12. Cidera

1521 Kata
Tobi hanya bisa menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Bisa-bisanya Gandhi mengadukan pada sang mama. Astaga! Saat ini Nirina bahkan tampak sangat berminat pada obrolan ini. "Jadi, siapa nama gadis itu?" tanya Nirina sambil menatap lembut ke arah sang putra sulung. "Apaan, Ma. Aku hanya jatuh saat mengejar jambret ponsel aku. Gandhi hanya mengarang cerita," kata Tobi yang kini mulai pandai mengarang cerita. Reza mengembuskan napas dengan kasar. Ia sudah tahu jika Tobi pasti akan mengelak. Entah siapa gadis itu, Reza akan berterima kasih padanya. Artinya, Tobi tidak akan berani macam-macam. Mereka berempat makan siang dengan cepat. Tiga orang laki-laki itu membahas bisnis. Ada perkembangan saat ini. Tobi menjalin kerja sama dengan Kedai Kopi Sejuta Kenangan. Salah satu kedai milik Tuan Batara Utara. "Lantas siapa yang mewakili dari mereka? Tidak mungkin Tuan Batara datang." Reza bertanya pada Tobi dengan nada dingin. "Ada menejernya Antonio dan salah satu karyawannya," jawab Tobi yang merasa tidak dianggap oleh sang papa. Kesalahannya memang sangat fatal, tetapi Tobi ingin dimaafkan. Bahkan sang papa dengan tega menurunkan jabatannya itu. Tobi merasa tidak terima, tetapi tidak bisa berbuat banyak. Padahal kesalahannya tidak fatal hanya karena memutuskan seorang gadis yang sudah dikencaninya hanya dalam satu bulan. "Karyawan kedai maksudnya?" tanya Reza ingin memastikannya. "Iya. Karyawan mana lagi? Masa iya yang datang karyawan supermarket indofebruari?" Tobi kesal dengan pertanyaan sang papa. Ada-ada saja tingkah laki-laki paruh baya itu. Pertanyaan yang sangat tidak masuk akal. Pasti bukan karyawan lain. Atau sang papa sedang berusaha mencari tahu sesuatu. "Maksud Papa, kenapa karyawan itu ikut rapat kerja sama?" tanya Reza saat melihat wajah kesal dari Tobi saat ini. "Ga tahu, mungkin karyawannya itu butuh refresing atau semacamnya. Papa tanya sendiri saja sama Antonio. Kenapa ajak karyawannya." Tobi sangat kesal sekarang. "Sudah-sudah. Yang penting anak kita sudah memenuhi target. Jangan diperpanjang lagi." Nirina melerai pertengkaran ayah dan anak itu. "Kita pulang saja, Pa. Bukankah anak kita harus bekera?" lanjut Nirina dengan cepat. Reza akhirnya pun mengalah pada sang istri. Nirina pun memeluk sang putra dengan erat. Nirina sangat merindukan anak sulungnya itu. Rumah pasti akan kembali ramai saat Tobi bersedia pulang. "Kenalkan dia pada, Mama, secepatnya," bisik Nirina dan membuat Tobi terkejut. "Apaan si, Ma? Aku ga ada pacaran sama siapa-siapa loh. Aku hanya mau fokus kerja saja." Tobi mengelak dan tidak mau lagi terbuka pada kedua orang tuanya. Cukup satu kali bermasalah hanya karena perempuan. Mantan kekasihnya yang seorang model itu gila. Melaporkan hal yang tidak benar pada Reza. Akibat laporan itu, Reza marah besar dan menghukum Tobi seperti ini. "Ya, Mama dan Papa mau tahu, siapa gadis yang bisa membuatmu sakit pinggang seperti itu? Pasti dia gadis yang sangat kuat." Nirina seolah tahu dengan pasti soal gadis itu. "Ga ada, Ma. Aku memang sudah niat ga mau lagi pacaran. Nanti ada aduan yang tidak benar lagi!" Tobi menyindir Reza dengan telak. Nirina langsung mengajak sang suami keluar dari ruangan kerja Tobi. Mereka pasti akan bertengkar hebat setelah ini. Reza memang tidak suka dengan laki-laki play boy. Mereka hanya merusak kaum hawa saja. Sementara itu, Nalaya kini sudah selesai bekerja dan harus menuju ke lapangan futsal dengan cepat. Ada pertandingan saat ini. Ia tidak boleh terlambat datang jika tidak mau diomeli oleh Angga. Pelatihnya tidak akan mentolerir ketidakdisiplinan. "Aku duluan semua!" Nalaya berlari kecil menuju ke halte bus yang biasa digunakan menunggu. Tidak lama ada bus yang lewat dan Nalaya pun segera naik. Tiga puluh menit kemudian, Nalaya sampai di lapangan futsal. Rupanya sudah sangat ramai lapangan itu. Nalaya langsung berganti pakaian jersey kebanggan tim mereka. "Na! Untung ga telat. Pertandingan maju." Ratih memberikan informasi pada Nalaya. "Mereka yang minta maju katanya ada pekerjaan lain," kata Ratih sambil menunjuk ke arah panitia. Nalaya hanya mengangguk lalu memakai sepatunya. Nalaya makan pisang dengan cepat untuk sumber tenaganya saat ini. Itu hal yang biasa dilakukannya sebelum bertanding atau pun berlatih seperti biasanya. Nalaya sangat fokus saat ini. Pertandingan sudah dimulai. Belum ada yang berhasil membobol gawang masing-masing rupanya. Nalaya tidak menyangka jika polisi wanita itu tenaganya luar biasa kuat. Nalaya pun menemukan celah. Ia berhasil mencetak gol kali ini saat menit terakhir babak pertama. Semua memeluk Nalaya. Gadis itu langsung merayakan selebrasinya. Ia memang suka sekali menarikan selebrasi yang sedang digandrungi penduduk bumi. Menirukan salah satu tokoh sepak bola yang melegenda namanya. "Kerja yang bagus, Na!" Angga memuji dengan tulus atas keberhasilan Nalaya. Bhayangkara sudah kebobolan satu gol dari Tim Bunga. Mereka mulai panas hati. Pada babak kedua tak segan bermain dengan kasar. Nalaya sudah kena beberapa kali saat menggiring bola. Bukan Nalaya namanya jika tidak bisa mengecoh lawannya itu. "Main yang benar! Jangan kasar!" Nalaya membentak salah satu pemain yang berhasil menendang kakinya hingga membuatnya pincang. Rupanya wasit seolah menutup mata. Baiklah, Nalaya kini tak akan main dengan benar. Ia akan tunjukkan kekuatannya. Nalaya tidak akan peduli lagi dengan yang namanya kartu merah nantinya. Tepat menit-menit terakhir, Nalaya menyundul bola dan mencetak gol kedua. Score kini menjadi 2-0 untuk Bhayangkara. Mereka tidak terima dan berusaha menyakiti Nalaya. Sayang, mereka salah sasaran, satu dari mereka terkena tendangan Taekwondo dan jatuh. "Pelanggaran!" teriak mereka dengan spontanitas. "Lah, aku merebut bola dan dia ada di depan saya. Salah dia kenapa ada di depan saja. Mana dia main kasar pula!" Nalaya membela diri, tetapi tetap mendapatkan kartu kuning. Peluit tanda berakhirnya pertandingan berbunyi. Nalaya dan tim menang dengan score yang luar biasa. Angga sangat bangga dengan anak didiknya. Ia pun memuji permainan anak didiknya. "Kalian semua hebat!" Angga memuji di pinggir lapangan. Nalaya meringis saat melepas sepatunya. Kakinya sangat sakit pada bagian bergelangannya. Ia berkeringat dingin saat ini. Rupanya ada seperti patahan pada pergelangan kakinya itu. Tekel yang dilakukan pemain Bhayangkara sangat keras dan mereka bisa lepas dari kartu merah dan kuning. Untuk pelajaran, tidak semua wasit adil. Tergantung pada masing-masing orangnya. "Na, kamu baik-baik saja?" tanya Angga yang melihat Nalaya kini pucat pasi. "Ini ga baik-baik saja, Pak. Itu patah tulang. Harus dibawa ke rumah sakit." Ratih membentak Angga dengan cepat. Semua pasang mata tertuju pada Nalaya. Tekel itu luar biasa keras. Nalaya kini harus istirahat sejenak dari olah raga ini. Akan tetapi, Nalaya tentu tidak mau. Ia akan berusaha sembuh dengan cepat. "Kamu baik-baik saja?" pertanyaan seorang laki-laki membuat semua pasang mata menatap ke arah sosok itu. Nalaya membuang pandangannya. Ia kesal dengan sosok yang saat ini berada di belakang Angga itu. Daffa tampak sangat khawatir pada Nalaya. Diam-diam tadi memperhatikan permainan Nalaya. Ternyata gadis yang membuatnya jatuh cinta itu seorang atlet basket. Satu korban dari tim Bhayangkara tang terkena tendangan Nalaya tadi. Ingin rasanya bilang impas, tetapi tim mereka yang memulai permainan kasar itu. Akan tetapi, Daffa masih mempunyai rasa takut. "Aku baik-baik saja." Nalaya menjawab dengan cepat tanpa menatap ke arah Daffa. "Tim medis, ini Tim Bunga ada yang terluka." Daffa memanggil tim medis agar mendekat. "Ga usah repot. Aku akan ke rumah sakit sendiri." Saat yang bersamaan Diaz datang dan langsung menuju ke tempat Nalaya cidera. "Honey! Kamu baik-baik saja?" tanya Diaz yang tampak sangat khawatir dengan keadaan sang adik. Nalaya langsung meminta Diaz yang menolongnya. Kesempatan emas untuk Nalaya bisa pergi dari hadapan Daffa. Nalaya pun berpamitan dengan tim. Ia akan ke rumah sakit sendiri. Ia tidak mau bekerja sama dengan tim medis dari Bhayangkara. "Aku duluan. Pak Angga, ingat segara transferkan gaji aku dan biaya cidera ini." Nalaya mengingatkan pelatihnya agar tepat waktu untuk mengirimkan uang hak-nya itu. "Siap laksanakan! Aku tranfer malam ini juga," kata Angga yang takut dihajar oleh Nalaya. Diaz lantas memapah Nalaya karena tidak kuat menggendong sang adik. Hingga saat ini tidak ada yang tahu jika mereka adalah kakak dan adik. Sebuah keuntungab bagi keduanya. Mereka dianggap berpacaran. "Kamu mending berhenti main. Itu kaki sampai patah. Apa kabar anggota tubuh yang lain?" tanya Diaz yang kini mengomel layaknya seorang kakak pada adiknya. "Lah? Ini luka kecil hanya geser aja. Kaya lututku yang pernah geser beberapa waktu yang lalu. Eh, kamu kok tahu aku ada tanding?" tanya Nalaya yang kini baru sadar dengan kedatangan Diaz yang mendadak itu. "Tadi aku ke kedai. Aku lihat kamu buru-buru dan langsung naik bus. Udah pasti mau latihan futsal. Ternyata malah ada pertandingan. Ya, udah aku nonton aja." Diaz memakaikan sabuk pengaman untuk sang adik. Diam-diam Daffa memperhatikan interaksi gadis yang dicintainya itu dari jauh. Daffa hanya bisa mundur teratur saat melihat mobil laki-laki itu. Sangat mewah dan sudah pasti dari kalangan atas. Apalagi dengan baju kasual yang dipakainya membuat decak kagum kaum hawa. Daffa melihat sendiri bagaimana reaksi gadis-gadis yang ada di lapangan ini saat melihat sosok yang memapah Nalaya. "Mau mundur?" tanya Roni sambil menahan tawa jahat. "Enggak. Dia boleh aja kaya, tapi kegantengan hakiki hanya milikku. Aku akan buat Nalaya jatuh cinta dalam waktu dekat ini." Daffa seolah menjadi tertantang dengan adanya pertanyaan dari Roni. "Yakin? Mobil pacarnya aja harganya tiga milyar itu." Roni semakin membuat Daffa panas saat ini. "Alah ... paling juga hasil nodong ortunya." Daffa menepis ucapan Roni dengan cepat. "Bagaimana jika mobil itu memang dia beli sendiri dengan uangnya. Kalo ga salah laki-laki tadi adalah Diaz Ibrahim, salah satu pengusaha muda." Roni sedikit tahu tentang Diaz. "Dia punya hobi balap mobil dengan beberapa geng kalangan atas," lanjut Roni dan membuat Daffa menatap tajam ke arah Roni.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN