18. Nalaya Kembali Sakit

2055 Kata
Tobi memang sangat ceroboh. Ia lupa mengganti kode masuk apartemennya. Mau diganti apa? Yang dipakai adalah tanggal lahir Nalaya. "Ada keperluan apa datang?" Tobi menatap tajam ke arah Rasti yang sengaja berjalan untuk memamerkan keseksian tubuhnya. Tobi memegang bahu Rasti dan memastikan gadis yang pernah dikencaninya itu jaga jarak. Ia risih dengan cara berbusana Rasti yang dinilai kurang layak. Pertemuan dengan Nalaya mengubah isi otak Tobi dengan cepat. Cantik tidak perlu berpakaian minim. "Ayolah! Kita akan bersenang-senang seperti biasanya. Atau aku akan bongkar video m***m kita. Tuan Reza pasti berminat," kata Rasti sambil mengancam Tobi. "Bongkar saja. Silakan. Aku sama sekali tidak takut dengan ancamanmu. Lihat saja siapa yang akan menang," kata Tobi dengan santai karena sudah memastikan jika video itu terhapus. "A-apa maksud kamu?" tanya Rasti yang kini sangat gugup di depan Tobi. "Loh? Kamu bilang mau viralkan video itu 'kan? Sekarang saja, mana tahu Papaku melihatnya," kata Tobi dengan nada menghina Rasti yang kini wajahnya tampak pias. Rasti terdiam seketika saat ini. Ia tidak berani beradu argumen dengan Tobi. Laki-laki di depannya itu sedang tidak main-main saat ini. Lebih baik segera meninggalkan apartemen ini daripada mendapatkan amukan dari Tobi. "Aku hanya ingin bersenang-senang seperti dulu. Baiklah aku akan pergi." Rasti membalik badan dengan cepat. "Oh, ya, Tobi Syailendra, aku tidak akan pernah bosan mengusikmu," kata Rasti sambil tersenyum licik pada Tobi. "Silakan saja jika mampu. Jangan memaksakan diri dengan mendekatiku. Kamu pasti tahu dengan semua risiko yang harus kamu tanggung." Tobi tidak gentar dengan ancaman Rasti. "Kita akan lihat seberapa tangguh kamu. Aku tahu, kamu menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Oh, ya, video itu salah satu ulahmu menjebakku bukan? Lucu! Aku juga tahu, kamu seorang pemakai juga pengedar. Jadi, bersiaplah untuk hari indahmu di penjara besok pagi," kata Tobi sambil tertawa mengejek pada Rasti. Wajah Rasti seketika menegang parah. Ia tidak menyangka jika Tobi tahu banyak hal tentang sepak terjangnya. Bahaya, Tobi pasti tidak akan main-main. Semua orang tahu siapa Tobi itu. Rasti akhirnya meninggalkan apartemen Tobi. Setelah gadis nakal itu pergi, gegas Tobi mengganti kode masuk apartemennya. Kali ini ia mengganti dengan tanggal saat ia menyatakan perasaannya pada Nalaya. Semua tentang Nalaya membuat anak sulung Reza itu tersenyum bahagia. Tobi segera membersihkan diri dan setelahnya memesan segelas kopi dari aplikasi delevery order. Pilihan jatuh pada Kedai Kopi Sejuta Kenangan. Kedai itu mempertemukan lagi Tobi dengan Nalaya meski dengan cara yang aneh. Sambil menunggu pesanannya datang, Tobi menghubungi Antonio. "Selamat siang menjelang sore Pak Antonio. Maaf, saya menghubungi Anda saat ini. Saya memerlukan alamat Nalaya Dewi." "Oh, tidak masalah. Alamat rumah kontrakan Nalaya ada di Jalan Cemara nomor tiga belas. Blok D dekat dengan warung makan." "Wah ... terima kasih banyak, Pak Antonio. Saya kebetulan ada perlu dengan Nala." "Bapak kenal Nala?" "Tidak begitu, hanya saja dia bisa dijadikan brand ambasador untuk promosi kedai dan kerja sama kita. Dia orang yang cantik, bersemangat, dan mudah bergaul dengan siapa saja." Tobi tersenyum saat mengatakan hal itu. Wajah Nalaya mendadak seolah ada di depannya. Ternyata d**a ini masih berdebar ketika membahas segala hal tentang Nalaya. Astaga! "Tapi, Pak, dia itu galak. Suka berkelahi. Tidak bisa diatur sama sekali." "Hahaha ... biarkan saja. Oke, saya tutup dulu panggilannya. Sepertinya kopi pesanan saya sudah tiba." "Baiklah. Terima kasih." Tobi menutup panggilan telepon itu secara sepihak. Ia tidak sabar ingin mencari alamat Nalaya. Entahlah, mengapa hatinya sangat ingin menemui gadis itu. Meski nanti saat bertemu sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi. "Permisi, antar kopi!" Suara bariton sangat keras membuyarkan lamunan Tobi saat ini. Tobi segera membukakan pintu apartemennya dan membayar kopi itu. Hatinya yang saat ini sedang berbunga-bunga membuat laki-laki tampan itu memberikan tips lebih banyak dari biasanya. Tentu saja kurir yang mengantarkan kopi sangat bahagia. Setelah mengucapkan terima kasih, Tobi pun segera menutup pintu. Ia meletakkan kopi pesanannya itu lalu mengambil kunci motornya. 'Jalan Cemara nomor tiga belas! Lihat saja, aku akan bikin kejutan buat kamu.' Tobi menyunggingkan senyum setelah bermonolog di dalam hatinya. Tobi mengambil kopi yang belum dicicipinya itu. Nanti ia akan meminumnya saat berada di dalam mobil. Tobi memikirkan satu hal untuk memberikan Nalaya oleh-oleh. Sekadar buah tangan agar bisa berbincang dengan mantan pacar dua minggunya itu. Kali ini rupanya Tobi tidak perlu merasakan kemacetan di jalan raya. Dua puluh menit sudah sampai di depan gang masuk kontrakan Nalaya. Saat ini, Tobi bingung untuk memarkirkan mobilnya. Terpaksa, ia harus menumpang parkir pada salah satu supermarket berlogo lebah kuning besar itu. "Mas, aku parkir di sini, ya. Ga bisa masuk gang itu." Tobi menunjuk ke arah gang menuju kontrakan milik Nalaya. "Santai, Bro, aman. Biasanya juga kalo mau masuk ke gang itu pada parkir di sini. Itung-itung nambah penghasilan gue," jawab tukang parkir yang sepertinya usianya tak jauh beda dengan Tobi. Tobi mengambil uang pecahan seratus ribu dari dalam dompetnya. Hitung-hitung sedekah kepada tukang parkir itu. Mendapatkan uang senilai seratus ribu rupiah itu sontak membuat tukang parkir itu bahagia. Rezeki yang mendadak datang. "Makasih banyak, Bro. Gue jagain mobil lo dengan benar. Mau ke rumah siapa?" tanya tukang parkir dengan sangat penasaran. "Ke rumah Nalaya. Kenal?" tanya Tobi sambil tersenyum lebar kepada tukang parkir itu. "Oh, Mbak Nala? Kenal, dia baik orangnya. Tapi, galak kalo ada yang berani dekat-dekat. Ada kali cowok selusin yang ditolaknya mentah-mentah. Ada yang setiap saat datang, tapi mereka baik-baik saja tidak ada bekas luka karena ditonjok atau semacamnya. Hati-hati, jago ilmu bela diri," kata tukang parkir itu dan membuat Tobi berpikir sejenak. Mungkinkah Nalaya sudah memiliki kekasih? Siapa laki-laki yang nasibnya sial itu? Astaga! Mendadak Tobi merasa tidak nyaman dan tidak rela jika Nalaya mempunyai kekasih. "Apa dia pacar Nalaya?" tanya Tobi dengan hati-hati dan sangat ingin tahu. "Kurang tahu. Tapi, yang aku lihat mereka selalu mengobrol dan tertawa bersama. Tadi juga baru dari rumah Mbak Nala. Tapi, wajahnya kaya ditekuk gitu. Bertengkar kali mereka berdua. Wajar, sih, pacaran pasti ada bertengkarnya," kata tukang parkir itu dengan gaya sok tahunya. Ada rasa tidak enak dalam hati Tobi saat mendengar cerita tentang kedekatan Nalaya dengan laki-laki lain. Cemburu? Tidak tahu, mereka hanya pernah menjalani hubungan selama dua minggu. Belum sempat merasakan manisnya berpacaran dan harus berpisah. Anggap saja masa pendekatan yang gagal. "Eh, itu Mbak Nalaya. Kok kaya lagi nahan sakit gitu," kata tukang parkir sambil menunjuk ke arah Nalaya yang baru saja keluar dari gang. Sontak Tobi langsung menoleh ke arah yang ditunjuk oleh tukang parkir itu. Benar saja, Nalaya berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan. Kakinya mungkin saja sakit. Tobi baru kali ini melihat mantan kekasihnya tampak sangat lemah. "Mbak Nala! Ada yang cari!" Tukang parkir itu melambaikan tangan dan membuat Nalaya menoleh ke arah sumber suara. Nalaya memicingkan mata dan memastikan jika itu bukan Tobi. Sial! Faktanya laki-laki itu adalah Tobi. Laki-laki yang sangat menyebalkan. Nalaya berpikir harus segera mendapatkan taksi online ataupun ojek online saat ini. "Mbak Nala! Mau kemana?" tanya tukang parkir yang saat ini sudah mendekat ke arah Nalaya diikuti oleh Tobi. "A-aku mau ke rumah sakit. Kakiku sakit lagi," kata Nalaya sambil meringis menahan rasa sakit. "Ya, Allah, Mbak Nala. Itu bengkak gede banget. Jatuh lagi?" tanya tukang parkir yang saat ini khawatir dengan keadaan Nalaya. "Aku ga jatuh, tapi maksa jalan." Nalaya berkata dengan jujur saat ini. Rasa sakit itu rupanya menjalar ke pangkal paha kiri Nalaya. Gadis itu meringis menahan rasa sakit. Sesekali mata indah Nalaya melihat ke arah layar ponselnya. Tidak ada ojek atau taksi online saat ini. "Ayo aku antar ke rumah sakit. Kaki kamu harus segera ditangani. Takutnya ada infeksi atau retakan susulan." Nalaya menatap sengit ke arah Tobi. "Aku hanya menawarkan bantuan. Itu juga kalo kamu mau. Kalo tidak, ya, sudah. Aku pulang," kata Tobi dengan santai dan tampak baik-baik saja. "Lah? Katanya Mas, tadi mau ke rumah Mbak Nala. Nah, ini Mbak Nala udah ada. Masa iya mau pulang?" tanya tukang parkir dan sukses membuat Nalaya kembali menoleh dan menatap ke arah Tobi. Tobi kali ini berdeham untuk menetralkan rasa gugupnya. Nalaya menatap dengan tatapan ingin jawaban. Apa yang harus dijawab? Tobi bahkan tidak tahu tujuan datang ke rumah Nalaya saat ini. "Mbak Nala mending diantar aja sama Mas ini. Ngeri juga kalo ada apa-apa sama kaki Mbak. Udah deh, sesekali jangan menolak bantuan dari orang lain." Tukang parkir itu ceramah akbar dan membuat Nalaya bingung. Nalaya sudah tidak bisa lagi menahan rasa sakit pada kakinya. Keringat dingin pun mulai membasahi dahi. Tobi panik saat melihat wajah Nalaya pucat. Pasti kaki kiri itu sangat sakit. "Aku putar balik mobil dulu," kata Tobi tanpa menunggu persetujuan dari Nalaya. Gegas Tobi menyeberang jalan dan mengambil mobilnya. Ia sangat panik saat ini. Hanya saja sosok tampan itu sengaja menyembunyikan kepanikannya itu. Tobi tidak mau Nalaya mengetahuinya. "Ayo buruan masuk!" Tobi berteriak dari dalam mobil. "Keburu macet nanti!" teriak Tobi lagi dan membuat Nalaya kesal. Bukannya membantu Nalaya berjalan, Tobi justru seolah tidak peduli. Nalaya dengan susah payah berjalan tertatih menuju ke arah mobil Tobi. Ia sengaja duduk di depan samping kursi kemudi. Nalaya sadar diri tidak membuat Tobi seperti seorang supir. Setelah memasang sabuk pengaman, Nalaya menyandarkan tubuhnya pada kursi. "Sakit banget?" tanya Tobi sambil memakai kaca mata hitamnya. Pertanyaan atau peryataan itu? Nalaya kesal mendengarnya. Tobi menyadari jika mantan kekasih spesialnya itu sedang kesal. Ia sengaja menunggu respons Nalaya saat ini. "Kenapa? Apa aku terlihat sangat tampan sekarang? Bilang aja terus terang kalo mantan pacar kamu ini sangat tampan sekarang. Tenang saja, aku bisa jaga rahasia tentang pernyataan ketampananku dari kamu kok." Tobi sangat narsis saat ini dan membuat Nalaya berdecih. "Bukan. Hanya aku ingin mengajukan satu pertanyaan," kata Nalaya dan membuat Tobi menoleh lalu tersenyum. Senyum itu dulu sangat membuat d**a Nalaya berdebar. Pun sama dengan saat ini, Nalaya menahan napas beberapa saat. Ia mengembuskan napas dengan perlahan. Semoga saja Tobi tidak menyadari hal itu. "Apa?" tanya Tobi dengan gaya sok cool layaknya oppa-oppa Korea. "Kamu ikut persatuan tukang pijat tuna netra sekarang?" tanya Nalaya dan membuat Tobi mengerem mendadak. "Astaga! Kamu kalo mau kecelakaan tuh sendiri aja! Seenaknya saja mengerem mendadak!" Nalaya mengomel karena masih terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Tobi saat ini. Tobi menaikkan kaca matanya dan membuatnya menjadi bando. Ia menatap tidak percaya pada Nalaya. Gadis di sampingnya itu benar-benar tidak paham definisi tampan rupanya. Seenaknya saja membuat keputusan tentang pemijat tuna netra. "Kamu ga ngerti orang tampan atau gimana?!" Tobi kali ini berubah menjadi galak. "Astaga! Biasa aja! Ga usah ngegas. Kaya lagi ikut acara debat aja!" Nalaya lebih galak daripada Tobi saat ini. "Aku turun sini aja," kata Nalaya bersiap membuka sabuk pengamannya. Tobi langsung mengunci pintu. Ia tahu jika Nalaya marah saat ini. Beberapa kali Tobi mengembuskan napas untuk menenangkan hatinya. Nalaya menatap tidak suka pada Tobi saat ini. "Buka!" Nalaya membentak Tobi saat ini dan berusaha agar bisa membuka paksa pintu mobil mantan kekasihnya itu. "Oke, aku salah. Aku minta maaf, Na," kata Tobi dengan lembut. "Udahlah, aku mau turun di sini aja." Nalaya justru bersikeras ingin turun dari mobil Tobi saat ini. "Kamu jangan marah-marah. Aku lanjut perjalanan, ya? Kita mau ke rumah sakit mana?" tanya Tobi berusaha bertanya dengan nada rendah. Tidak usah menyikapi amarah wanita dengan amarah juga. Pastikan pihak laki-laki tetap sabar dan kalem. Salah satu kunci meredakan amarah macan betina yang sudah di ubun-ubun. Salah satu nasihat itu dipakai Tobi hingga saat ini. "Rumah Sakit Medistra," kata Nalaya dengan ketus dan tidak menatap ke arah Tobi. "Oke, baik. Aku akan mengantar kamu ke sana," kata Tobi yang saat ini kembali fokus untuk menyetir. Lima belas menit kemudian mereka berdua sampai di rumah sakit yang disebutkan oleh Nalaya. Adik dari Diaz itu memberikan kode agar perawat bersikap biasa saja. Nalaya tidak ingin ketahuan identitas sebenarnya. Mereka pun paham dan tak lupa memberikan hormat pada Tobi yang merupakan pasien langganan rumah sakit swasta ini. "Mbak Nalaya ingin diperiksa oleh Dokter siapa?" tanya salah satu perawat itu dengan sopan setelah Nalaya mengisi beberapa berkas adminustrasi sebagai formalitas. "Dokter Akbar. Apakah beliau ada hari ini?" tanya Nalaya sambil menahan rasa sakit yang semakin menjadi pada pergelangan kaki kirinya itu. "Beliau akan tiba di ruang praktik sekitar setengah jam lagi. Apakah Mbak Nalaya bersedia menunggu?" tanya perawat itu dengan sopan. Nalaya mengangguk sebagai jawaban. Tobi akhirnya mendorong kursi roda Nalaya menuju ke depan ruang praktik dokter Akbar. Nalaya merasa cemas saat ini. Banyak pasang mata menatap ke arah mereka berdua saat ini. "Di sini kalian rupanya." Ucapan seseorang itu membuat Nalaya dan Tobi menoleh ke arah sumber suara.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN