Pelukan Pengantar Tidur

1502 Kata
“Itu mimpi atau bukan, ya?” Karena tidak ada yang mengganggunya, hari ini pun Runa bisa tidur nyenyak hingga bangun kesiangan. Sebenarnya lebih pagi dari kemarin karena ini masih jam 9, tapi bagi Runa yang biasanya harus bangun setiap pagi untuk melakukan berbagai pekerjaan rumah sebelum berangkat sekolah saat masih tinggal dengan papanya, bisa bangun jam 9 itu benar-benar terasa luar biasa. Runa ingat jika semalam ia terbangun dari tidurnya karena Aiden yang sudah pulang berbaring bersamanya sambil memeluknya dari belakang. Ia tidak bisa melihat pria itu karena posisinya yang membelakangi Aiden, namun ia bisa merasakan dengan jelas aroma rokok dan alkohol yang tetap tercium begitu maskulin saat bercampur dengan aroma khas tubuh Aiden. Runa ingat Aiden pulang dan mereka sempat berbicara beberapa kata sebelum akhirnya ia jatuh tidur menyusul Aiden yang lebih dulu masuk ke dalam mimpi dengan terus memeluknya. Semuanya terasa begitu nyata, namun saat pagi ini ia bangun sendirian tanpa ada tanda-tanda keberadaan Aiden di sana, Runa jadi tidak yakin apa yang semalam memeluknya itu benar-benar Aiden atau hanya mimpi karena perasaan rindunya pada pria itu yang terlalu besar. “Tapi...” Runa menundukkan kepalanya, mengendus aroma tubuhnya sendiri. “Ini tercium seperti baunya Tuan‒ Oh, Tuan Aiden!” “Bukan, tuh.” Runa langsung kecewa saat melihat bukan Aiden yang masuk ke dalam apartemen tersebut melainkan Felix yang hari ini mengenakan setelan jas mahal berwarna biru tua‒yang ngomong-ngomong pria itu selalu berpakaian mahal dan rapi setiap hari padahal kerjanya hanya mondar-mandir di apartemen sempit Aiden sambil main ponsel atau main dengan kucing hitamnya yang kini sudah mendusal-dusal di kaki kirinya. “Tuan putriku bangun pagi hari ini, uh. Apa tidurmu nyenyak?” Runa hanya mendecakkan lidahnya dengan ekspresi cemberut saat mendapat pertanyaan dengan nada mengejek itu dari Felix. Kesal karena pria itu terus mengejeknya sebagai tuan putri pemalas padahal hari ini ia sudah bangun lebih pagi dari waktu berkunjung Felxi yang tidak ada jadwalnya di mana pria itu akan datang dan pergi sesuka hatinya tanpa peduli apa orang yang dikunjunginya menyukainya atau tidak. “Apa Tuan Aiden sudah pulang?” tanya Runa seraya beranjak dari tempat tidur untuk melihat apa isi kantong plastik hitam yang Felix bawa. “Kenapa tanya padaku? Dia pasti pulang ke sini jika memang pulang. Hanya ini saja rumahnya,” jawab Felix sambil mengeluarkan dua kotak makanan untuk sarapan mereka. Karena semua orang berpikir jika dirinya adalah orang terdekat Aiden, ia jadi tidak punya teman lain sampai saking kesepiannya jadi datang ke sini setiap hari untuk bermain dengan si kucing hitam. Jadi tentu saja ia lebih senang sekarang karena ada Runa di sini yang bisa menjadi temannya. “Aku tidak tahu itu mimpi atau bukan, tapi semalam‒ Tuan Aiden!” Felix menolehkan kepalanya ke arah pintu saat mendengar suara Runa yang berseru seraya bangkit dari duduknya. Aiden melangkah masuk, membuat Felix mendecakkan lidahnya sambil menyendok makanannya. Padahal ia berharap Aiden bisa pergi lebih lama agar dirinya bisa bersantai lebih lama‒meski sebenarnya setiap hari pun ia selalu bersantai meski ada Aiden. “Apa emas batangan yang kita simpan di gedung baru banyak?” Aiden bertanya dengan nada serius sementara Felix yang sudah mulai menikmati sarapannya hanya menjawabnya dengan santai sambil mengunyah. “Sekitar 1 ton. Kenapa? Kau mau menguangkannya sekarang?” “Uhuk!” Runa tersedak setelah mendengar apa yang Felix katakan. Meski dirinya tidak dilibatkan dalam pembicaraan itu, namun mendengar Aiden memiliki simpanan emas 1 ton beratnya membuatnya merasa sangat syok sampai tidak bisa menormalkan ukuran matanya saat melihat Aiden yang sepertinya jauh lebih kaya dari yang bisa ia bayangkan. “Si b******k Victor membuat masalah denganku. Kita harus segera memindahkan semua emasnya hari ini juga lalu saat dia dan anak buahnya datang untuk menjarah emasku besok, aku akan meledakkan gedung itu bersama dirinya.” “Aduh, ini masih pagi tapi kenapa kau sudah membuatku sibuk sekali? Sekarang bagaimana kita bisa memindahkan emas sebanyak itu secara langsung tanpa dicurigai, uh?” keluh Felix yang meski sedang menghadapi serius namun masih bisa terus melanjutkan makannya dengan tenang sementara Runa yang hanya mendengarnya saja sudah sangat panik. Itu emas 1 ton! Runa tidak bisa membayangkan ada berapa banyak emas batangan yang beratnya sampai 1 ton itu. “Cepat habiskan makanmu! Kita tidak punya banyak waktu!” Aiden yang tahu dengan pasti jika Felix tiak akan mau bekerja dengan benar dan akan terus mengomel jika ia menyeret pria itu saat sedang makan memilih untuk memberi waktu bagi pria itu untuk menyelesaikan sarapannya. Ia sudah berbalik, bersiap untuk pergi saat merasakan genggaman di ujung jaketnya yang menahan langkahnya. “Wajahmu terluka lagi,” kata Runa. “Harus diobati.” “Bukan urusanmu!” Aiden kembali melangkahkan kakinya, membuat genggaman Runa pada jaketnya terlepas begitu saja. “Tidak usah pedulikan dia. Kau habiskan saja sarapanmu. Ini, kau boleh menghabiskan telurku.” Felix meletakkan telur rebusnya yang sudah dikupas di atas makanan milik Runa. “Kapan kalian pulang?” “Tidak tahu. Mungkin agak lama,” jawab Felix. Ia lalu mengeluarkan beberapa lembar uang dari dalam dompetnya dan meletakkannya di atas meja. “Belilah makanan jika lapar. Tidak usah menungguku atau Aiden untuk makan. Setelah berkata demikian, Felix pergi menyusul Aiden meninggalkan Runa sendirian di dalam apartemen kecil itu. Gadis itu melihat ke arah pintu yang ditutup setelah Felix melewatinya dan menghela napas panjang saat ingat punggung Aiden yang berjalan melewatinya tadi. “Kenapa dia bersikap dingin begitu padaku padahal semalam tidur sambil memelukku?” Runa bergumam dengan nada menggerutu. “Atau itu memang hanya mimpi? Tuan Aiden... Kenapa juga dia mau tidur sambil memelukku?” *** “Mereka sepertinya tidak akan datang malam ini.” Ini sudah malam. Sudah lewat jam 11 dan Runa sudah berbaring di atas tempat tidur Aiden dengan mengenakan setelan piyaman berwarna kuning yang terlihat sangat cocok dengan kulitnya yang cerah. Gadis itu menunggu Felix dan Aiden kembali sejak tadi dan ia baru makan malam sekitar pukul 9 namun sampai sekarang pun kedua pria itu tidak kunjung kembali. Sambil memandangi langit-langit ruangan, Runa jadi teringat bagaimana dulu ia selalu merasa cemas setiap hari dan jadi sangat ketakutan saat mendengar bunyi pintu rumahnya yang dibuka di malam hari karena papanya pulang setelah menghabiskan malam dengan mabuk-mabukan. Namun kali ini, meski Aiden mungkin akan pulang setelah minum-minum sampai mabuk seperti yang sering dilakukan papanya, Runa tetap menunggu kepulangannya. Ia ingin melihat pria itu karena setelah kehidupan penuh rasa takut yang dilaluinya selama ini di bawah asuhan papa dan mamanya yang membencinya ia akhirnya bisa merasakan bagaimana nyamannya hidup bersama seseorang yang bisa memberinya rasa aman. Bahkan meski orang itu adalah Aiden yang menurut semua orang adalah [ria yang berbahaya, namun Runa tetap senang berada di sisinya karena Aiden yang sudah menyelamatkannya 2 kali dari rumah bordil itu membuatnya tidak perlu mencemaskan apapun lagi jika bersamanya. Cklek! Bunyi pintu yang terbuka mengejutkan Runa dari lamunannya. Gadis itu langsung mendudukkan dirinya, menatap Aiden yang berdiri di ambang pintu dengan tatapanb terkejut padanya. “Aku lupa jika ada orang di sini,” gumam Aiden seraya melepas sepatunya sebelum masuk ke dalam apartemennya. “Minggir sana! Aku mau tidur.” Runa buru-buru beranjak dari atas tempat tidur setelah mendengar Aiden mengusirnya. Aiden melepaskan jaketnya dan membuangnya begitu saja di lantai lalu berbaring di atas tempat tidurnya dengan posisi miring memunggungi Runa yang langsung memungut jaket milik pria itu dan mendekapnya di dadanya. “Langsung mau tidur? Tidak makan dulu?” tawar Runa yang sama sekali tidak dijawab oleh Aiden. Runa menghela napas panjang sebelum menarik ujung-ujung bibirnya membentuk senyuman. Karena meski Aiden mengabaikannya, setidaknya pria itu sudah pulang sekarang dan itu cukup untuk membuat Runa jadi tenang. “Kalau begitu selamat malam.” Runa berkata sambil meletakkan jaket milik Aiden di atas lantai untuk menjadi alas tidurnya. Ia berbaring di atas jaket yang menguarkan aroma khas Aiden yang bercampur dengan aroma rokok dan alkohol yang belakangan ini menjadi aroma favoritnya yang paling bisa membuatnya merasa tenang dengan menghadapkan tubuhnya pada Aiden yang masih memunggunginya. Setelah itu tidak ada yang bersuara lagi. Aiden merasa lelah dan mengantuk, namun kedua matanya sulit sekali untuk terpejam. Ia teringat pada bagaimana semalam ia bisa langsung terlelap setelah berbaring di sebelah Runa dengan memeluk tubuh gadis itu dan itu membuatnya menolehkan kepalanya ke belakang, memeriksa apakah Runa masih terjaga atau sudah tidur. Kedua mata Runa terpejam. Aiden menantikannya selama beberapa saat untuk memastikan jika gadis itu benar-benar sudah tidur. Dan setelah beberapa saat, barulah ia turun dari tempat tidurnya untuk kemudian dengan langkah mengendap-endap menghampiri Runa. Aiden duduk di sebelah gadis itu, sekali lagi memastikan jika Runa sudah benar-benar tidur sebelum membaringkan tubuhnya. Menatap wajah Runa sejenak lalu ikut memejamkan kedua matanya sambil tangannya melingkari pinggang Runa. Dan memeluk Runa benar-benar lebih ampuh dari semua obat tidur yang pernah Aiden konsumsi karena hanya butuh beberapa saat sampai ia benar-benar jadi sangat mengantuk. Dan pria itu sudah hampir tertidur saat bisikan pelan Runa membuat kedua matanya kembali terbuka lebar. “Aku tahu, yang semalam itu juga bukan mimpi. Tuan juga memelukku seperti ini kan kemarin malam?” **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN