PART 13
.
.
.
.
Bergerak cepat, masuk ke dalam kamar, Arka menutup pintu kembali. Menatap tajam ke arah Nara. Wanita yang sibuk merapikan pakaiannya kembali, “Apa yang kau lakukan?!” menaikkan nada suara, membuat sang empunya kaget.
“Ti-tidak ada!” menundukkan wajahnya yang memerah, berdiri beku. Tanpa menyadari sosok tegap itu mendecih tipis. Menatap ke arah pintu, sebentar lagi Melly pasti akan menerobos masuk ke sini.
Mencoba mencari tempat yang pas, Arka berjalan mendekati Nara. Menarik tangan wanita itu menuju tempat tidur. “Ka-kau mau apa?” takut-takut Nara bertanya, tubuhnya hanya mengikuti kemana Arka mengajaknya.
“Duduk di sini, jangan bersuara,” mendudukkan Nara kembali di pinggir tempat tidur, Arka mengambil selimut tebal tak jauh dari tempat tidurnya. Menutupi tubuh Nara secepat mungkin, hingga tidak bisa dikenali siapapun.
“Jangan perlihatkan wajahmu, paham?!” menekan setiap kalimatnya. Nara bingung, tidak tahu harus apa. Dia hanya diam, sedikit gemetar menyembunyikan seluruh tubuhnya dalam selimut.
‘Jangan-jangan istrinya ada di sini?!’ jika memang benar ini adalah rumah laki-laki itu, kenapa Nara tidak menemukan keberadaan Istrinya sama sekali di dalam kamar? Apa mereka tidur terpisah, atau istrinya tidur dengan Kenan?!
Sementara dia di sini bersama suami orang lain! Memikirkan itu saja sudah membuat Nara takut, sudah cukup dia kemarin bertekad untuk melupakan laki-laki itu, Nara tidak mau terlibat lebih jauh dengan rumah tangga orang lain! Apalagi orangtua anak didiknya sendiri!!
‘Ba-bagaimana ini,’
Dibalik selimut, Arka berusaha mempertahankan wajah tenangnya, melirik ke arah gundukan selimut tempat Nara bersembunyi. Mendesah panjang, tanpa sadar tangannya terulur, seolah tahu posisi kepala Nara. Mengelus puncak kepala wanita itu singkat-
“Jangan takut, kau tidak salah apapun di sini.” Berujar dengan tenang, Arka kembali menatap pintu masuk. Berjalan menjauhi Nara, seolah sudah siap dengan kedatangan Melly di luar sana.
Apa wanita itu akan mengamuk?
.
.
.
Melly tidak salah dengar, dia yakin indra pendengarannya masih bekerja dengan baik. Satu teriakan lantang terdengar jelas. Bukan teriakan berat milik laki-laki tapi lengkingan seorang wanita. Dirinya yang tadi fokus menatap handphone sembari menunggu Arka yang ingin mengambil benda tertinggal di kamarnya.
Mereka baru saja berniat pergi dari sana-
Kedua alisnya tertekuk, raut wajah cantik itu berubah keras. “Suara siapa itu, Bu Melly?” Kenan juga mendengarnya. Tapi pikiran polosnya belum sampai ke tahap curiga Ayahnya membawa wanita lain ke sini. Dia hanya bertanya dan bingung,
“Bukan siapa-siapa, Kenan pasti salah dengar. Tunggu di sini dulu ya, habiskan sarapanmu.” Menepuk puncak kepala anak itu pelan. Kenan mengangguk polos, pikirannya teralihkan dengan cepat.
Berbeda dengan Melly, senyuman wanita itu memudar seiring dengan tubuhnya yang perlahan bangkit, menatap ke arah Bi Minah yang juga mendengar suara teriakan tadi. Dia hanya bisa tersenyum kikuk, dan kembali bekerja, tanpa bisa menjelaskan apa-apa.
Pandangan Melly terarah keluar, ‘Kau berani membawa wanita jalang ke sini rupanya,’ membatin sarkas. Tanpa basa-basi, Melly langsung melangkahkan kakinya keluar dari ruang makan.
.
.
.
Pandangan legam itu menatap tenang, sosok wanita berdiri diambang pintu, raut wajah anggun dan senyuman manis yang tadi tercetak di sana berubah drastis. Melihat gundukan selimut diatas tempat tidur. Wajahnya berubah sangar, amarahnya nampak jelas.
Masuk ke dalam kamar, menutup ruangan dengan cepat, barulah mengeluarkan suaranya. “DAMIAN!!” berteriak penuh amarah.
“Apa?” Arka menjawab santai, masih berdiri di depan tempat tidur, seolah melindungi Nara di belakangnya.
“Siapa wanita di belakangmu?! Kau berani mengajak wanita ke sini?!” melontarkan pertanyaan berulang kali. Melly semakin mendekat, berniat menerobos Damian dan menyingkap selimut itu.
“Kau mau apa?” tapi Arka lebih dulu bergerak, menghalangi Melly dengan tubuh tegapnya. Bahkan tidak bergeming saat wanita itu mendorongnya menjauh.
“Minggir! Aku harus melihat siapa wanita itu!! Biar kuberi dia pelajaran!!” Melly masih berteriak, mencengkram baju Arka, mendorong tubuh laki-laki itu agar menjauh. Tapi tidak bisa!! Bahkan dia tidak bisa mendorong sang empunya seinci pun!
“DAMIAN MINGGIR!” mengamuk, memperlihatkan sikap aslinya hanya di depan Arka. Sosok anggun dan manis seorang Mellyana langsung menghilang begitu saja, bagaikan kesetanan.
“Pergilah Melly. Dia bukan siapa-siapa,” Arka masih mencoba tenang.
“Jangan membohongiku!! Kau tidak pernah sekalipun datang membawa wanita lain ke sini!! Tapi sekarang, lihat siapa di sana!! Suara itu, aku yakin sekali dia perempuan!! Minggir!!”
“Mellyana!”
Mengabaikan suara Arka, Melly masih mengamuk. “Minggir!! Kau!! Perlihatkan wajahmu sekarang!! Cepat!!” berteriak dengan wajah gusar.
Nara masih memeluk tubuhnya takut, sama sekali tidak mau memperlihatkan diri. Membiarkan selimut itu menutupi tubuhnya. Tidak berani bersuara sama sekali, karena tindakan dan teriakannya tadi. Dia sampai membuat masalah pada kedua pasangan itu.
Ini salahnya-
“Mellyana! Pergilah!” Melly masih tidak terima, menghentikan amukannya, kali ini pandangan wanita itu menatap balik Arka. Manik Hazelnya berkaca, raut penuh amarah. Memukul d**a bidang Arka beberapa kali,
“Kau tahu seberapa kerasnya aku berusaha agar bisa berada di tempat ini bersamamu dan Kenan?!! Sekarang kau membawa wanita lain ke sini?!” suaranya bergetar, tidak tahan dengan amarahnya sendiri.
“Hh, sudah kubilang-” belum sempat menjawab teriakan wanita itu-
“Aku tetap tidak terima kau membawa wanita lain ke sini!! Kau hanya boleh menikah denganku!! Mellyana!! Ingat itu!!”
Arka mendesah panjang, berusaha keras menenangkan dirinya. Masih tetap menjaga agar tubuh Melly tidak menerobos dan menyingkap selimut wanita di belakangnya.
“Kau pergi dengan siapa?!! Katakan!!”
“Hanya wanita yang kebetulan mabuk dan hampir diperkosa oleh para tua bangka di sana, aku sekedar menolongnya.” Menjawab singkat. Melly seolah tidak percaya, wanita itu justru semakin kaget.
“Kau benar-benar pergi ke klub itu?!” dengan suara tercekat, “Sial! Minggir kubilang!” menjauhkan tubuh dari Arka. Mencoba mencari jalan lain agar bisa menyingkap selimut di sana.
“Melly bisakah kau sekali saja tidak membuat keributan di sini?” Arka mulai kehilangan kesabaran, melihat tingkah Melly yang mengamuk tanpa pandang bulu. Seolah-olah memiliki hak untuk melakukan ini semua.
Tubuh wanita itu membeku sesaat, menghentikan kegiatannya. Pandangan Hazelnya menatap tajam, kali ini berdiri kembali berhadapan dengan Arka. “Aku punya hak untuk tahu siapa jalang sialan yang kau sembunyikan di belakang sana!!” menyebut kata ‘Jalang’ dengan nada lantang.
Nara hampir tidak bisa menahan amarah, dadanya terasa sesak. Dia sama sekali tidak ada maksud untuk mengacaukan hubungan kedua suami istri itu! Sekarang Melly dengan gamblang mengucapkan kalimat Jalang?! Jangan samakan dia dengan-
Menghentikan pemikirannya tadi, Nara hampir saja memikirkan satu hal yang membuatnya stress selama bertahun-tahun. Kata Jalang itu sudah membuat emosinya naik.
“Kau hanya tunanganku! Tidak lebih!” Kalimat Arka selanjutnya, sudah cukup membuat tubuh Nara membeku. Memeluk tubuh itu erat, wajahnya reflek menengadah, walau tidak bisa melihat sosok itu, tapi bayangannya masih nampak.
‘Tunangan? Lho? Bukan istri?’
“Aku yang akan menikah denganmu nanti! Bukan wanita di belakangmu!! Katakan siapa dia?! Apa dokter b******k itu?!”
Nara benar-benar tidak mengerti, apa sebenarnya yang dibahas kedua orang itu. Dia sama sekali tidak merasa merusak hubungan mereka. Oh, ayolah! Nara hanya sedikit mabuk dan laki-laki itu kebetulan membawanya ke sini! Itu saja!
Ditambah lagi menyebut nama ‘Dokter b******k?’ Nara makin bingung. Siapa dokter yang dia maksud? Apa Bella? Bukannya tadi laki-laki itu juga menyebut sahabatnya dengan julukan ‘Dokter tidak becus?’
Astaga, kepala Nara makin pusing. Ac ruangan di dalam sini sama sekali tidak membantu! Mendekam di balik selimut yang tebal, mendengar ocehan serta teriakan wanita itu. Panas!!
.
.
.
Bagi Kenan yang usianya baru menginjak lima tahun, dia juga bisa merasakan keanehan saat Ibu Melly dan Ayahnya menghilang, mereka tidak kembali ke ruang makan. Tentu saja dia bingung. Alisnya tertekuk-
Menatap Bi Minah yang masih sibuk mencuci piring sisa sarapan mereka. “Bi Minah, Ayah dan Bu Melly kenapa lama sekali? Nanti Kenan telat!”
Wanita paruh baya itu juga tidak tahu, tapi mengingat wanita yang dibawa majikannya kemarin malam. Bi Minah sudah bisa menebak bahwa Melly pasti menemukan keberadaan wanita itu. Perang dunia ketiga-
“A—ah, Tuan Kenan tunggu saja di sini ya. Nanti pasti mereka berdua ke sini,” membalikkan tubuhnya, berniat menenangkan Kenan. Tapi apa yang dia dapat-
Kursi yang sepenuhnya kosong! Tubuh mungil itu sudah turun dari tempatnya dan berjalan pergi. Bahkan sebelum Minah selesai mengucapkan kata-katanya. “Astaga-” bisa gawat kalau anak kecil seusia Kenan melihat pertengkaran kedua pasangan itu.
“Tuan Kenan!” mengeringkan tangan dengan lap, secepat mungkin Bi Minah keluar dari ruang makan. Berniat menghentikan Kenan-
.
.
“Ayah!” dengan polos kedua tangan mungil Kenan menggapai ganggang pintu kamar Ayahnya. Membuka pintu besar itu sebelum Bi Minah sempat menghentikan tindakannya.
“Astaga! Tuan Kenan!!” wanita paruh baya itu berteriak panik, beriringan dengan pintu ruangan Arka terbuka perlahan.
Manik bulat Kenan mengerjap polos, berdiri masih dengan kedua tangan memegang ganggang pintu. Tidak mengerti dengan situasi di dalam sana. Sosok Ibu Melly ada di sana juga, berdua dengan Ayahnya.
“Ayah, kok lama? Bu Melly juga kok ada di sini?” bertanya terus menerus, wajahnya tertekuk tak suka.
Manik Arka membulat sekilas, sebelum akhirnya mendesah panjang. Kenan pasti menunggu mereka terlalu lama. Laki-laki itu langsung menatap arloji yang Ia gunakan, waktu sudah mau menunjukkan pukul delapan.
Kenan bisa terlambat, kalau dia tidak menyelesaikan ini dengan cepat. Melly bisa terus-terusan mendesaknya. Menatap ke arah Melly, “Mel, keluarlah bersama Kenan. Aku akan menyusul kalian.” Berujar dengan suara tipis.
Sayangnya, perintah Arka hanya dijawab dengan dengusan, wanita itu masih berdiri di depannya. Keras kepala, dengan kedua tangan bersidekap di depan d**a. Menolak untuk pergi-
“Aku tidak akan pergi sebelum melihat siapa wanita di belakangmu itu,” menyeringai senang. Sekarang Arka tidak akan bisa menolak permintaannya. Berpacu dengan waktu sekolah Kenan, laki-laki itu pasti pasrah-
“Melly, kumohon-”
“Tidak!”
“Ayah, ayo berangkat!”
Oke, Arka benar-benar pusing. Melihat tingkah Melly bak anak-anak sudah cukup membuat kepalanya berdenyut keras, kenapa wanita ini tidak pernah mau mendengarkannya?! Sekali saja!!
“Mellyana!” tidak bisa menahan kesabarannya, tanpa sadar nada suara Arka naik satu tingkat. Arka tahu kalau suara itu tidak akan cukup mengagetkan Melly.
Wanita itu malah membalas pandangannya tajam, “Aku tunanganmu!! Kalau kau berani berselingkuh di belakangku!! Kau akan tahu akibatnya, Damian!! Menyingkir dari sana!” Melly mengamuk sekali lagi. Tidak peduli dengan keberadaan Kenan di belakangnya.
Dia nekat mendorong d**a bidang Arka, semakin keras. “MINGGIR!! MINGGIR!!” berteriak bak wanita gila. Niatnya menyibak selimut di belakang Arka sangat besar, dia ingin merobek atau bahkan mencincang wanita yang berani bermain dengan miliknya!!
“MELLYANA, HENTIKAN TINDAKANMU SEKARANG JUGA!!” Arka ikut berteriak, emosinya sudah diambang batas.
Mendorong tubuh wanita itu cukup keras, Melly sama keras kepalanya. Mereka sama-sama tidak mau mengalah. Tidak sadar sama sekali bahwa sekarang sosok mungil diambang pintu sedang memperhatikan mereka dengan jelas.
Manik bulat itu membulat lebar, bibirnya mulai mengerut, “A-Ayah, Ibu Melly! Kenapa bertengkar?!” suaranya bergetar takut. Kaget dan shock, pertama kalinya melihat kedua orang terdekatnya bertengkar seperti itu.
“Ayah! Ibu Melly!!”
“Akan kuhabisi kau!! Tunjukkan wajahmu sekarang!!”
Arka berusaha keras mendorong tubuh Melly, maniknya melirik ke arah Kenan yang berdiri takut diambang pintu. Dia tidak tahu harus bagaimana mengontrol tingkah Melly. Bersikap kasar pada wanita ini seperti kemarin malam?
Tidak mungkin dia lakukan di depan Kenan!
“Melly!!”
“AYAH! BU MELLY, JANGAN BERTENGKAR!” lama kelamaan Kenan mulai tidak bisa menahan takutnya. Apalagi saat melihat sikap Melly, wanita itu mengamuk, tidak peduli padanya. Untuk yang pertama kalinya Kenan melihat pertengkaran seperti ini lagi. Setelah mengalami kejadian serupa di Surabaya dulu.
Saat Kakek dan Ayahnya bertengkar hebat gara-gara dia-
Takut, Kenan merasakannya lagi. Salah satu tangannya gemetar, perlahan bergerak menyentuh bagian d**a. Sesak luar biasa yang pelan-pelan menyiksanya. Batuk-batuk, wajah pemuda kecil itu mulai memerah, desahan napasnya tidak teratur. Ketakutan dan tubuhnya yang menggigil-
“A-Ayah, Bu Melly,” suaranya mulai mengecil. Nyari tidak terdengar. Sebelum Bi Minah berhasil menggapai tempatnya.
Selimut yang menutupi Nara tersibak dengan cepat. Wanita itu reflek bergerak, tidak peduli lagi dengan pertengkaran kedua orang di dekatnya. Tanpa memikirkan mereka lebih dulu. Nara melewati tubuh Arka yang melindunginya sejak tadi, mendorong dengan mudah tubuh Melly. Membuat wanita itu terdorong paksa hingga duduk di sofa-
“KENAN!” berteriak menghampiri sosok mungil yang nampak kesakitan, bersimpuh memegang dadanya.
Nara benar-benar gila! Sangat gila!!