"Aku belum tahu namanya siapa, tapi aku yakin dia tidak sekejam dan psikopat seperti yang kau pikirkan," ucap Meghan pada Moly.
Saat ini mereka sedang berada di perpustakaan kampus.
Moly berusaha menyadarkan Meghan dari kegilaannya pada si Tuan Mafia yang dia ceritakan.
Menurut Moly, pria itu sangat berbahaya dan tidak seharusnya Meghan bertemu dengannya lagi.
Namun apa yang ia dengar pagi ini benar-benar gila! Meghan bertemu dengan si Tuan Mafia itu, bahkan mereka bercinta di lorong gelap sebuah bar?
Dia benar-benar tak habis pikir.
"Kau bisa mengencani pria lain, tolong jangan lagi bertemu dengan pria aneh itu!" Moly menegaskan karena dia memikirkan keselamatan Meghan.
"Kau sangat lebay! Aku baik-baik saja, dan dia tidak berbahaya, kok!"Meghan tidak terima saran dari Moly.
"Aku mau bertemu dengannya lagi, dan mungkin kami akan bercinta lagi, itu sangat extrim dan aku menyukainya," ucapnya lagi pada Moly sambil meraih buku tebal yang sedang dipegang oleh gadis berambut keriting itu.
"Terima kasih bukunya," lanjutnya lantas pergi.
Moly hanya memandangi dengan wajah heran. "Huh, dia benar-benar sudah tidak waras!" gerutunya sambil geleng-geleng.
Meghan berjalan cepat menuju kelas. Dia tampak sebal karena Moly sepertinya tidak suka jika dia berhubungan dengan si Tuan Mafia.
Apa masalahnya? Mafia juga suatu perofesi bukan?
Bahkan, negara ini pun di kuasai oleh komplotan para Mafia. Ia menoleh pada bendera Italia yang berkibar di tengah halaman kampus.
"Meghan Crafson, hei!"
Seseorang memanggil namanya dari arah belakang, Meghan yang sedikit terkejut menoleh langsung.
"Vito?" ucapnya saat seorang pemuda mendekat.
"Hai, Meghan! Aku tidak melihatmu di kelas tadi, apa kau tidak ikut mata kuliah pertama?" tanya Vito seraya tersenyum pada gadis di depannya.
"Aku dari perpustakaan, ada buku yang harus aku baca," jawab Meghan sekenanya saja.
Vito bertanya lagi."Aku juga tidak melihat Moly. Apa kalian berdua janjian mau bolos kuliah?"
Meghan memutar bola matanya bosan, lantas menatap pemuda di depannya dengan sinis.
"Hei, apa sebenarnya masalahmu? Aneh sekali!" ucapnya lantas pergi dengan wajah kesal.
Vito hanya memandangi dengan wajah heran. "Apa yang salah?"
Mata kuliah kedua akan segera dimuai. Meghan menoleh ke arah Moly yang dari tadi bersikap acuh padanya. Dia merasa kesepian tanpa Moly, tapi dia juga kesal pada temannya itu.
Dengan wajah bosan, Meghan kembali menghadap ke depan di mana seorang dosen sedang menjelaskan suatu materi.
'Aku mau ini setiap hari.'
Oh, tidak!
Meghan tampak kesulitan berkonsentrasi pada mata kuliahnya. Tuan Mafia seolah sedang berdiri di sampingnya, bahkan dia berbisik dengan begitu nyata.
Ya Tuhan ... kepalanya menggeleng frustasi dan darahnya berdesir setiap kali merasakan kehadiran pria itu.
"Meghan Crafson! Ya, kau! Apa yang diberikan Caesar Romawi Dua Belas pada istrinya sepulang menaklukan kerajaan Ateish?"
Dosen pria berkacamata tebal menunjuk pada gadis yang sedari tadi dilihatnya tidak konsen.
Meghan terkejut, dia bergegas bangkit. "Aku? Aku mau setiap hari! Ya, setiap hari!"
Dosen menatap heran."Apa katamu?"
Meghan yang tidak konsen, dia menoleh ke sekitar. Semua orang menertawakannya. Hanya Moly yang sedang menatapnya heran.
Oh astaga ... apa yang dia katakan tadi?
Ah, sepertinya dia memang sudah tidak waras!
"Hm, maaf Prof! Aku mau ke toilet dulu!" Dengan wajah merah menahan malu, Meghan bergegas meningglkan kelas.
Tatapan Moly mengikuti gadis itu keluar kelas. "Ya ampun, apa yang terjadi padanya?"
Setibanya di toilet, Meghan membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap otaknya yang tidak beres ikut mendingin juga.
Dipandangi wajah basah itu yang mucul pada cermin di depannya.
'Aku mau setiap hari.'
Meghan bergegas mundur dengan nafas terengah-engah. Lagi-lagi Tuan Mafia berbisik padanya. Bahkan dia melihat seringai pria itu muncul di cermin.
"Kau benar, Moly. Sepertinya aku sudah tidak waras! Ya Tuhan ..."
Diusap wajah itu dengan handuk, Meghan berusaha mengambil kendali penuh akan dirinya.
"Meghan! Kau di dalam?!"
Moly?
Meghan bergegas menuju pintu kamar kecil di mana dia berada.
"Kau baik-baik saja?!" tanya Moly setelah pintu kaca di depannya terbuka. Dilhatnya Meghan yang tampak sangat kacau.
"Aku cuma lagi pusing saja," jawab Meghan, lantas berjalan keluar melewati Moly dengan acuh.
"Seseorang sedang menunggumu di ruang tunggu!" Moly bicara sedikit berteriak pada Meghan.
Gadis dengan kemeja hitam dipadukan rok pendek itu menoleh.
"Seseorang?" tanya Meghan.
Moly mengangguk. "Temuilah dia!"
Meghan hanya menatap temnnya dengan wajah penuh tanya. Siapa yang ingin menemuinya di kampus begini?
Apakah Jose? Mau apa kakaknya datang ke kampus?
Sambil berjalan menuju ruang tunggu yang berada di lantai dua kampus elit itu, Meghan terus berpikir.
Sepasang tungkai jenjang itu meningalkan anak tangga terakhir. Meghan berpapasan dengan beberapa dosen.
Dia heran, mengapa semua orang meninggalkan ruangan mereka dan menuruni tangga?
Ada apa di atas?
Sambil berpikir ia melanjutkan langkahnya menuju ruang tunggu.
"Nona Meghan Crafson, Bos sudah menunggu Anda. Silakan lewat sini," ucap Sergio pada gadis yang baru saja tiba di depannya.
Dia dan dua orang bodyguard mempersilakan Meghan untuk masuk.
Tentu saja Meghan sangat terkejut dengan perlakuan orang-orang itu. Dan dia lebih terkejut lagi saat melihat pria yang sedang menunggunya di dalam.
"Tuan Mafia?"
Jantung Meghan nyaris putus melihat Michele yang sedang duduk di sofa.
Dia hanya seorang diri di ruangan luas itu. Darah Meghan berdesir saat mata elang pria itu menatapnya. Dia hanya mematung di tempat.
Michele tersenyum tipis. Dia bergegas bangkit menuju pada Meghan. "Kau sudah membuatku menunggu. Aku harus menghukummu," desisnya ke wajah Meghan.
Gadis itu masih bergeming. Apa ini mimpi? Tuan Mafia datang ke kampus? Dia nyaris tidak percaya.
Sampai Michele meraih pipinya dan langsung menyambar rakus bib1rnya dengan cium4n, Meghan baru bisa percaya jika pria itu memang nyata. Juga cium4nnya.
Michele merengkuh tubuh kecil Meghan, dia seperti sedang memangsa gadis itu dengan caranya. Dan wangi vanila itu membuatnya benar-benar bernafsu.
Meghan dibuat terkejut saat Michele menghempaskan dia ke sofa. Matanya menatap dengan jantung yang berdegup kencang dan nafas yang terengah-engah.
"Memikirkanmu membuatku muak. Aku ingin ini setiap hari," Michele bicara setengah berbisik pada Meghan sambil menatap penuh hasrat.
Ibu jarinya mengusap-usap bib1r basah Meghan. "Buat aku puas, Sayang."
Meghan menelan ludah kasar melihat Michele membuka ritsleting celananya. Sesuatu yang keras berukuran besar dan cukup panjang tersaji di depan matanya.
Tatapan naif Meghan terangkat ke wajah Michele tanpa suara. Pria itu menyeringai tipis, lantas menjambak rambut Meghan dan memintanya memainkan benda itu.
"Oh, Sayang! Kau mahir sekali. Aku menyukainya," bisik Michele. Matanya terpejam tak menentu merasakan sentuhan Meghan.
Meghan, sambil duduk di sofa ia menurut saja dengan perintah Bos Mafia. Entahlah, apa ini sudah benar? Dia tak pernah melakukan hal ini sebelumnya, tapi dia pernah melihatnya di film-film biru yang ia tonton bersama Moly.
"Aah! Oh, Sayang!" Michele melenguh panjang saat miliknya meledak dalam mulut Meghan.
Sensasi itu membuatnya benar-benar bergetar. Dia segera melepaskan diri, lantas menyambar bib1r Meghan dengan penuh nafsu.
"Aku harus kuliah, ada mata kuliah yang aku lewatkan." Meghan bicara pada Michele sambil membenahi pakaiannya yang agak kusut.
Sambil duduk di sampingnya, Michele memperhatikan Meghan. Gadis ini tidak begitu cantik dan juga seksi, tapi kenapa hanya dia yang bisa membuatnya 0rg4sm3 sampai berulang kali?
Ini benar-benar konyol!
Bibirnya tersenyum tipis sambil membuang pandangan ke arah jendela.
"Aku harus pergi dan baiknya kau tidak menemuiku di kampus seperti ini lagi," ucap Meghan seraya bangkit dari sofa.
Dia tersenyum tipis dan hendak pergi. Namun, tiba-tiba Michele mencekal lengannya. Meghan meoleh langsung.
"Ikut aku sekarang," ucap Michele lantas menyeret Meghan.
Terhuyung-huyung Meghan mengimbangi langkah panjang Michele. Pria dingin itu tak jua melepaskan cengkeraman tangannya sekalipun.
Tatapan semua orang di koridor membuat Meghan benar-benar tidak nyaman. Apakah Tuan Mafia akan menculiknya?
Dia menoleh pada Michele tapi pria itu tak peduli dan tetap menyeretnya menuju Ferrari merah di area basement.
"Masuk!" perintah Michele seraya melempar Meghan dengan kasar ke mobilnya.
Meghan menoleh dengan wajah kesal. Dia tidak suka atas perlakuan Michele padanya. "Aku tidak mau!" ucapnya lantas pergi.
Michele langsung mencekal lengan Meghan lagi, lantas memasukanya ke dalam mobil dengan paksa.
"Lepaskan! Aku tidak mau! Tolong!" Meghan meronta dan berteriak.
Michele tak peduli dengan rengekan Meghan. Pria itu segera menutup pintu mobil dari dalam.
Moly bersama semua orang hanya memandangi mobil-mobil para Mafia itu pergi meninggalkan area kampus mereka.
Waduh!
Mereka membawa Meghan?!
Moly segera meraih ponselnya dari dalam tas.
"Halo, Jose!"