“Aku tahu, yang semalam itu juga bukan mimpi. Tuan juga memelukku seperti ini kan kemarin malam?”
Kedua mata Aiden yang langsung terbuka lebar menatap Runa terkejut karena tiba-tiba saja gadis yang saat ini sedang ia peluk karena ia pikir sudah tertidur itu justru bicara padanya. Namun hanya sedetik sampai kemudianAiden memejamkan kedua matanya lagi, membuat Runa menatapnya bingung karena apa yang kemudian pria itu gumamkan dengan kedua matanya yang terpejam.
“Mama... Aku kangen Mama. Aku ingin memeluk Mama.”
Tatapan bingung Runa perlahan memudar digantikan oleh tatapan ibanya. “Tuan pasti sangat merindukannya sampai terbawa mimpi dan menganggapku sebagai mama seperti ini. Aku juga mengerti bagaimana rasanya merindukan mama yang tidak bisa ditemui lagi. Itu sangat menyedihkan, kan?”
Sekarang giliran Aiden yang dibuat bingung saat Runa justru memeluknya sambil menepuk-nepuk lembutnya dengan lembut persis seperti seorang ibu yang ingin menenangkan anaknya.
“Cupcupcup. Mama di sini, Sayang. Jangan sedih lagi, uh. Mama di sini. Tidurlah dengan nyenyak,” bisik Runa sambil terus menepuk-nepuk punggung lebar Aiden yang membuat telapak tangannya jadi terlihat sangat kecil saat beras di atasnya.
Itu terdengar konyol, bahkan Aiden sendiri pun tidak percaya Runa bisa percaya dengan kebohongannya. Itu membuatnya jadi kesal karena Runa mudah sekali dibodohi bahkan untuk hal yang konyol seperti ini.
Namun Aiden tidak bisa marah karena pelukan dan tepukan lembut yang Runa berikan pada punggungnya membuat matanya jadi semakin berat. Membuatnya tidak peduli lagi bagaimana Runa memperlakukannya sebagai bayi saat ini ketika dirinya memutuskan untuk menyerah pada rasa kantuknya dan membiarkan dirinya terlelap dalam dekapan Runa yang masih terus membuainya.
***
Brak!
Runa masih tidur, tapi langsung tersentak bangun hingga langsung terduduk saat mendengar bunyi bantingan pintu. Dengan wajah yang masih terlihat sangat terkejut, ia menoleh ke kanan dan kiri untuk kemudian menghela napas saat menyadari jika bunyi menggelegar itu hanyalah bunyi pintu yang dibanting Aiden.
“Dia itu kenapa, sih? Slelau saja membanting-banting pintu! Pintunya sudah tua begini masih saja dibanting-banting. Dasar mafia tidak beradab!”
Tidak lama setelah Aiden pergi, Felix‒yang sejak tadi menunggu Aiden pergi karena tidak ingin berpapasan dengan atasannya itu‒masuk sambil menggerutu dengan tangan kanannya yang menenteng kantong plastik yang membuat Runa langsung berdiri menghampirinya yang datang bersama kucing hitam yang dengan setia mengekor di belakangnya.
“Ckckck...” Felix geleng-geleng kepala melihat Runa yang menghampirinya dengan tatapannya yang tertuju pada kantong plastik yang kini sudah ia letakkan di atas meja. “Tuan Putri bangun pagi hari ini, uh? Pasti senang sekali karena dibawakan makanan setelah bangun tidur, uh?”
“Tuan Aiden baru saja pergi,” lapor Runa yang duduk bersila di depan meja menatap Felix yang sedang menyiapkan makanan untuknya.
“Aku tahu. Aku tidak akan masuk jika dia belum per‒”
Brak!
“Ah, sial! Harusnya aku masuknya agak nanti saja. Kenapa si b******k ini datang lagi?” gerutu Felix saat bunyi bantingan pintu kembali terdengar. Tidak usah lihat pun ia sudah tahu jika pelakunya adalah bosnya yang temperamen. Namun itu sama sekali tidak menghentikannya untuk mulain menyantap sarapannya.
“Kenapa sahamku harganya bisa jadi anjlok begitu?” tanya Aiden yang membuat Runa menatapnya dengan sebelah alis terangkat sambil menempelkan ujung sendok di bibirnya. Kemarin emas satu ton, sekarang bicara soal saham. Sepertinya Aien memang orang kaya yang benar-benar hidup di dunia yang berbeda dengannya meski mereka tinggal di bawah atap yang sama.
“Ya mana kutahu. Kan bukan aku yang mengendalikannya.” Felix menyahut dengan santai sambil menyantap makanannya, tidak ingin terganggu dengan masalah yang sebenarnya sangat serius sampai membuat alis tebal Aiden yang menukik kelihatan seperti hampir menyatu.
“Cepat habiskan makanmu lalu lakukan sesuatu untuk membuat harganya naik lagi!” perintah Aiden yang membuat Felix menatapnya kesal. “setelah harganya naik, jual semuanya. Aku tidak mau punya saham itu lagi!”
“Kau pikir aku ini siapa bisa menaikkan saham dengan mudah, uh? Lalu kau pikir itu mudah untuk menjual semua sahammu yang jumlahnya hampir 50 milyar itu?”
Itu pembicaraan antara Felix dan Aiden, namun yang kelihatan terkejut justru Runa. Setelah emas 1 ton sekarang saham senilai 50 milyar. Runa tidak tahu sebanyak apa uang 50 milyar itu namun membayangkannya saja sudah membuat mulut kecilnya ternganga tanpa disadarinya.
“Mengurus emasmu, mengurus sahammu. Itu kan milikmu semua, tapi kenapa aku yang selalu repot-repot mengurus semuanya? Jika tidak bisa mengurusnya tidak usah beli emas dan saham! Kau menyusahkanku saja!” gerutu Felix yang hanya bisa membuat Aiden menatapnya tajam, menahan diri untuk tidak terpancing emosinya karena Felix pasti akan senang sekali jika mereka sampai bertengkar sekarang hingga pria itu tidak perlu repot-repot membantunya‒yang ngomong-ngomong itu bukan sekadar membantu karena Felix menggaji dirinya sendiri puluhan hingga ratusan juta sebulan atas pekerjaan yang ia lakukan untuk Aiden.
“Tuan, 50 milyar itu banyak sekali, kan?”
Aiden yang hendak pergi menyusul Felix yang sudah keluar dengan menghentak-hentakkan kakinya itu mengurungkan niatnya untuk pergi setelah mendengar apa yang Runa katakan. Gadis itu menatapnya dengan wajah yang polos sekali dan membuat Aiden jadi ingin menyombongkan dirinya untuk melihat akan seheboh apa rekasi gadis itu.
“Tentu saja banyak sekali. Jika rumah mewah itu harganya 5 milyar, aku bisa beli 10 rumah mewah dengan uangku,” kata Aiden yang membuat Runa membulatkan mulut dan kedua matanya dengan takjub. “Kenapa? Kau mau minta uangku?” tebak Aiden karena biasanya itu yang Felix setiap kali ia membicarakan tentang hartanya pada pria itu.
“Iya.” Runa menganggukkan kepalanya dengan semangat dan itu membuat Aiden mendecakkan lidahnya melihat betapa mudahnya menebak jalan pikiran gadis ini. “Tolong beri aku 10 ribu.”
Kedua alis Aiden spontan terangkat saat permintaan Runa membuatnya bingung. “Sepuluh ribu?” tanyanya yang dijawab dengan anggukan oleh Runa. “Kau hanya ingin minta uang 10 ribu padahal kubilang aku punya 50 milyar?”
“Iya. Sepuluh ribu saja sudah cukup.”
“Untuk apa? Kau ingin beli es krim?”
“Bukan. Aku ingin beli obat merah dan plester luka.”
Sekali lagi Aiden mengangkat kedua alisnya. “Apa kau terluka?” tanyanya yang meski nadanya terdengar biasa saja namun kedua matanya sudah menjelajahi tubuh Runa untuk melihat di mana gadis itu telah membuat dirinya terluka.
“Bukan aku tapi Tuan,” kata Runa. Ia lalu menunjuk wajah Aiden di mana ada beberapa bekas luka yang dibiarkan begitu saja menghiasi wajahnya. “Kalau dibiarkan begitu saja nanti bisa infeksi dan jadi bahaya. Harus diobati supaya cepat sembuh.”
Aiden mengerjapkan kedua matanya. Bagi dirinya yang tidak pernah merasakan perhatian dari seseorang, ia sama sekali tidak menduga akan mendengar yang seperti ini dari Runa.
“Sepuluh ribu saja.” Runa kembali meminta, kali ini dengan wajah memelas karena ia pikir Aiden yang hanya diam saja ini keberatan untuk memberinya uang 10 ribu. “Aku benar-benar hanya akan beli obat merah dan plester luka saja, tidak akan beli es krim atau yang lain. Nanti jika ada sisanya akan kukembalikan padamu.”
“Oi!” Panggilan Felix yang kembali dan berdiri di depan pintu kamar karena Aiden yang tidak kunjung menyusulnya itu menyela pembicaraan Aiden dan Runa. Runa menoleh pada Felix, namun Aiden sama sekali tidak mengalihkan tatapannya dari gadis yang ada di hadapannya itu.
“Kenapa kau masih di sini? Ayo cepat pergi!”
“Apa kau punya 10 ribu?” tanya Aiden yang membuat Runa kembali menatapnya dengan bingung karena pria yang katanya punya saham senilai 50 milyar malah meminta uang 10 ribu pada orang lain.
“Sepuluh ribu apa? Sepuluh ribu dolar?” tanya Felix yang membuat Runa beralih menatapnya dengan kedua mata membulat sementara di dalam kepalanya ia sudah sibuk menghitung berapa kira-kira 10 ribu dolar itu jika ditukar ke mata uang mereka.
“Tidak. Aku hanya butuh 10 ribu untuk beli es krim,” kata Aiden yang berhasil membuat Runa kembali memberikan perhatian padanya. Kelihatannya gadis itu jadi bingung karena Aiden minta uang 10 ribu untuk beli es krim padahal dirinya butuh uang itu untuk beli obat merah dan plester luka.
Dan seolah mengerti kebingungan Runa, sambil menatap kedua mata gadis itu Aiden berkata pada Felix, “Aku tidak butuh obat untuk lukaku. Tapi kurasa aku akan puas jika melihat gadis kecil ini makan es krim. Karena itu, lakukan pekerjaanmu dengan benar sementara aku akan pergi untuk beli es krim dengan gadis ini.”
**To Be Continued**