Ichwan merasakan perubahan sikap Tari yang tidak lagi melawan semua yang dia katakan. Tari terkesan apatis. Dia menjadi penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi dengan perempuan yang sejak dia melihat pertama kali dua tahun lalu sangat menarik perhatiannya dan membuat dia ingin memilikinya.
Itu sebabnya Ichwan sering menggoda Tari dengan memberi tugas yang nyeleneh atau memprotes hasil kerja sekretarisnya itu. Dia sangat ingin meminang Tari.
≈≈≈≈≈
Sebulan sudah Teddy memberi talak pada Fifi, tepat di hari yang sama dengan pernikahan mereka. Sudah dua bulan dia berpisah dengan Tari. Teddy ingat, seminggu lagi ulang tahun mantan tunangannya itu. Dia ingin memberi kejutan manis untuk Tari. Dia sudah menyiapkan cincin dan kalung yang dia beli di Singapore minggu lalu saat dia terbang ke negara singa itu. Dia ingin memperbaiki hubungan mereka.
Teddy mengenang perkenalan pertama dengan Tari. Saat itu Bagas adiknya minta jemput di rumah seorang teman sesudah belajar kelompok. Bagas adalah anak adik ayahnya yang sejak kecil di rawat sang mami karena tantenya sakit-sakitan sehingga Bagas kecil tak terawat.
Saat itu Bagas tidak diantar sopir karena istri sopirnya sedang melahirkan. Hujan deras sehingga sudah satu jam Bagas tak dapat memesan taksi. Di rumah teman Bagas tersisa tiga anak remaja yang baru saja lepas seragam SMA. Saat itu Bagas baru kuliah semester pertama. Seorang adalah Satrio pemilik rumah, seorang lagi Bagas dan seorang adalah Tari, yang belum di jemput sopirnya.
Bagas meminta Teddy mengantar Tari karena dia tak tega meninggalkan Tari berdua di rumah Satrio. Berpikir buruk bila meninggalkan seorang gadis berdua dengan lelaki di rumah itu, maka Teddy pun setuju mengantarkan Tari lebih dulu.
Itu awal mereka berkenalan. Sejak itu Teddy berupaya mengikat Tari. Tari mau tunangan setelah dia empat tahun kenal. Yaitu saat Tari akan selesai kuliah dan mau menikah setelah dua tahun kerja. Karena Tari ingin merasakan menjadi pegawai sebelum menikah dan menjadi full ibu rumah tangga.
Dengan berbagai cara, Teddy mampu meminang Tari dan mereka bertunangan saat Tari sedang menyusun skripsi, tidak menunggu hingga Tari selesai wisuda. Sebelum wisuda Tari yang pandai, mendapat panggilan kerja dan langsung menjadi sekretaris pak Achdiyat.
Yang menentukan siapa yang bakal diterima sebagai sekretaris pak Achdiyat adalah istrinya. Bu Achdiyat menilai Tari sopan dan jujur. Dia tak mau pak Achdiyat sepanjang hari bekerja dengan perempuan muda yang berniat menjerat suaminya.
Walau belum lulus kuliah, bu Achdiyat yakin Tari bisa cepat belajar menggantikan Sarwendah sekretaris lama pak Achdiyat yang akan pindah mengikuti tugas suaminya yang di mutasi ke Papua. Dugaan bu Achdiyat terbukti, Tari cepat mengerti apa yang diajarkan Sarwendah.
≈≈≈≈≈
Saat berkenalan dengan Tari sebenarnya Teddy sudah mempunyai kekasih. Seorang perempuan sangat cantik yang bekerja sebagai pramugari. Mereka bahkan sudah tinggal satu apartemen. Karena Teddy langsung pindah ke apartemen June, saat mereka sudah making love dan berikrar akan hidup bersama.
Sayang ketika Teddy membawa June ke rumah untuk diperkenalkan pada kedua orang tuanya, sang oma langsung menyatakan tidak suka. Kalau oma sudah berkata tidak, maka papinya akan menuruti apa pun yang keluar dari bibir ibunya itu. Namun June dan Teddy tak peduli. Mereka tetap hidup bersama, sampai Teddy mendengar sendiri kata-kata June pada Grace teman sesama pramugari, kalau ternyata dia bukan satu-satunya lelaki dalam hidup June.
Sejak itu Teddy langsung kembali ke apartementnya dan hubungan dia dengan June berakhir. Saat itu Teddy sudah tujuh bulan berkenalan dengan Tari.
Sejak putus dengan June baru Teddy mulai mendekati Tari dengan serius. Dalam berhubungan dengansiapa pun termasuk dengan June dan Tari, Teddy selalu serius, tak pernah mendua. Teddy mulai mendua saat dia tergoda sesaat dengan Fifi padahal sudah bertunangan dengan Tari.
Mungkin karena sebagai pria normal dulu dia terbiasa dengan kegiatan hubungan badan dengan June, sedang dengan Tari mereka tak melakukan. Maka ketika bertemu Fifi, Teddy merasa mendapat segelas air untuk menyegarkan dahaganya. Itu sekilah kenangan awal perkenalan Teddy dan Tari.
≈≈≈≈≈
Wicak, Wahyu, Septian dan Teddy hari ini jalan ke Bandung dengan motor besar mereka. Club motor yang mereka ikuti akan mengadakan santunan rutin tahunan. Mereka berempat akan survey yayasan yang ingin mereka kunjungi. Sudah satu bulan mereka berkomunikasi lewat email dan telepon. Hari ini mereka akan survey pendahuluan guna menyesuaikan dengan program yang mereka akan lakukan.
“Maaf harus menunggu,” seorang gadis muda menyampaikan salam perkenalan dengan meminta maaf.
“Saya Laura, yang memimpin pondok ini.” gadis itu memperkenalkan diri dengan sopan.
‘Pimpinan pondoknya muda banget, apa dia bisa me-manage pondok dengan baik?’ begitu pikiran empat pria mapan yang datang saat itu. Mereka memandang kemampuan kerja berdasarkan penampakan usia Laura.
“Saya Wicak, ini Wahyu, Ini Septian dan ini Teddy. Kami dari komunitas motor, ingin memberi sedikit rizky yang kami punya. Kebetulan saat ini kami survey lebih dulu, karena rencananya kami akan datang dengan anggota sekitar satu bulan lagi.” Seorang dari keempat lelaki itu memperkenalkan diri dan mengutarakan niat mereka yang merupakan team survey dari sebuah komunitas motor.
“Saya pribadi dan kami sebagai pengelola panti, pada prinsipnya tidak menolak uluran tangan donatur. Hanya kami sangat menolak donasi yang digunakan sebagai promo. Bukan sombong, kami hanya tak ingin setelah untuk promo lalu panti ini akan menjadi sasaran promo donatur lainnya. Karena biasanya organisasi sejenis tak mau kalah, dan akan ikutan memberi donasi lebih besar dengan promo lebih gencar. Lalu tak akan habis, walau rejeki berdatangan, tapi kami tak mau panti menjadi bahan promo.” Laura memberi prinsip yayasan yang dia pimpin.
Selanjutnya dibahas juga ketentuan tidak merokok di semua lini dalam lingkungan yayasan, dan kapan pelaksanaan kunjungan serta berapa perkiraan rombongan yang akan hadir. Mereka saling bertukar nomor yang bisa dihubungi.
Laura memberi nomor ponsel yang memang khusus untuk yayasan. Nomor itu berbeda nomor dengan yang untuk butik miliknya tempat dia mencari uang guna mendanai panti asuhan miliknya itu. Apalagi nomor untuk pribadi. Memang ketiganya mempunyai nomor berbeda agar tak bingung bila sama. Biasanya ponsel dengan nomor yayasan dipegang oleh Ningsih atau pegawai yang sedang piket. Nomor itu yang tertera di kartu nama yayasan.
“Kalau saat ini, kami mau memberi sumbangan pribadi, apa ada nomor rekening yang bisa kami tahu?” tanya Septian sebelum mereka pamit.
“Nomor telepon untuk urusan donasi dan nomor rekening ada dalam kartu nama,” balas Laura sopan.
“Jadi nomor ponsel yang tadi Anda berikan bukan nomor pribadi Anda?” penasaran Wahyu bertanya, dia tak ingin bila iseng nge-chat pribadi ternyata bukan Laura yang memegang nomor itu.
“Bukan, saya tidak memberikan nomor ponsel pribadi untuk urusan yayasan,” jawab Laura tegas, membuat Teddy, Wahyu dan Septian berpandangan. Ketiganya tentu punya niat yang sama, cari peluang mendekati Laura. Wicak sudah berumah tangga, maka tak punya niat itu.