9. Salah Sasaran

1582 Kata
Daffa tersenyum lebar saat melihat Nalaya melotot dan membuang mukanya. Ia menduga jika gadis unik itu salah tingkah. Salah besar! Jangankan salah tingkah, Nalaya justru ingin mencakar wajah Daffa yang sok kecakepan itu. "Kamu salah tingkah?" tanya Daffa yang saat ini merasa menjadi pusat perhatian banyak gadis muda. "Salah tingkah dalam rangka apa? Ga ada parade salah tingkah atau pun lomba salah tingkah. Lantas mengapa aku harus salah tingkah? Ada hadiahnya kalo aku salah tingkah?" Nalaya kali ini sangat emosi pada Daffa. Pelayan yang tadi mengurus masalah Nalaya kini bingung. Dua pelanggannya seolah sedang bersitegang. Tidak tahu ada masalah apa yang terjadi. Sepertinya hubungan mereka tidak baik. "Saudara Nalaya Dewi. Ini bisa mendapatkan ganti ponsel baru. Tapi, Anda harus menunggunya satu bulan. Bagaimana?" tanya pelayan laki-laki tadi menyela pertengkaran mereka berdua. "Emang harus banget sebulan, ya? Ga bisa gitu seminggu?" tanya Nalaya dan langsung mendapatkan gelengan kepala dari sang pelayan. "Sudah prosedurnya seperti itu, Kak," kata pelayan itu dengan ramah sambil menyunggingkan senyum terbaiknya. "Baiklah. Tak masalah." Nalaya memutuskan hal itu dengan cepat. Nalaya pun diminta mengisi beberapa formulir sebagai persyaratan. Gadis cantik itu tampak sangat fokus saat mengisi. Diam-diam, Daffa menyalin nomor ponsel milik Nalaya. Bodoh memang, karena Nalaya menuliskan nomor milik Antonio sebagai penjamin. Rasakan! "Sudah." Nalaya menyerahkan formulir itu pada pelayan tadi. Daffa tersenyum penuh kemenangan. Ia merasa bisa kapan saja menghubungi gadis yang membuatnya jatuh hati. Salah sasaran, Nalaya bukan seperti gadis yang biasa dikencani oleh Daffa. Hanya satu atau dua minggu saja Daffa sukses mempermainkan hati para gadis itu. "Makasih, Kak. Mohon ditunggu, ya. Kami akan menghubungi Anda bila mana ponsel dengan seri yang sama sudah datang. Ponsel Kakak, kami simpan sebagai barang bukti," kata pelayan itu dengan ramah. Nalaya pun mengangguk sebagai jawaban lalu meninggalkan toko ponsel itu. Tentu saja Daffa mengekorinya dengan cepat karena tidak mau kehilangan kesempatan. Mungkin ajakan makan malam mendadak bisa meluluhkan hati Nalaya. Begitulah yang ada di otak Daffa saat ini. "Gimana kalo kita makan malam bareng? Mumpun belum terlalu malam dan pasti banyak pilihan menu makanan." Daffa mengajak berbicara Nalaya, tetapi gadis itu cuek. "Aku ngomong sama kamu, loh," lanjutnya sambil berusaha meminjam kesabaran dari orang yang berlalu lalang itu. "Oh, kirain lagi latihan drama. Sori, aku ga lapar. Aku biasa makan malam di rumah saja," jawab Nalaya dengan tegas. Nalaya lantas berjalan cepat agar Daffa tidak lagi menguntitnya. Laki-laki buaya air comberan itu tentu saja tidak mau kalah cepat saat berjalan. Ia mensejajarkan langkah dengan gadis yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Daffa mencari cara agar bisa makan malam bersama Nalaya. "Bagaimana jika aku makan malam di rumahmu?" tanya Daffa dengan wajah penuh harap. "Pak Polisi yang terhormat, Anda 'kan punya gaji. Masa iya numpang makan malam di rumah orang lain. Ga malu sama profesi?" Ucapan Nalaya membuat Daffa kena mental seketika. Ucapan Nalaya sangat pedas dan membuka profesinya. Daffa tentu saja mati kutu karena banyak orang yang menatap ke arahnya. Nalaya sangat puas dengan apa yang dilakukannya. Lantas, ia segera meninggalkan Daffa yang saat ini wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Ponsel Nalaya bergetar terus-menerus. Ternyata banyak panggilandan pesan yang mssuk. Angga, sang pelatih yang menghubunginya. Entah ada apa dengan orang itu. Pasti ada sesuatu yang penting. Nalaya pun menghubungi balik Angga tanpa membaca pesan yang masuk. Posisinya saat ini sangat sulit karena berada di keramaian. Ia mencari tempat yang sedikit sepi. Angga tampaknya sedang marah saat ini. "Halo! Dari mana saja kamu? Ponsel mati dan sulit dihubungi dari siang. Besok pagi latihan. Kamu sudah baca pesan di grup belum? Ada lagi, hari Senin malam kita tanding sama Bhayangkara." Nalaya menjauhkan ponsel dari telinga. Angga sudah sama persis dengan emak-emak yang memarahi anaknya. Ia tidak pandang bulu pada anak buahnya. Salah tetaplah salah. Nalaya kini mendekatkan kembali ponselnya di telinga. "Aku habis apes. Ponsel aku hancur. Ini lagi klaim garansi dan ini baru banget selesai. Aku dah sempat baca pesan kok." "Kamu bisa, ya, santai banget gitu." "Bisa dong. Ngapain panik? Masih besok pagi juga 'kan latihannya. Mending saat ini buat istirahat. Pak Angga mending sekarang minum s**u putih lalu tidur. Siapa tahu besok dah ga bangun lagi." Nalaya langsung memutus panggilan itu secara sepihak. Ia bisa membayangkan bagaimana wajah pelatihnya saat ini. Wajah itu pasti memerah karena menahan amarah. Nalaya langsung keluar dari mal ini dan mencari angkutan umum. Daffa merasa kehilangan jejak Nalaya. Ia harus menanggung rasa malu karena pandangan dan gunjingan dari beberapa pengunjung mal. Bukan salah Nalaya, tetapi salah sendiri. Profesinya saja yang mentereng, tetapi tidak modal sama sekali. Sesampainya di rumah, Nalaya langsung menghempaskan tubuhnya di kasur yang empuk. Pinggang serasa mau copot karena saking lelahnya. Pengalaman pertama berurusan dengan penjahat selain Tobi dan geng-nya dulu saat di kampus. Mereka selalu saja membuat onar dan mengusik Nalaya dan sahabatnya. Nalaya menghajar mereka dan membuat mereka kapok hingga saat ini. Sementara itu, Daffa sibuk menghubungi nomor yang tadi disalinnya. Tidak diangkat sama sekali. Hingga ia memutuskan untuk mengirimkan pesan mesra pada pemilik nomor. Astaga! Daffa : "Sayang, kalo kamu kaya gini, aku bakalan ke Kedai Kopi Sejuta Kenangan setiap hari. Aku merindukan kamu." Pesan itu langsung dikirimkan tanpa berpikir dua kali. Satu hal ceroboh yang dilakukan oleh Daffa. Lihat saja akibat dari perbuatannya besok. Pasti akan sangat menggemparkan banyak orang. Daffa dengan sabar menunggu balasan pesan dari Nalaya. Ia tidak tahu jika itu bukan nomor gadis yang membuatnya jatuh hati. Gadis langka yang membuatnya mendadak mati kutu itu. Ucapan Nalaya tidak bisa dibantah sama sekali. Hingga tiga jam menunggu balasan pesan, ternyata nihil. Hanya dibaca saja. Daffa masih bersyukur pesan itu dibaca oleh pemilik nomor ponsel yang dikira adalah Nalaya. Besok Minggu atau Senin barulah datang ke kedai tempat Nalaya bekerja. Daffa akhirnya kembali mengirimkan pesan pada nomor yang sama. Daffa : "Senin aku datang. Kita bisa ketemu dan bicara banyak hal." Pesan itu sudah dikirim dan kembali hanya dibaca saja oleh si pemilik nomor. Daffa mendesah panjang dan membuat beberapa pengunjung mal menoleh ke arahnya. Daffa lantas berdiri dan segera meninggalkan mal ini. Pengalaman luar biasa baru saja terjadi hari ini. Pagi ini, Nalaya harus ke lapangan futsal untuk latihan. Ia tampak santai dengan jersey kebanggan tim. Nalaya menggunakan legging panjang untuk dalaman celana pendeknya itu. Ia teringat nasihat Ifa, paha itu masuk dalam aurat. Andai belum berhijab, lebih baik berpakaian yang sopan. "Pagi, Na. Tumben datang cepat dan ga lambat datang?" sindir Angga dengan sarkasme. "Pagi juga, Pak. Bapak juga tumben masih hidup. Padahal semalam udah aku sarankan minum s**u putih agar bisa tidur cepat," kata Nalaya tak mau kalah. Banyak pasang mata yang merasa heran dengan percakapan antara pelatih dan anak didik paling antik itu. Angga memutuskan diam karena jika diteruskan pasti akan menang Nalaya dalam hal saling menjatuhkan. Lima belas menit lagi latihan akan dilaksanakan. Semua sudah siap saat ini. Nalaya dan anggota tim yang lain berlatih dengan sungguh-sungguh saat ini. Meski kadang malas, Nalaya tetap tampil maksimal. Sebagai Anchor atau yang menentukan strategi lawan dan menjaga pertahanan lawan. Permainan Nalaya sangat bagus dan belum ada yang menandingi kecepatan lari gadis manis itu. Kecepatan lari Nalaya diduga karena sebuah kebiasaannya. Kebiasaan lari dari masalah. Begitulah semua anggota tim dan pelatih model buaya kelaparan menduga. Andai Nalaya dengar tentang hal itu, jangan harap mereka akan selamat. "Permainan kamu semakin bagus. Besok pukul tujuh, kita ada tanding dengan Bhayangkara, ya. Ingat jangan lupa kalian." Angga memberikan nasihatnya layaknya orang tua pada anaknya. "Khusus Nalaya, tolong jaga permainan kamu, jangan kaya preman tanah kuburan," lanjutnya tanpa peduli jika anak didiknya mengamuk sebentar lagi. Suara tawa menggema di seluruh lapangan. Sedikit lucu dan menambah semangat bagi Nalaya. Lihat saja, ia akan bermain totalitas. Lawannya akan dibuat kebingungan. "Tenang, paling ada yang koma kalo lawan berani main kasar," jawab Nalaya sambil meletakkan botol minum di dalam tas. Astaga! Entah sebuah ancaman atau semacamnya untuk lawan tim Nalaya ini. Mereka harus berhati-hati saat melawan tim ini. Ada Nalaya yang sangat tangguh dan tidak bisa diprediksi permainannya. Mendadak Nalaya ingat tentang hadiah. "Pak Angga, besok ada hadiahnya atau tidak. Kalo main cuma-cuma, aku jadi cadangan aja. Percuma main bagus tapi ga ada hadiah," kata Nalaya mencoba memprovokasi teman yang lainnya. "Ada beberapa sponsor dari bank, rokok, dan beberapa makanan dan minuman. Kamu tenang saja." Pak Angga tampak bersemangat saat ini. "Okelah. Aku akan main dengan baik. Lihat saja besok dan tunggu permainan aku." Nalaya kini beranjak dari duduknya dan bersiap untuk pulang. Semua tim juga sudah bersiap untuk pulang. Satu per satu dari mereka meninggalkan lapangan. Nalaya berjalan seorang diri menuju ke halte bus. Ia tidak berpikir panjang jika ada orang yang akan berniat jahat padanya. "Oh, mau jambret tas aku?" tanya Nalaya pada dua pengemudi sepeda motor. Mereka langsung turun dan menghampiri Nalaya. Nalaya spontanitas melemparkan tas berisi baju yang bau keringat itu ke tempat yang jauh. Mereka dengan bodohnya mengejar dan meninggalkan sepeda motornya. Nalaya langsung berlari ke arah sepeda motor yang sudah dicabut kuncinya. "Selesai!" Nalaya menggembok ban sepeda motor mereka. Kunci dari gembok itu sudah bisa dipastikan tidak jelas di mana rimbanya. Nalaya menemukan gembok itu saat berangkat latihan tadi pagi. Nalaya tersenyum penuh kemenangan saat ini. Ia merasa menang dan pandai dalam satu waktu. "Gimana? Mau aku teriakin jambret atau kalian lari aja?" tanya Nalaya dengan nada menghina. Penjambret itu langsung menyerang Nalaya. Nalaya langsung menendang salah satu penjambret itu tepat pada dadanya. Sontak orang itu langsung terpental ke aspal. Satu penjambret tidak bisa lagi kabur saat ini. "Ada apa ini?" tanya seseorang yang kebetulan lewat. "Mereka mau menjambret tas milikku," jawab Nalaya dengan wajah memelas dan memancing banyak orang untuk mendekat.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN