”
Melihat perubahan Kenan yang semakin membaik hari demi hari sepertinya sudah cukup bagi Nara. Sifat pemalu anak itu seperti tertutupi perlahan. Meskipun Nara masih bisa melihat rona merah di kedua pipi dan senyuman pemalu di wajah Kenan. Nara suka itu. Sangat manis!
.
.
.
“Sial!!!” suara barang-barang jatuh berhamburan terdengar keras. Mengagetkan beberapa pembantu yang tadinya tengah membersihkan ruangan. Suara itu datang dari ruangan Nona mereka. Ditambah lagi dengan teriakan super nyaring.
Bisa dipastikan Nona mereka mengamuk lagi hari ini. Tidak ada yang berani mendekat, mereka hanya bisa berpura-pura tidak dengar dan melanjutkan pekerjaan.
“Sial!! Sial!! Kenapa dia harus membatalkan acara sepenting itu!” di dalam ruangan, Melly membuang gaun berwarna ungu yang sengaja Ia beli khusus hari ini. Dengan seenaknya, Arka membatalkan diri ikut ke dalam acara itu! Acara yang jarang ada, dimana kesempatan nama baik perusahaan akan naik pesat ditambah lagi orang-orang akan lebih mengetahuinya sebagai tunangan Pemimpin perusahaan itu!
Kesempatan sebesar itu!! Memikirkannya saja sudah membuat Melly kesal, menggerutukkan giginya. Berteriak lagi dan lagi. Membuang jauh-jauh sifat yang selama ini Ia perlihatkan pada masyarakat.
“Seharusnya aku bisa datang ke pesta itu!! Tapi sekarang semuanya hancur!!” sejak pagi membayangkan dirinya datang bersama Arka, dengan dandanan yang mewah dan anggun. Mengumumkan dirinya sebagai tunangan Arka pada pengusaha dan investor lain.
Sekarang, dia harus tidur di kasurnya yang empuk dan menganggap bahwa pesta itu tidak ada! Jangan bercanda!!
“Arkana Damian Ezra!!! Kau benar-benar menyebalkan!!” berteriak untuk yang terakhir kalinya. Kali ini laki-laki itu sudah cukup menghabiskan batas kesabarannya.
“Kau boleh membatalkan pesta itu, tapi lihat saja!” tanpa sadar mulai terkekeh sendiri, menatap pantulan dirinya di kaca. “Mulai besok kau tidak akan bisa lepas dari genggamanku, Dummy!!”
.
.
.
Manik Nara hampir saja jatuh dari tempatnya, dengan posisi masih berada di dalam mobil. Seolah enggan untuk turun saat melihat pemandangan di luar sana. Suasana yang nampak glamour dan mewah, penuh dengan hiasan bernuansa gold, alunan musik classic terdengar begitu dirinya menurunkan jendela mobil.
Masih dengan posisi Kenan berpangku di pahanya, manik Amber itu melirik ke segala arah. Kenapa dia merasa tidak asing dengan acara ini. Beberapa nama perusahaan yang terpampang di banner besar itu pun membuat perasaannya makin tidak enak.
Beberapa orang dengan mobil tak kalah mewah datang, para wanita menggunakan gaun mahal penuh kerlap kerlip, sementara para laki-laki kompak menggunakan tuxedo dan pakaian berkerah. Acara yang sengaja diselenggarakan di luar ruangan, tanpa atap hanya bertahtakan pergola besar yang dilengkapi tumbuhan yang menjalari kayu itu. Lampu berwarna putih, rumput kehijauan dan beberapa paving batu, tidak lupa yang menyambut mereka pertama kali adalah satu buah patung seorang Dewi memainkan Harpa lengkap dengan kolam air mancur.
‘Kenapa dia mengajakku ke sini?!’ panik, Nara mengalihkan pandangan pada Arka. Bibirnya berniat bertanya, tapi langsung dihentikan begitu saja saat sang empunya terfokus pada satpam. Memerintahkan mereka untuk mencari parkir.
“Keluarlah dulu,” berujar singkat, Nara mengerjap kikuk. Reflek mengikuti perkataan laki-laki itu, keluar dari dalam mobil sembari menggandeng tangan sang mungil. Melihat Arka tengah berbincang sebentar.
Sebelum akhirnya dia ikut keluar dari dalam mobil, mendekatinya sambil membawa sesuatu.
“Gunakan ini,” dua buah topeng berwarna emas dan salah satunya berbentuk spiderman. “Untuk apa?” bertanya balik. Sosok itu mendengus sekilas.
“Aku tidak suka mengekspos wajahku lebih banyak di tempat seperti ini,” menjawab singkat, menggunakan satu topeng khusus berwarna hitam dan abu-abu. Menyamarkan wajah tampannya.
‘Hm, sayang sekali.’ Membatin tanpa sadar, maniknya mengerjap. Hampir saja dia meneteskan air liurnya lagi melihat ketampanan Arka. Mendehem singkat, tanpa bertanya lebih banyak Nara langsung menggunakan benda itu. Menutupi wajahnya-
Sementara Kenan, tidak perlu ditanyakan lagi. Dia sudah terlanjur girang memakai topeng spiderman kesukaannya.
Berjalan masuk berdampingan dengan Arka, Nara masih sigap menggenggam jemari Kenan. Masuk melewati beberapa pergola besar yang sudah dihiasi tanaman rambat kehijauan. Mereka disambut dengan minuman dingin.
Menengadahkan wajah, menatap sosok tinggi di sampingnya, “Kenapa kau tidak mengajak Nona Melly ke sini, Tuan?” memberikan segelas jus apel pada Kenan.
Jawaban Arka selanjutnya hanya membuat Nara setengah melongo, “Dia merepotkan.”
‘Ha?’ menganggap bahwa tunangannya sendiri merepotkan? Kira-kira seperti apa tipe laki-laki itu. Jika tubuh bak model dan wajah secantik Melly saja kalah tanding.
Mengendikkan bahu, Arka lebih dulu berjalan menghampiri beberapa kerabatnya, dibalik topeng itu bisa Nara lihat bagaimana wajah dingin sang empunya masih terpampang nyata. ‘Pintar sekali dia berakting,’ mendengus sekilas.
Kedua orang itu hanya menunggu, sampai akhirnya salah seorang laki-laki paruh baya menyadari keberadaan mereka. “Oh, siapa wanita di sampingmu ini, Tuan Damian?” bertanya setengah kaget.
Tanpa memberikan kejelasan pasti, “Saya mengajaknya ke sini untuk menjaga, Kenan,” berujar singkat. Dibalik topengnya Nara sudah merengut kesal. Ck, tidak ada sebutan keren lainnya apa?
Mereka tertawa, sementara Nara masih terfokus memperhatikan sekitar. Menatap desain pesta yang sangat mewah, jarang-jarang dia bisa datang ke tempat seperti ini, walaupun Ayahnya pemilik perusahaan juga.
.
.
.
Malam itu, Nara mengira bahwa pesta mewah yang Ia datangi akan berakhir menyenangkan. Dia sama sekali tidak sadar, seberapa banyak musuh Arka yang merasa tersaingi karena kedatangan mereka. Menghapus kesempatan besar beberapa orang, termasuk-
Sosok yang kini berdiri tegap, memperhatikan kedatangan sosok Arkana Damian dengan manik melotot tak percaya. “Kenapa dia bisa ada di sini?” mengacak rambut ikalnya tanpa sadar. Berdecak sekilas, melirik ke arah wanita dan anak-anak yang masih tertutupi oleh topeng.
Dari postur dan suaranya saja dia sudah bisa menebak siapa laki-laki itu. Sosok yang menjadi pesaingnya malam ini.
“Sial, aku harus memberitahu Tuan Richard.” Suara baritonenya terdengar berat dan tipis, bergerak cepat melepaskan pelukan sang kekasih yang masih sibuk bertukar sapa dengan sesama wanita di sana.
“Aku pergi sebentar,”
“Eh, kau mau kemana-” sebelum sempat mendapatkan jawaban, dia sudah lebih dulu pergi. “Rian!” meninggalkan kekasih dan keluarga wanita itu. Belum beberapa lama mereka ada di sini, dan laki-laki itu sudah pergi.
“Kenapa dengan Rian, Nadine?”
“Aku tidak tahu, dia tiba-tiba ingin pergi begitu saja.” Setengah menggerutu, tidak mengetahui situasi yang terjadi.