Chapter 13

1435 Kata
Hari yang seakan terus berulang sama ini dimulai dnegan rutinitas yang sama, bahkan dengan jenis sarapan yang terasa sama meskipun setiap harinya dihidangkan berbagai jenis menu yang tentu saja berbeda beda.  Selesai dengan ritual paginya, pria berambut perak tinggi itu dihampiri oleh sang sekretaris yang menjabarkan bahwa jadwalnya hari ini adalah sebagai tamu kehormatan juga salah satu penyetuju dari project besar salah satu bangsawan terkemukan di negara mereka. Ah.. project yang satu itu. Ia ingat jelas mengenai project dari Duke itu karena dirinya sendiri lah yang memang menandatangani berkas persetujuan atas akan dikembangkannya project tersebut. “Haruskah aku datang?? Kurasa tanpa ku acara akan tetap berjalan. Toh aku sudah memberikan izin atas keinginan mereka itu” tidak, ini bukannya Claude berniat untuk malas malasan, namun ada banyak hal yang memang ia perlu periksa karena tenggat waktunya sebentar lagi. Dan alasannya tadi memang masuk akal. Keberadaannya disana akan hanya menjadi seremonial saja, dan ia yakin hal hal penting lainnya akan tetap berjalan meskipun dirinya tak ada. “Memang benar, tapi kurasa yang mulia harus tetap datang. Karena istri dari salah satu presiden di negara lain yang mendukung project ini pun datang karena benar benar niat mendukung. Kami pun baru tahu tadi malam karena pesawatnya baru sampai setelah penerbangan yang cukup panjang. Rasanya agak tidak sopan jika beliau datang, namun pemimpin di negeri ini tak ada yang menyambutnya” Ah... dipikir pikir lebih baik mereka memiliki banyak sanak saudara yang bisa membantunya datang ke acara acara seremonial seperti itu dibandingkan ia mati kelelahan akibat terlalu banyak jadwal. “Menteri??” “Yang mulia menitahkan menter untuk rapat tanpa yang mulia untuk membahas draft yang diberikan oleh yang mulia minggu kemarin” jawab sang sekretaris dengan sabar. Rajanya itu bukan pelupa, namun dengan jadwal sedemikian banyak dan perintah yang berjibun, wajar saja jika ia melupakan satu dua hal. Baiklah. Apa boleh buat. Mau tak mau ia harus segera membawa tubuhnya menuju tempat acara milik bangsawan tersebut dimulai. Acaranya pun dimulai bak rutinitas yang selalu terjadi padanya. Turun dari mobil, reporter yang berjajaran karena siap mendokumentasi untuk kepentingan siar –jika di acara biasa yang melibatkan rakyat biasa, maka biasanya beberapa orang pun akan turut mengangkat ponselnya hanya untuk kepentingan dokumetasi biasa atau sosial media-, memasuki ruang acara, berbincang dengan beberapa orang, lalu duduk sembari menunggu namanya dipanggil untuk memberikan beberapa kalimat pembuka, kembali duduk hingga akhirnya acara selesai yang diselingi berbincang dengan berbagai jenis orang di kalangan yang sama. Seharusnya seperti itu. Namun, ketika ditengah tengah acara, matanya tak sengaja menangkap sesosok tak asing meskipun ia hanya baru bertemu satu kali. Sesosok yang tak dapat dilupakan hanya karena menggenggam lengan anak kecil yang sudah menyita hari harinya belakangan ini. Ia terbiasa berpikir lebih dahulu sebelum bicara atau melakukan sesuatu. Didikan sejak kecil yang mengharuskannya karena mau bagaimana pun, ia adalah penerus sang raja yang akan memimpin negeri ini nantinya. Jadi, ketika tangannya lebih dahulu bergerak dibanding otaknya, ia sendiri pun sempat tertegun terkejut ketika menyadarinya. Menyadari bahwa tangannya dengan tak sopan menggenggam pelan lengan perempuan yang ia temui sembari berucap- “...kau.. ibunya Aiden, kan??” Di tengah tengah acara. Aku ulangi dengan bulat. Di. Tengah. Tengah. Acara. Bukan hanya dia saja yang terkejut, tentu saja orang yang ia genggam pun sama terkejutnya. Matanya sedikit membelalak dengan tatapan yang tak dapat diartikan. Pun beberapa tamu lainnya yang melihat adegan itu pun sama bingungnya hingga beberapa terlihat saling berbisik. Ketika Claude baru saja akan membuka mulutnya lagi, matanya kembali tak sengaja menangkap Victor dikejauhan yang menatapnya tajam dan mouthing bahwa acara masih berlangsung, dan dia ini ada di jejeran depan. Dengan bisikan maaf, pria berambut perak itu melepaskan genggamannya dan sedikit mengucapkan maaf pelan kepada tamu lainnya yang mungkin merasa terganggu olehnya. Ya Tuhan. Baru kali ini ia sangat tidak profesional saat bekerja. Jika ayahnya tahu –mungkin akan tahu-, ia tentu saja akan marah padanya. Untung saja para reporter tak ada yang masuk kedalam ruangan, dan orang orang kalangan atas ini tahu diri untuk tidak mempotret sembarangan, apalagi yang dipotret adalah raja mereka sendiri. Membuat berita tak penting sepertinya akan membuat mereka dalam masalah besar. Acara yang total intinya hanyalah kurang lebih tiga jam itu akhirnya selesai juga. Sisanya hanyalah seremonial kembali yang membuat orang bisa memilih untuk tetap disana atau kembali ke kegiatannya masing masing. Beberapa orang mungkin akan tetap memilih diam, toh acara sisanya ini hingga sore hari nanti, pun mereka mencoba keberuntungannya dengan mencari relasi relasi lainnya yang suatu saat nanti mungkin akan membuatnya mudah dalam beberapa urusan lainnya. Seharusnya, dengan berbagai macam urusan yang dimiliki oleh Claude, pria itu sudah beranjak menuju mobilnya untuk pergi dari sana. Namun yang kini Victor dapati adalah pria yang juga teman semasa kecilnya itu tengah berbincang dengan beberap bangsawan lainnya dengan mata tak fokus, yang ia tahu jelas bahwa rajanya itu tengah mencari seseorang. Seorang wanita dengan rambut panjang hitamnya yang digelung, yang Victor tahu jelas bahwa ia sedang sibuk dengan pekerjaannya sendiri. Tentu saja ia tahu, tugasnya disana memang memata matai orang disekeliling rajanya agar hal yang tidak diinginkan tak terjadi, namun gadis tadi akan terus melewatinya untuk masuk dan keluar ruangan. Seperti saat ini. Kini, pikirannya terbagi menjadi dua. Haruskah ia membantu gadis ini menghindari Claude karena sudah jelas bahwa ia tak nyaman. Tapi haruskan Victor membantu Claude dengan memberitahukan keberadaan gadis ini, yang mungkin saja akan mempercepat urusan Claude dengannya sehingga sang raja itu bisa cepat kembali ke kegiatan pentingnya yang lain. Tapi, bagaimana jika dengan mempertemukan keduanya membuat Claude malah semakin lama disini?? Sialnya, sebelum sempat ia membuat keputusan,. Claude sudah lebih dahulu pamit dengan bangsawan yang diajaknya bicara tadi hanya untuk tersenyum sumringah dan mendatangi wanita satu anak itu. “hey, kita bertemu lagi” ucap Claude yang membuat Victor mengkerut jijik dan ingin muntah saat itu juga karena hilangnya martabat Claude yang malah membuatnya menjadi terlihat seperti om om m***m yang menggoda anak remaja. “Anda ingin apa, yang mulia??” Airin tersenyum formal meskipun risih. Bagaimana lagi, pekerjaannya disini adalah melayani tamu tamu dan memberikan apa yang mereka mau. “Saya bertugas untuk membawakan makanan penutup dan alkohol. Jika yang mulia ingin makanan lainnya, akan saya beri tahukan kepada rekan saya yang lainnya” ucap wanita itu lagi yang kini membuat Victor amat sangat kasihan. Terlihat jelas di wajahnya bahwa ia terganggu, namun entah kenapa Claude terlihat seakan ia orang t***l saat ini. “Yang mulia, kita ada banyak pekerjaan yang harus diurus” bak mencoba membidik dua burung dengan satu batu, Victor mencoba membawa pergi Claude dari sana untuk meneruskan kegiatannya sekaligus menolong wanita yang kini disampingnya itu karena Victor menghampiri mereka. “Sebentar dulu” bisik Claude. Hahhh.. untung saja posisi ketiganya ada di sisi dekat dinding, dimana tak membuat ketiga menghalangi jalan orang lain. “Kurasa aku belum tahu namamu, seingatku Aiden belum menyebutkan namamu. Namamu siapa??” tolong ingatkan Victor bahwa ini bukan acara kencan buta yang biasa dibuatkan oleh mantan raja mereka untuk masa depan si raja. Bahkan, dalam acara acara biasanya, Claude tak pernah seantusias ini. Dengan menahan dengusan nafas kesalnya, Airin membuat senyum datar dengan mata yang sama sekali tak menunjukkan bahwa ia sama antusiasnya dengan orang nomor satu di negeri mereka ini. “Nama saya Airin, yang mulia” jawabnya santun. “jika yang mulia tidak memiliki pesanan, maka saya undur diri karena ada banyak pekerjaan yang harus saya lakukan” ucap Airin lagi yang diiringi doa doa agar ia bisa segera pergi dari sana. Sudah cukup risih dengan keberadaan sang raja, ia kembali dibuat risih dengan tatapan mata tamu tamu lainnya yang menatapnya dengan berbagai macam jenis tatapan. Pun rekan rekan kerjanya yang lain sedikit terlihat saling berbisik dan melirik keduanya. “Tunggu sebentar Airin” mohon Claude –ya, Claude memohon namun tidak secara literal. Nada suaranya hanya tidak formal seperti biasanya dengan mata yang sedikit mengerjapkan mohonan. “kau tahu, anakmu itu adalah anak yang sangat luar biasa. Aku senang sekali bisa mengenalnya bahkan berbincang cukup lama dengannya. Aku ingin sekali memberikan beasiswa padanya karena dia benar benar anak yang jenius. Tampan, pintar, baik hati.. hah, apa yang kurang darinya. Kau pintar sekali menjadi ibu, Airin. Kau mendidik anakmu dengan baik hingga ia tumbuh menjadi anak yang seberlian ini” tidak, ungkapan pujian pujian yang dilantunkan oleh Claude tak berhenti disana. Ia terus saja mengoceh, membuang buang waktu orang yang tengah bekerja itu hingga si wanita menahan dirinya untuk tak memutar bola matanya malas. Ini semua diakhiri dengan- “-bolehkan aku bermain dengan Aiden? Aku mohon” nah, yang ini baru Claude memohon secara literal yang membuat orang orang lain disana yang mendengar sedikit menahan nafasnya terkejut. “tidak”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN