10. Kerja Sama

1514 Kata
Orang-orang langsung menangkap dua penjambret apes itu. Tidak perlu pakai kekuatan untuk mengalahkan mereka. Cukup pakai gembok besar yang tadi ditemukan oleh Nalaya saja. "Ada yang hilang, Mbak?" tanya salah satu pejalan kaki yang mendekat ke arah Nalaya. Nalaya memeriksa tas berisi baju kotor dan sepatunya tadi. Begitu tas dibuka, sontak menguar bau busuk luar biasa. Astaga! Orang-orang langsung mundur beberapa langkah. Tidak tahan dengan aroma itu. "Lebay banget sih kalian. Ini baru aku cek. Meski isinya baju kotor, tapi ini penting. Ada seragam tim futsal aku," kata Nirina membuat beberapa laki-laki kembali mendekat. "Mbak suka futsal?" tanya laki-laki yang memakai kaos kuning bergambar ikon kartun yang menunjukkan gambar spons itu. "Ya. Makanya aku kuatir seragam aku ilang. Bahaya! Bisa kena hukuman dari pelatih kalo sampai seragamnya hilang ga jelas. Makanya mereka berdua itu sangat kurang ajar." Nalaya sangat bersemangat dengan seragam futsal kebanggaannya itu. Dua orang penjambret yang mendengarnya langsung menyesal dan merasa bodoh dalam satu waktu. Mereka salah sasaran dan sekarang harus menanggung risiko dilaporkan pihak berwajib. Belum lagi motornya digembok oleh gadis yang kini sedang membawa tas dengan tangan kiri. Luar biasa sekali, dua penjambret profesional itu bisa dikelabuhi oleh gadis yang wajahnya sangat polos. "Mbak, kunci gemboknya bisa dikasih?" tanya salah satu penjambret itu saat Nalaya melewatinya karena hendak pulang. "Ga ada kuncinya, Bang. Orang itu gembok aku boleh nemu pas berangkat latihan tadi. Berdoa saja semoga polisi cepat datang," kata Nalaya dengan santai dan menyunggingkan senyum yang menakutkan saat ini. Semua orang terpana saat melihat tingkah Nalaya. Penjambret itu pasti kehilangan kewibawaannya saat ini. Harga dirinya dijatuhkan oleh Nalaya dengan mudahnya. Astaga, tidak menyangka jika otak Nalaya memang cerdas. Sementara itu, Tobi merasa punggung dan bagian belakang tubuhnya sakit semua. Bantingan Nalaya luar biasa keras. Entah sejak kapan, mantan kekasih yang dirahasiakan dari siapa pun itu mempelajari ilmu bela diri. Saat kuliah, Nalaya adalah gadis yang biasa saja. "Mas, mau ke rumah sakit?" tanya asisten Tobi yang kebetulan berada di apartemen milik laki-laki menyebalkan itu. "Ga usah. Pasti harus cuti kerja dan harus rawat inap. Aku ga mau pekerjaan terhambat semua. Semua ini gara-gara wanita sialan itu! Dia ga tahu sedang berhadapan dengan siapa rupanya. Gandhi, coba kamu buat jadwal pertemuan dengan Kedai Kopi Sejuta Kenangan. Kita meeting untuk aturan dalam kerjasama ini." Tobi meringis kesakitan sambil meminta tolong agar seluruh punggungnya di tempeli koyo. "Ba-baik, Pak," kata Gandhi yang sudah lama menjadi asisten Tobi ini. Gandhi tidak tahu bagaimana kejadian detailnya. Ia datang saat Tobi sedang berusaha bangun dan sedang merangkak di trotoar. Seperti bayi yang sedang merangkak sore itu. Tobi juga kesulitan untuk berdiri saat itu. "Buruan! Jangan malah bengong!" Untuk bersuara keras seperti saat ini, Tobi harus menahan rasa sakit yang luar biasa pada tubuhnya. "I-iya, Pak. Pak, kalo boleh saya tahu, Bapak itu berkelahi sama siapa? Kok pas saya datang ga lihat ada lawannya. Saya kemarin lihat film tentang siluman kura-kura, cara merangkaknya sama persis dengan cara Bapak merangkak kemarin," kata Ghani dengan wajah polosnya. Tobi tidak tahu harus merespons bagaimana ucapan aistennya itu. Ia tidak menyangka jika otak Ghani ternyata out of the box; jauh sekali cara membayangkannya. Luar biasa! "Entahlah. Dia seorang wanita yang mendadak kuat saat emosi." Tobi hanya pasrah saat dituduh sebagai siluman kura-kura. "Oh, dia emang ada masalah apa? Masa Bapak ga ada lawan dia? Paling tidak dibanting gantian gitu," kata Ghani dan membuat Tobi kesal. "Sudah jangan bahas dia. Kamu atur jadwal rapat saja besok pagi pukul sembilan. Jangan ngelantur bahas yang lain," kata Tobi yang saat ini sudah berhasil tidur dengan telentang. Ghani pun patuh dan mengirimkan pesan pada Antonio untuk membuat jadwal. Menejer kedai kopi itu membalas dengan cepat dan akan mempersiapkan semua keperluan. Antonio memang sangat menginginkan kerja sama itu. Sebab, kedai kopi akan jauh lebih maju jika bisa menerima orderan secara online. Senin yang indah datang dengan cepat. Pukul tujuh pagi, Nalaya sudah datang di kedai dan sedang mempersiapkan gelas dan cup kopi. Antonio tampak mendekati gadis cantik itu. Nalaya menyadari jika ada gelagat aneh dari sang menejer. "Ada apa? Aku lagi ga mood buat bercanda. Aku harus fokus kerja." Nalaya langsung memberikan ultimatum pada Antonio yang saat ini langsung diam. "Na, nanti ada rapat. Kita semua, eh, aku sama kamu, ya, yang datang?" tanya Antonio penuh harap. "Ada Bita dan Raisa. Ajak mereka saja. Aku sore ada tanding futsal. Jangan ganggu konsentrasi aku." Nalaya enggan menerima tugas itu. "Na, cuma kamu yang bisa diajak bicara dengan cepat dan melobi pihak Gaara," kata Antonio dengan wajah memelas. Mendengar nama itu disebut, mendadak Nalaya menjadi sangat bersemangat. Ia ingin bertemu dengan Tobi. Melihat keadaannya separah apa bantingannya kemarin. Semoga saja ada tulang yang patah atau semacamnya. "Oke. Aku ikut, Pak. Jam berapa?" tanya Nalaya yang mendadak bersemangat saat ini. "Tadi aja ga mau. Sekarang semangat banget. Ada maksud lain pasti ini," tuduh Antonio yang memang benar adanya. "Ya, kalo ga mau aku juga ga masalah. Aku bisa di kedai aja. Ga perlu capek ke gedung perkantoran mereka. Mana jalan macet banget," kata Nalaya sambil melirik ke arah Antonio yang saat ini tampak terkejut. "Sudahlah. Biar aku cari Tarno dulu buat antar kita ke Gaara Grup." Antonio tidak mau jika Nalaya berubah pikiran secara mendadak. Mereka bertiga berangkat menuju ke kantor Gaara Grup. Di jalan raya macet karena ada demonstrasi mahasiswa. Entah apa yang mereka tuntut pada pemerintah. Kadang, mereka semua tidak berpikir jika aktivitas mereka juga mengganggu pengguna jalan lainnya. "Aku akan hubungi Pak Tobi dulu jika kali ini kita datang terlambat karena ada demo." Antonio mengambil ponsel dari dalam tas kecil miliknya. "Ga usah, Pak. Dia akan mengira kita banyak alasan. Terlambat, ya, terlambat aja. Jangan pernah membuat alasan apa pun saat kita akan meeting. Pikiran lawan tidak seperti ekspetasi mereka." Ucapan Nalaya membuat Antonio menghentikan jari-jemarinya yang sedang mengetik pesan untuk Gandhi. Mereka sampai di kantor Gaara saat pukul 09.10 WIB, tidak terlambat lama dan seharusnya bisa dimaklumi karena ada demonstrasi besar-besaran pagi ini. Rupanya itu semua dianggap sebuah ketidakdisiplinan oleh Tobi. Laki-laki itu sudah duduk di dalam ruang rapat mini. Ia menatap tajam ke arah Antonio dan Nalaya. "Sudah lebih sepuluh menit dari waktu yang sudah kita sepakati sejak awal." Tobi menyindir keras saat Nalaya hendak duduk. "Belum ada yang mempersilakan kamu duduk," lanjutnya sambil menatap tajam ke arah Nalaya. "Maaf, aku, eh, saya pikir biasanya langsung duduk. Rupanya saya salah. Oh, ya, maafkan keterlambatan kami." Nalaya berbicara dengan nada tegas saat Antonio sudah ketakutan. "Jika sudah seperti ini, lantas bagaimana dengan kelanjutan kerja sama kita? Apakah yakin? Sementara Anda tidak disiplin dalam hal menejemen waktu." Tobi menyerang Nalaya secara personal. Nalaya memejamkan mata sejenak untuk memikirkan kalimat yang tepat untuk membalas Tobi. Laki-laki di depannya jelas sedang balas dendam. Nalaya tahu dengan pasti, Tobi tidak terima dengan kekalahan. Lihat saja, Nalaya akan membalik keadaan dengan cepat. "Kerja sama yang mana?" Kita bahkan belum memulai apa pun." Nalaya mendadak menemukan sebuah ide cemerlang. "Gaara adalah perusahan transportasi online yang baru saja buka. Sudah banyak perusahaan transportasi online yang menjamur. Kedai Kopi Sejuta Kenangan sudah lama berdiri dan ada beberapa tawaran kerja sama dari mereka. Kami hanya tinggal memilih saja," lanjut Nalaya yang saat ini lengannya di senggol oleh Antonio. Tobi tertegun mendengar ucapan mantan kekasihnya itu. Nalaya benar-benar sudah berubah. Bukan lagi wanita lemah yang mudah diremehkan. Nalaya seperti seorang pebisnis handal padahal hanya pelayan kedai. Tidak hanya itu, wanita yang kini berdiri di depan Tobi itu tampak sangat tenang. "Bagaimana?" tanya Nalaya dan sukses membuyarkan lamunan Tobi saat ini. Tobi salah jika mencari masalah dengan Nalaya. Jujur ia tidak tahu siapa sebenarnya Nalaya. Seorang putri konglomerat yang sedang menyamar. Andai Tobi tahu, pasti akan sangat malu. "Baiklah. Kita bicara. Saya tidak mau berdebat dengan seorang wanita. Wanita selalu benar," kata Tobi sambil tersenyum dengan sinis. "Kita fair saja. Sekiranya saya salah, maka ingatkanlah. Anda pebisnis, tapi childish!" Nalaya menganggap Tobi sangat kekanakan saat ini. Tobi mengembuskan napas dengan kasar. Mau tidak mau, ia akhirnya melakukan rapat. Ucapan Nalaya sangat mempengaruhi otaknya. Gadis itu kini sudah sangat berubah. "Sesuai kesepakatan, kita akan mulai kerja sama mulai bulan depan. Pembagian keuntungan adalah sama. 50:50 agar adil dan tidak terdapat kecurangan apa pun." Tobi sengaja melakukan trik bisnis itu untuk melihat ke depannya. "Oke, saya terima," kata Antonio dengan cepat. Pembagian keuntungan itu sangat adil jika dibandingkan dengan perusahaan transportasi lainnya. Rasanya tidak ada salahnya jika mencoba. Meski demikian tetap saja harus lapor kepada pimpinan atau pemilik kedai kopi itu. Meski sang pemilik sudah mempercayakan sepenuhnya pada Antonio. "Oh, ya, Pak Tobi, saya harua melaporkan kerja sama ini dengan pimpinan utama. Selebihnya saya akan berkabar dengan Bapak. Terima kasih atas kerja samanya," kata Antonio dengan sopan. Tobi hanya mengangguk sebagai jawaban. Tobi yang masih kesal pada Nalaya ingin membalas gadis itu. Diam-diam ia memikirkan sebuah ide. Tobi yakin Nalaya akan diam seketika. "Oh, ya, Nalaya, kamu memang sangat cocok sebagai pelayan. Sangat menjiwai peran dan pekerjaan kamu ini." Seharusnya saat mendengar ucapan ini, Nalaya akan menangis, tetapi tidak sama sekali. "Saya masih bisa bekerja sendiri. Lihat dirimu. Bisa apa jika tidak bekerja di perusahaan milik keluargamu!" Balasan telak itu keluar begitu saja dari mulut Nalaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN