Chapter 20

1085 Kata
“HAHAHAHAHA” “Ahh.. sudah kubilang aku membenci serangga!!” Hmm.. menjadi pria nomor satu yang digadang gadang sempurna dan diincar banyak wanita bukan berarti akan menjadi manusia yang benar benar sempurna tanpa takut akan sesuatu, kan?? Pun dengan menakuti satu dua hal, tetap saja itu akan membuat setiap orang sempurna dengan personanya masing masing. Perjalanan liburan kali ini hanya akan diisi dengan transportasi umum yang akan membuat keempat manusia yang masih bisa dibilang muda itu benar benar menikmati masa liburan mereka seperti halnya liburan remaja tanpa dahulu memikirkan tanggung jawab masing masing dengan pekerjaannya. Hm.. mungkin berbeda kasusnya dengan Victor karena ia akan terus menerus mengawasi Claude jikalau ada bahaya menghadang. Tapi selain itu, Claude dan Karina benar benar memperlakukan mereka layaknya teman dekat yang kini tengah menjalani trip berhari hari. Kereta semi mewah dimana kaki mereka tak terteku akibat jarak yang pendek itu memasuki kawasan yang melewati danau panjang dengan pepohonan indah di sekelilingnya. Kris menatap ponselnya sekilas hanya untuk menemukan bahwa sinyal tidak ditemukan ketika kereta sudah mulai berjalan. Entah sistemnya seperti itu agar turis fokus dengan apa yang ada di hadapan mereka atau memang lingkungan sekitar sana tidak memiliki tower jaringan yang cukup. Perjalanan satu jam di kereta itu seharusnya diisi dengan gumaman kagum ketika melihat berbagai macam keindahan bumi dari balik jendela, namun Kris tertangkap sudah masuk kealam mimpi sekitar sepuluh menit kereta itu berjalan. Mungkin tidurnya semalam memang belum cukup, ditambah jet lagged karena perbedaan waktu antara Elven dan Aristides cukup signifikan. Karina sedari tadi sudah menggumam kagum. Dirinya membiarkan kamera yang ia bawa terpasang apik di tripod yang disetel mini, kemudian membuat mode video dimana nantinya ketika lelah, ia sudah berencana akan kembali melihat video tadi semagai healing sementara. Matanya terpaku menatapi rumah rumah kayu yang ada di sisi sisi danau, pohon pohon yang menjulang tinggi semakin melancip diujungnya, langit biru penuh awan hingga air danau jernih yang menampakkan bayangan dari kereta yang tengah berjalan. Ah.. ia tak ingin kembali pulang dan meneruskan rutinitas membosankannya dibalik meja kantor. Danau perlahan mulai menghilang, kini sebuah sungai yang muncul dari sebelah kanan memanjakan mereka dengan warna merah gelap yang mewarnai. Bukannya menyeramkan, kontras antara pepohonan yang hijau dengan sungai tadi malah membuat pemandangannya menjadi semakin unik hingga Claude mau bersusah payah untuk mencoba mengambil gambar dengan baik menggunakan ponselnya. Ah, t m i, tapi Claude memang pengguna ponsel yang payah. Bahkan bisa disamakan dengan bapak bapak yang tidak terbiasa dengan ponsel ponsel canggih. Beberapa menit kemudian, kereta tersebut berhenti di salah satu stasiun yang dibangun diatas sungai tadi. Dimana stasiun yang berupa rumah kayu diatas jembatan itu menunjukkan dua buah jalan berbeda yang bisa dipilih oleh para pengunjung. Jalur pertama akan membawa mereka ke air terjun yang indah, sedangkan jalur satu lagi akan membawa mereka ke bukit –yang bisa dibilang hutan- observatory dimana mereka bisa melihat segala keindahan tadi dalam satu tangkapan mata. Hanya saja.. ugh, perjalanannya memakan waktu lama dimana mereka harus menaiki bukit dengan banyak serangga dimana mana. Claude yang terlahir di lingkungan kerajaan pastinya tak terbiasa dengan hal seperti itu. Olahraga yang harus ia lakukan sedari kecil hanyalah golf dan berkuda. Itupun di tanah datar atau bukit yang tidak terlalu tinggi dimana ia tak harus kesusahan untuk menggapainya. “Kau ini setidaknya memakai celana panjang. Aku memakai celana pendek, tahu” ujar Karina terkekeh sembari memperlihatkan kaki jenjangnya. Bukan bermaksud mengeluh, ia hanya menggoda pria yang jauh lebih tinggi darinya saja. Ia sudah semenjak sekolah beberapa kali menaiki gunung dan bermalam di tenda bersama teman temannya. Jadi menaiki bukti seperti ini bukan masalah untuknya. “Ah.. aku benar benar membenci serangga” keluh Claude lagi dengan suara mengecil. Omong omong, ingatkan Claude lagi jika ia ada waktu senggang untuk berlibur, ia harus berlibur di tempat yang jauh dengan teman seperti ini untuk melepaskan beban rajanya sementara. Tapi, perjuangan keempatnya mendaki bukti juga beberapa ratus anak tangga terbayarkan ketika sudah sampai di observatory tadi. Danau diujung sana, sungai yang muncul, pepohonan, air terjun, semuanya terlihat dari atas sana. Kris tahu tahu sudah berlagak menjadi photographer propesional dan mengambil beberapa foto untuk ketiganya bahkan ketika mereka tidak sadar. Sesekali, ia meminta tolong kepada pengunjung lainnya agar mereka berempat bisa berfoto bersama. Hngg bisakah Kris mempostingnya di laman sosial medianya? Kapan lagi ia bisa ajang mencari pamor dengan memamerkan foto bersama sang raja seakan akan ia adalah teman akrab Claude?? Hahaha.. Selesai bersenang senang dari ketinggian, mereka harus terburu buru turun karena jadwal kereta memang hanya sebentar. Karena hanya ada satu kereta menuju sana, jadi semuanya diatur menjadi beberapa kloter oleh pemerintahan Elven, agar semua pengunjung di berbagai jam bisa kebagian untuk menikmati alam Elven. Kembali ke area perkotaan, mereka mampir di sebuah festival makanan yang diadakan di sebuah area terbuka dimana puluhan pedagang makanan ada disana dan hanya ditutupi oleh tenda tenda besar. Disampingnya, ada ratusan bangku panjang untuk para pembeli yang ingin memakan pesanan mereka di area festival. Bak anak kecil yang sudah lama tidak liburan, keempatnya antusias pergi kearah yang berbeda untuk mencari jenis makanan yang diinginkan –selain Victor, lagi dan lagi-. Tahu bahwa teman semasa kecilnya itu hanya akan mengikutinya, Claude menarik Victor ke berbagai macam tempat yang sekiranya akan disukai oleh si pria jangkung berambut hitam, sesekali dirinya pun mencari makanan yang diinginkannya. “???Bunga??” bingung Claude yang tengah membeli salah satu makanan khas Elven yang memiliki jenis ayam didalamnya. Disamping tenda makanan itu, ada seorang nenek tua yang sudah bungkuk menjual beberapa jenis bunga yang sangat indah. Dan Claude kebingungan ketika Victor membeli satu buket bunga campuran berwarna kuning, putih dan cokelat itu. “kau tak ingin membeli makanan??” tanya Claude yang sudah tahu tahu mengunyah donat mini yang dibeli beberapa waktu sebelumnya. “Aku melihat nadi dengan salmon di tenda tenda depan. Nanti sekalian kita kearah meja, aku akan membelinya” ujar Victor santai. Nasi, salmon, beberapa jenis rempah kemudian dibakar sepertinya memang perpaduan yang akan membuat lidahnya terasa enak. Ketika sampai di area dimana salah satu meja sudah ditunjung oleh Kris sebelumnya, kedua pria tinggi itu menemukan Kris sudah sampai lebih dahulu dengan pesanannya, menunggu kedatangan tiga orang lagi sebelum ia memulai menyantap makanannya. “Karina belum muncul??” “Ia tak akan muncul secepat itu” ujar Kris sembari mengendikkan bahunya. “Ia tipikal wanita yang lapar mata, namun kapasitas lambungnya tak akan memadai. Aku berani bertaruh bahwa ia akan banyak membeli makanan, namun kita bertiga yang akan dipaksa menghabiskannya” keluh Kris yang sudah tahu jelas sifat wanita yang ia layani selama beberapa tahun kebelakang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN