DULU PUN PERNAH BERSALAH

1190 Kata
Teddy duduk termenung di tepi ranjang queen size miliknya. Dia merasa ranjang ini terlalu luas, padahal ketika dia tidur berpelukan dengan Tari, terasa ranjang ini tak cukup luas untuk mereka berdua. Ranjang yang sama, mengapa bisa berbeda? Sejak bertunangan, Teddy dan Tari sering tidur bersama, baik di rumah Tari mau pun di apartemen Teddy. Namun yang mereka lakukan benar hanya tidur bersama. Berpadu dalam peluk hangat bonus kisses. Tidak lebih. Karena Teddy dan Tari sepakat, mereka akan melakukan making love setelah resmi terikat dalam ikatan suci pernikahan. Same bed but it feels just a little bit bigger now Our song on the radio but it don't sound the same Teddy kembali mengingat sosok yang baru saja dia lukai. Perempuan lembut yang selalu membuat harinya berwarna. Dia yang terbiasa making love, bisa dikekang oleh sifat teguhnya Tari. When our friends talk about you, all it does is just tear me down 'Cause my heart breaks a little when I hear your name Teddy teringat makian yang Bima ucapkan : Asal kamu tahu, bayi itu bukan milikmu. Bahkan Fifi sendiri tak akan tahu benih siapa yang tumbuh di rahimnya. My pride, my ego, my needs, and my selfish ways Caused a good strong woman like you to walk out my life Papinya bahkan langsung mencoretnya dari nama keluarga ketika tahu Tari terluka oleh dirinya. Sosok Tari memang yang terbaik di mata keluarga Robert. Tidak seperti pela-cur yang baru saja dia buang. Pela-cur yang bisa menggeretnya melakukan ijab kabul karena sedang hamil. Now I'll never, never get to clean up the mess I made, ohh… And it haunts me every time I close my eyes ‘Mengapa lagu Bruno Mars "When I Was Your Man" malah terdengar saat ini?’ batin Teddy, dadanya makin tertindih batu besar dan sesak. Lagu yang teramat pas dengan kondisinya. Dia menyesal telah melepas Tari. Dia bertekad akan kembali memperjuangkan gadis manis itu. Teddy ingat, kesalahan ini bukan kesalahan pertamanya pada Tari, sebelumnya dia pernah melakukan kesalahan dan Tari masih bisa mema’afkan. Siang itu Tari main ke rumah orang tua Teddy, calon mertuanya untuk mengantar pisang tanduk yang dibawa teteh Imah pembantunya yang baru kembali dari Bogor. Kebetulan saat itu Teddy tak ada di rumah karena pagi tadi baru saja terbang ke Hongkong. Karena memang sudah dekat dengan bu Annie, maminya Teddy, maka Tari datang saja walau Teddy tidak ada. Ke rumah calon mertua tidak harus ketika ada calon suami di rumah saja kan? Dia juga butuh berinteraksi dengan calon mertuanya itu. “Punya rencana apa Mi?” Tari bertanya pada calon mertuanya. Dia menanyakan mau di masak apa pisang itu. Sang mertua tak pernah bosan dengan pisang tanduk. “Hari ini Mami lagi malas, pengen dikukus ajalah. Enggak ribet,” jawab bu Annie. Dia sedang memotong pisang tanduk menjadi empat buah dan siap dia letakkan di dandang yang bawahnya sudah dia isi air. “Wuiiiiiiiiiih, ada tamu jauh nih,” Bagas Prawiro yang baru datang main futsal menggoda teman saat kuliah dulu. Bagas masih kuliah karena dia tak sepintar Tari yang semester lalu sudah di wisuda. “Jauh di mata dekat di hati ‘kan?” Tari menjawab godaan calon adik iparnya sambil mengangkat pisang kukus yang sudah masak. Memang mengukus pisang tak perlu waktu teramat lama. “Kamu ‘tu beda bangeeet ya ama mantannya Mas Teddy dulu,” celetuk Bagas tanpa dipikir. “Emang kenapa mantannya?” selidik Tari. Dia tak pernah membahas masa lalu Teddy. “Mantannya baru dua kali sih ke rumah ini. Karena oma dan bude enggak suka saat pandangan pertama. Padahal dia datang ke sini pakai baju sopan dan ramah. Dia juga bawa oleh-oleh. Tapi entah kenapa oma dan bude enggak suka. Mungkin feeling saja. Tapi biar ditentang oma, mereka tetap tinggal satu rumah sih. Trus entah kenapa mereka pisahan karena mas Teddy enggak cerita penyebab mereka putus setelah hidup bersama hampir dua tahunan. Yang pasti lebih satu tahunlah mereka itu bersama,” dengan santai dan tanpa sadar Bagas menceritakan hal yang selama ini ditutupi oleh Teddy dari Tari. Sedang di keluarga semua tahu kelakuan buruk Teddy kala itu. Bagas pikir Teddy dan Tari sudah saling terbuka dalam segala hal. “Mantannya juga temanmu atau orang mana?” Tari berupaya membuat nada bicaranya tak berubah, padahal dia sudah ingin menangis mendengar kenyataan kalau tunangannya pernah hidup bersama tanpa menikah dengan perempuan lain. “Namanya June, dia pramugari di maskapai yang sama dengan mas Teddy. Aku yakin mereka sekarang masih sering bertemu di kantor. Atau bisa jadi mereka masih sering terbang bersama kalau masih satu team. Awal mereka dekat ‘kan karena mereka satu team,” jelas Bagas lebih lanjut. Tari berupaya kuat. Lalu dia sengaja menyetel alarm enpat menit dari saat itu. “Maaf Mi, aku angkat telepon dulu,” Tari minta izin pada bu Annie saat mereka sedang mengatur meja makan dan ponselnya berdering. Dia sedikit menjauh dan berpura-pura bicara di teleponnya. “Oma, Mami, maaf. Tari enggak jadi makan siang di sini, ini teh Imah telepon katanya bibi dari Cianjur telepon sedang menuju ke rumah dan sudah keluar tol Jagorawi.” Tari segera pamit. Tari sudah tak bisa lagi bertahan di rumah Teddy. Dia tak tahan ingin menangis. Dadanya sesak mendengar fakta tentang masa lalu calon suaminya. ‘Hidup bersama tanpa pernikahan adalah hal kotor dalam agama mana pun. Itu zina namanya!’ ‘Kalau mereka masih sering bersama saat penerbangan keluar negeri, artinya mereka menginap di hotel yang sama ‘kan? Siapa yang bisa melarang bila mereka pindah kamar dan kembali berbagi peluh?’ ≈≈≈≈≈ Sejak saat itu Tari tidak membalas chat Teddy, bahkan membacanya pun tidak. Panggilan telepon dari Teddy pun tak dia terima. Dia sangat sakit hati atas ketidak jujuran yang dilakukan Teddy. Andai Teddy jujur tentu Tari akan menerima, karena tak ada seorang pun yang bisa menghapus masa lalu. Merasa Tari selalu menghindarinya, Teddy pun berupaya mendatangi Tari di hari kerja, karena saat week end Tari selalu pulang ke Bogor. “Kamu kenapa Babe, koq sepertinya selalu menghindari Kakak?” tanya Teddy yang sengaja datang ke kantor Tari menjelang gadis itu pulang kerja. Dia menunggu di lobby sehingga Tari tak bisa menghindar. ≈≈≈≈≈ Tari mengajak Teddy bicara di cafe kantornya. “Kakak ingat saat Kakak menyatakan cinta padaku dan Kakak meminta aku jadi pendamping hidup Kakak. Apa syarat yang aku minta dulu?” tanya Tari menatap lekat bola mata Teddy. Teddy berupaya menarik ingatannya saat dua tahun lalu menyatakan cinta pada Tari. ‘Apa Kakak serius? Apa Kakak sanggup selalu berkata jujur, karena aku paling tidak mau ada kebohongan,’ demikian dulu pertanyaan balik dari Tari. “Apa aku berbohong sehingga kamu marah?” sekarang Teddy yang balik bertanya. “Aku pernah tanya, berapa mantanmu, dan kakak hanya cerita semua mantan semasa SMA dan kuliah saja. Kakak beritahu nama dan berapa lama pacaran secara jujur dan rinci padaku. Tapi … Kakak tidak cerita mantan yang malah sudah hidup bersama selama lebih dari satu tahun !” cecar Tari dengan sinis. DHUAAAAAAAR … Teddy langsung terdiam. Susah payah Teddy meyakinkan Tari untuk memaafkan, butuh proses panjang mengembalikan kepercayaan Tari yang telah terkoyak. Dan sekarang, luka yang terjadi bukan hanya koyakan, melainkan juga tikaman teramat dalam dengan pisau berkarat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN