Chapter 20.1

1112 Kata
Dan benar saja!!! Karina muncul dengan cengiran di bibirnya ketika ketiga pria yang bersamanya menemukan bahwa ia dibantu oleh salah satu petugas disana untuk membawa makanan yang ia pesan, saking banyaknya!! Mulai dari pizza, apel goreng dengan ice cream vanila, nasi dengan ayam yang dibakar di api kecil, pasta, dan lain sebagainya. Belum lagi beberapa minuman. Inilah alasan Kris selalu memesan sedikit makanan untuknya jika ia sedang bersama Karina untuk makan. Well.. kekenyangan, tapi tidak pernah protes karena ia bisa hemat uang namun mencicipi banyak makanan enak dan mahal. “Oh???” Karina yang tadinya sibuk meminum es mint pesanannya tahu tahu terkejut ketika menyadari Victor membawa sebuket bunga yang tidak bisa dibilang kecil. “untuk apa kau membeli bunga???” herannya yang langsung disetujui oleh Claude dan Kris. Victor yang sudah selesai dengan nasi juga salmonnya, kini tengah mencuri beberapa makanan Claude hanya mengendikkan bahunya tak peduli ketika ditatap heran oleh ketiga orang yang bersamanya itu. “yang menjualnya seorang nenek tua. Aku hanya mempercepat ia menghabiskan daganganya agar ia bisa pulang lebih cepat” ujarnya. “Cantik sekaliiii” ujar Karina yang berbinar binar menatap buket bunga tadi. “Kau mau??” tanya Victor yang dibalas anggukan semangat oleh si gadis. “ambil saja” “boleh?? Terima kasihhhh” girangnya sembari mengambil buket tadi dan mencoba membauinya. “Kita akan menuju lokasi yang memiliki banyak pertokoan, kan??” tanya Claude disela makannya yang memang lama. Ia teringat dengan sesuatu yang membuat dirinya mati matian menahan senyum di bibir karena tidak ingin dianggap aneh secara tiba tiba. “ada area yang bernama Elven’s kind. Aku sudah mencari tahu kemarin malam, disana adalah tempat biasanya turis untuk membeli cindermata atau sekedar berbelanja biasa. Jadi memang banyak orang lokal pun yang bolak balik kesana” ujar Victor mengingat ingat apa yang ia telusuri di mesin pencarian kemarin malam. Maka dari itulah, kini keempat orang diusia awal kepala tiga itu melirik kesana kemari memperhatikan banyaknyak toko yang menarik minat mereka. Beruntung atau sialnya karena nantinya akan ribet, Victor dan Kris tahu tahunya sudah berjaga jaga membawa tiga buah tas besar yang dilipat dan ditaruh di koper mereka jikalau kedua tuan dan nona mereka itu ingin membeli banyak barang untuk oleh oleh. Kurasa ketika mereka pulang nanti, akan ada banyak barang yang harus mereka bawa. Huftt.. Ya sudahlah, kapan lagi. Toh Claude bisa benar benar beristirahat dan berlibur seperti ini adalah kondisi yang amat sangat jarang. Bahkan tidak pernah dalam beberapa tahun kebelakang. Dalam setahun bisa berpuluh puluh kali pindah negara karena pekerjaan diplomatiknya, mana sempat ia memanjakan mata lelahnya. Pun begitu dengan Karina. Ia sering keluar negeri hanya untuk urusan bisnisnya saja. “Haruskah kita berpisah atau menjajal seluruh toko yang ada bersama sama untuk mencari hal yang kita butuhkan??” tanya Karina yang sudah antusias melihat beberapa toko incarannya. “kurasa bersamaan pun tak masalah. Kita memiliki banyak waktu dan tenaga. Kali saja ada hal bagus yang terlewat jika kita tidak melihat lihat di semua toko” ujar Victor menyetujui rencana yang dibuat oleh si gadis cantik itu. Maka dari itu, dengan perut yang terasa penuh akibat dijejalkan makanan oleh Karina tadi dan si gadis nampak menggenggam sebuah buket bunga besar, mereka tertangkap tengah menelusuri toko demi toko yang ada untuk melihat lihat. Toko pertama yang mereka kunjungi ternyata adalah sebuah toko cinderamata dimana banyak hal unik yang menjadi ciri khas Elven, namun dapat dipakai pula di kesehariannya. Seperti mug, topi, baju daerah dan lain lainnya. Ada sebuah objek yang sangat menarik perhatian Claude saat ini. Sebuah kemeja berwarna hijau lumut muda pudar yang sepasang dengan celana selutut berwarna cokelat dengan tali hingga bahu dan topi khas. Baju yang ternyata adalah baju adat yang lebih mirip tampilannya dengan baju necis khas jaman dahulu. Baju berukuran mini yang terlihat jelas bahwa ini adalah baju untuk anak kecil. “Jadi maksudmu bertanya area cenderamata adalah untuk membelikan anak kecil itu sesuatu, ya” bisik Victor diam diam disamping Claude. Yang ditanya hanya cengar cengir tidak jelas dan kembali fokus untuk membeli beberapa baju anak yang sekiranya akan lucu dipakai oleh Aiden. Ya, Aiden. Sepanjang berada di obsevatory tadi, Claude bukannya fokus dengan pemandangan indah di hadapannya, namun malah teringat mengenai Aiden yang sepertinya hari ini masih sibuk di sekolahnya. Ah.. apakah bocah itu akan baik baik saja? Mengingat terakhir kali ia bertemu dengan Aiden di sekolah, teman teman dari Aiden berlaku tidak baik padanya. Di ketinggian itu, Claude malah berangan angan akan sebagaimana senang dan bahagianya Aiden jika dibawa liburan kesana bersamanya, menikmati pemandangan yang sebegini indahnya. Pun ketika keempatnya sedang ada di bazar makanan, melihat berbagai macam jenis makanan yang menggugah selera, Claude jadi berpikir jenis makanan apa yang disukai oleh Aiden. Pokonya Aiden, Aiden dan Aiden. “Kau...” ujar Karina dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dan mata yang menajam ketika melihat beberapa pasang baju anak yang sudah ada di lengan pria berambut perak itu. “kau ini tak ingin menikah karena diam diam sudah punya anak, ya??” “Menurutku kau harus sering berlibur, Karina” Claude memasang senyum kecut dan tatapan prihatin. “terlalu lama berteman dengan dokumen, sepertinya kau menjadi sedikit gila” “Sial” umpat Karina yang hampir saja membuat Victor terkejut. Padahal kalimat tadi tidak dapat dikatakan sebagai kata umpatan pula. Namun dengan gadis seanggun Karina, sejujurnya Victor agak terkejut mendengarnya. Perjalanan mereka kali ini berhenti di sebuah toko yang menyajikan makanan manis yang biasa dibeli oleh para turis untuk oleh oleh. Jenis jenis olahan gula baik yang kenyal, keras hingga encer ada disana. Baik yang original hingga penuh dengan toping pun ada disana. Pun, bukan hanya makanan manis, beberapa jenis keju –yang ternyata ada banyak sekali hingga keempatnya baru tahu ada jenis keju tertentu dengan nama yang sulit- pun ada disana. Layaknya turis pada umumnya, keempatnya mendapatkan kesempatan untuk mencicipi dua hingga tiga jenis keju yang tak mereka kenal dengan tiap kejunya hanya sepotong kecil. Tentu saja si penjual tak mau rugi, mengingat ada banyak ratusan orang dalam harinya yang berkunjung kesana. “Ingin kubantu??” tanya Victor berinisiatif ketika menyadari kedua tangan Kris sudah penuh dengan belanjaan Karina, sedangkan si gadis ini sendiri sudah repot dengan tas kertas juga buket bunga yang tadi Victor beli untuknya. Claude yang mendengarnya menatap Victor dengan mata menyipit karena Claude bahkan kesusahan juga dengan segala oleh oleh yang dibelinya untuk Aiden, namun Victor seakan enggan membantunya kini. Keluar dari toko yang tadi untuk menelusuri toko lain, Claude yang berjalan dibelakang –tentu saja karena Karina yang berjalan terlalu semangat dan Kris yang harus terus mendampinginya- hampir saja membuat pengawalnya itu terkejut dengan kalimat asal yang ia lontarkan barusan. “kau menyukai Karina, ya??”

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN