Chapter 14

1941 Kata
“Bisa tolong berikan dokumen yang ada disana kepadaku??” pinta pria berambut perak disana ketika menyadari bahwa tubuhnya enggan untuk bangkit meskipun hanya akan berjalan beberapa langkah saja demi mengambil barang yang diinginkanya. Tubuhnya bergerak tak nyaman di kursi empuk berharga mahal itu. Ruangan ini didesain sedemikian rupa agar orang yang ada disana bisa lebih nyaman ketika menggunakannya. Dengan heat temprature yang bisa diatur, wewangian khas dari aromatherapy yang bisanya berhasil untuk menjernihkan otak, pun jendela besar yang memberikan hangat dari matahari yang langsung masuk kedalam biasanya membuat yang mulia tampan satu ini enjoy enjoy saja mengerjakan ratusan tumpuk dokumen. Bahkan biasanya selesai lebih cepat dari dugaan mereka saking pria itu fokus dengan apa yang dikerjakannya. Sang pengawal –Victor- yang tentu saja ada di dalam ruangan –namun dipojok- melihat dengan jelas meskipun tubuh dan tangannya bergerak dengan cepat membolak balik dokumen, pikirannya sedang tak fokus saat ini. Jadi, yang biasanya satu dokumen simple yang hanya membutuhkan satu dua tandangan akan selesai dalam waktu kurang dari lima menit, kini pria berambut hitam itu dengan jelas melihat bahwa Claude berkali kali membaca kalimat yang sama karena hanya matanya saja yang membaca, namun otaknya tidak berfungsi. “Ingin kuambilkan kopi, yang mulia??” jeda beberapa lama dirinya berpikir, yang akhirnya diangguki dengan mantap. Inilah kejadian aneh yang lainnya. Claude tak terlalu menyukai kopi. Ia tak akan meminum kopi jika tidak amat sangat terpaksa. Biasanya pun, jika ia mengantuk ditengah tengah pekerjaannya, ia lebih memilih untuk dibawakan beberapa potong cokelat demi menopang kesadarannya. Maka, jika pria itu bahkan sudah meminta kopi, benar benar ada yang salah dengan dirinya. Ini semua dimulai sejak kemarin siang ketika Claude mnerima kata tidak atas permintaannya yang sejujurnya sungguh sungguh itu. Meskipun menjadi raja, tentu saja ia sering bertemu dengan banyak orang yang memiliki pendapat berbeda dengannya. Kata ‘tidak’ bukanlah hal yang tidak pernah ia dengar. Sudah sering kali hal hal yang diinginkannya sedikit tak berjalan lancar akibat kalimat penolakan. Namun, ketika kemarin perempuan dengan satu anak itu menolaknya ketika ia ingin bertemu dengan bocah yang belakangan ini menjadi favoritenya itu, Claude beberapa kali tertangkap tengah melamun meskipun sebentar. Beberapa kilas balik menghantui kepalanya dimana mulanya pertemuan tak sengaja mereka di salah satu area pasar, dimana Airin bahkan tak sudi untuk bicara dan bertatapan dengannya, hingga akhirnya Claude kembali tak sengaja bertemu dengan perempuan itu lagi dengan ending penolakan yang dibuatnya. Memang apa salahnya?? Kenapa perempuan satu itu sangat membencinya?? Ah tunggu dulu-sepertinya ia memang hanya membenci semua orang, bukan hanya padanya. Hahhhh entahlah. Yang pasti, ia sebal karena tidak diizinkan untuk bertemu dengan Aiden kecil yang lucu dan menggemaskan itu. Sebenarnya bisa saja ia diam diam bertemu dengan Aiden tanpa sepengetahuan Airin. Tak masalah pula, toh ia bukan orang jahat dan ia tak akan menculik bocah berusia tujuh tahun itu, kok. Suara tapak pelan dari sepatu muncul di indra pendengarannya bersamaan dengan suara khas dari pintu yang terbuka. Victor datang membawakannya kopi yang tadi dipintanya. Namun tidak hanya sendiri, melainkan ada sesosok pria paruh baya lainnya yang ikut masuk, yang Claude kenal jelas siapa beliau. Sang ayah. Biasanya, jika sang ayah akan membicarakan hal mengenai pekerjaan atau negara ini, keduanya akan bicara di ruang private lain dimana tak ada siapapun disana selain mereka. Jika sang ayah akan membicarakan mengenai hal pribadi, biasanya dilakukan ketika sebelum sarapan atau jam jam sesudah makan malam dimana kedua menunggu kantuk sebelum akhirnya naik ketempat tidur untuk mengistirahatkan diri. Sangat jarang –atau jangan jangan malah tak pernah- ayahnya itu datang menghampirinya tanpa pemberitahuan langsung ke ruang kerjanya. “Ada apa ayah? Tumben sekali” sapa Claude yang kini mau tak mau memfokuskan pikiran dan pandangannya kearah tubuh pria yang sudah menghidupinya selama tiga puluh tahun itu. “Memangnya aku tidak boleh mendatangi anakku sendiri, hah??” ketus si mantan raja itu sembari mengambil posisi duduk di salah satu sofa nyaman yang ada disana. Biasanya, sofa itu digunakan oleh Claude yang lelah terus menatap dokumen, hanya untuk mengambil lelap sejenak selama kurang lebih lima belas hingga dua puluh menit atau digunakan oleh Victor –yang tentu saja ini hanya sepengetahuan Claude- ketika dirinya menunggui Claude yang sibuk dengan pekerjaannya. “Bukan begitu” elak Claude sembari memutar bola matanya malas. “Tumben sekali ayah langsung datang kemari tanpa pemberitahuan. Pun biasanya engkau tak ingin masuk ke ruangan kerja ini karena mengingatkanmu dahulu ketika masa masa menjabat. Ayah bilang ayah lelah ketika mengingat masa masa itu” ya memang. Dahulu sang mantan raja sepertinya sudah muak melihat ruangan itu hingga rasanya enggan untuk masuk lagi karena teringat jam jam yang melelahkan otaknya. Sebenarnya, bukannya ia tak mau membuatkan ruang kerja baru untuk anaknya ketika menjabat. Hanya saja, jika mereka harus mengeluarkan uang pajak lagi untuk hal yang tidak perlu, rasanya amat sangat pemborosan. Gedung gedung yang ditinggalinya kini pun sudah lebih besar dibandingkan isinya –karena hanya ada keduanya dan para pelindung utamanya. Sisanya tinggal digedung lain yang jaraknya sekitar sepuluh menit dari sana. Ya.. meskipun ini semua dibangun bukan ketika masa mereka menjabat. Ini semua sudah ada sejak beratus ratus tahun yang lalu. Namun uang perbaikan dan perawatannya tentu saja memakan jumlah yang tidak sedikit. “Aku hanya berjalan jalan sebentar lalu ingat bahwa ada hal yang ingin kuucapkan padamu. Makanya aku langsung kemari karena kebetulan lewat” ujar pria paruh baya itu sembari menyamankan posisi duduknya. Merasa bahwa ada hal penting yang akan dibicarakan oleh ayahnya, Claude memberi gesture untuk Victor dan sekretarisnya yang baru saja akan masuk setelah mengambil lebih banyak dokumen untuk diam diluar sembari keduanya berbincang sejenak. Maka dari itu, ketika sang sekretaris merasa bahwa tugasnya dihentikan lebih dahulu, ia menaruh berkas berkas tadi dan pergi menuju ruangan lain yang merupakan ruangan dirinya untuk memeriksa jadwal sang raja selanjutnya. Sedangkan sang pengawal tetap berdiam didepan pintu menjaga dua orang paling penting di negeri mereka ini agar tidak kenapa kenapa. “Jadi, ada apa, ayah??” Bukannya langsung menjawab, pria yang sudah terlihat memiliki banyak keriput dimana mana itu malah berdeham lebih dahulu sembari melihat ke sekelilingnya. Bukan hanya Claude saja yang dididik untuk berpikir lebih dahulu sebelum berucap, segala bagian dari pohon keluarga di kerajaan ini pun seperti itu. Bahkan staff, pengawal dan lain lainnya pun sama, meminimalisir kebocoran info atau kesalahpahaman yang diberikan oleh orang diluar pihak kerjaaan itu sendiri. Dan ini tidak hanya dilakukan untuk orang yang lebih ‘kecil’ kepada yang lebih ‘besar’. Sang ayah pun tetap berpikir lebih dahulu sebelum bicara kepada putranya sedari dulu agar tidak merusak kepercayaan atau bonding orang tua dan anak ini yang takutnya nanti malah membuat si anak memberontak ketika dewasa. Claude sendiri memberikan catatan mental di otaknya untuk berlaku sama pada anaknya nanti. “Tipe wanita mu seperti apa??” “????tiba tiba sekali?” bingung pria berambut perak itu mendengar lontaran ucapan yang keluar dari bibir ayahnya. Namun tak bohong jika ia tak langsung berpikir mengenai hal itu. Dahulu, sebelum ia merasa alergi terhadap manusia –dalam bahasan pasangan-, mantan mantan pacarnya adalah orang orang yang tidak dapat didikotomikan menjadi satu bagian. Semuanya berbeda beda. Baik dari segi sifat, wajah, cara bicara hingga lingkungan di sekelilingnya. Mungkin yang menyamakan mereka hanyalah sisi baiknya saja. Claude tentu saja tak akan berpacaran dengan orang jahat, bukan?? “Entahlah, aku tak memiliki suatu kriteria tertentu” “Jangan berbohong padaku, Claudius” malas sang ayah. “Jika kau tak memiliki kriteria tertentu, mengapa semua gadis yang kukenalkan padamu selalu berakhir gagal?? Entah kau yang menolak atau kau yang ditolak” sebalnya. “Dikalangan para bangsawan, terkadang kau menjadi biang gosip tahu karena ketahuan berganti ganti pasangan kencan buta. Beberapa diatara mereka bahkan berpikir bahwa kau tak menyukai wanita, atau kau seorang yang tidak menyenangkan ketika bicara makanya wanita kabur darimu” “Memangnya jika aku menyukai lelaki, kenapa??” tidak. Claude bukanlah penyuka sesama jenis. Ia hanya tak suka jika kalangan mereka dipandang lain oleh masyarakat pada umumnya. Menjadi berbeda bukan berarti valuenya sebagai manusia akan berkurang, kan?? Toh yang hidup dan berkontribusi di masyarakat adalah tubuh dan otaknya, bukan jenis seksualitasnya. Memijit pelipisnya pusing, sang mantan raja itu hampir saja melupakan wibawanya dan menarik telinga anaknya bak memarahi bocah berusia lima tahun. “aku sama sekali tak masalah jika kau menyukai lelaki, atau misalnya kau ingin sendiri selamanya. Aku tak peduli. Yang aku pedulikan adalah bagaimana caranya agar kau bisa memiliki anak, Claude” ujar si ayah. “Jika dengan menikahi lelaki atau menghamili dirimu sendiri bisa membuatmu memiliki anak, ya kenapa tidak? Aku tak akan repot repot membuat skenario kencan buta untukmu. Hidup kita ini sudah ditakdirkan begini oleh Tuhan, Claude. Kau hidup selama tiga puluh tahun begini kau tahu jelas bahwa ada banyak hal yang tidak bisa kita lakukan seperti yang masyarakat lainnya bisa lakukan. Kau tahu jelas, kan, bahwa kau harus memiliki keturunan untuk menduduki posisimu di masa depan kan??” Ya. Tentu saja Claude tahu jelas mengenai itu. Tapi- ARGHH mendapatkan pasangan tidak akan semudah itu. “Ayah, bagaimana jika anak angkat? Kau tahu kan, anak angkat bukan artinya ia akan berbeda dengan kita?? Jika kita mengurusnya sedari kecil, mendidiknya sedemikian rupa agar dia bisa hidup seperti kita, maka dia bisa menjadi pemimpin yang sama baiknya seperti kita” ujar Claude memberikan ide lainnya. Yang ia sendiri ragu apakah bisa diterima atau tidak. “Ayah tahu kan ada ucapan bahwa anak kandung lahir dari darah kedua orang tuanya, yang bisa ditambah dengan kasih sayang atau tidak. Namun jika kasusnya anak angkat, sudah pasti ia lahir dari kasih sayang kedua orang tuanya yang mau menghidupinya dengan baik. Karena itulah mereka mengangkat anak” “Aku mengerti apa yang kau coba ucapkan, Claude” ujar pria paruh baya itu. “jika bisa, mungkin itu akan menjadi alternatif paling mudah. Namun, bayangkan akan serumit apa kisah ini nantinya. Jika anak tersebut tahu tahu masih memiliki orang tua, dan orang tuanya membuat keributan ketika tahu anaknya akan menjadi raja, bagaimana?? Pun ditakutkan akan adanya kekacauan nantinya. Hal tersebut belum pernah terjadi, dan ayah terlalu takut untuk membuat hal tersebut terjadi. Sejauh ini, darah kerajaan adalah darah yang ini ini saja. Mengalir murni. Ah, lupakan soal paman yang tak seharusnya kau panggil paman itu” Ah.. paman yang satu itu. Paman yang ditemui Claude di negeri sebelah ketika harus mendatangi koloseum. Hm.. jika kakeknya dahulu tidak dijebak dengan obat obatan terlarang hingga menghilang satu minggu dan tahu tahu menghamili orang lain selain neneknya, maka si paman sialan itu tidak akan lahir. Dari kasus itulah penjagaan raja yang tengah menjabat amat sangat diperketat. Orang orang yang menjadi pengawal utama adalah orang yang sudah dikenal dan dididik lama untuk menjadi pengawal sang raja. Layaknya Victor. “Lalu aku harus apa sekarang” keluh Claude. “Ayah boleh sebut aku naif, tapi aku tak ingin menghabiskan sisa waktuku dengan orang yang tidak aku cintai. Pun, aku tidak ingin memaksa orang lain untuk mencintaiku. Ayah tahu sendiri, kan, bahwa tak semua gadis yang ayah kenalkan menginginkanku. Aku sudah cukup lelah dengan beban raja ini sedari kecil hingga sekarang, aku tak ingin aku semakin bertambah lelah dengan beban harus berada bersama orang yang akan selalu kuanggap asing” keluhnya. Si ayah menghembuskan nafasnya berat. Ia memainkan bibirnya sebentar kemudian muncul sebuah ide. “Kau tahu, kan, anak menteri keuangan yang umurnya tidak jauh berbeda darimu?? Gadis yang dahulu sempat menjadi teman belajarmu bersama Victor dan bocah bocah lainnya?? Kau akan kencan bersamanya, tidak disini, di restaurant membosankan atau arena kerajaan. Kalian berdua akan berlibur bersama. Mungkin dengan itu rasa akan sedikit demi sedikit tumbuh” Jika kalian pikir yang kaget setengah mati adalah Claude, maka jawabannya salah besar. Pria yang kini merasa degup jantungnya tak nyaman adalah Victor. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN