Pura-pura Tidur

1300 Kata
“Tapi memangnya kau tidak takut pada Aiden?” “Sudah kubilang Tuan Aiden itu orang paling baik yang pernah kutemui. Dia itu baik sekali padaku.” “Bahkan meski kau menganggapnya begitu, Aiden itu tetap laki-laki. Berbeda denganku yang sangat bermartabat ini, dia itu laki-laki rakus yang suka makan apa saja.” Runa yang sedang makan es krim sebagai pencuci mulut setelah makan malam itu menatap Felix bingung. “Apa Tuan juga menganggapku rakus karena aku suka makan apa saja yang Tuan berikan padaku.” “Eii, bukan rakus yang begitu.” Felix menggaruk pelipisnya, bingung bagaimana harus menjelaskan maksudnya pada Runa yang kini sedang menatapnya dengan wajah polos yang tampak bingung itu. Rasanya ia tidak ingin merusak kepolosan Runa dengan apa yang akan ditanyakannya, namun tetap harus melakukannya karena ia mengkhawatirkan keselamatan gadis yang tinggal berdua saja dengan ‘pria pemakan segala’ seperti Aiden. “Kau kan bukan anak kecil. Sudah 18 tahun, kan? Jadi aku tidak akan berdosa jika bicara yang seperti ini padamu.” Ucapan Felix membuat Runa menegakkan duduknya dan dengan serius memusatkan seluruh perhatiannya pada pria itu. Ini pertama kalinya Felix menganggapnya yang sudah berusia 18 tahun ini sudah besar karena biasanya pria itu akan selalu memperlakukannya seperti anak kecil yang tidak berdaya. “Aiden itu laki-laki dan kau ini perempuan. Aiden bisa melakukan apa saja padamu karena hanya ada kalian berdua di sini.” “Tapi Tuan juga laki-laki dan kita selalu bersama di sini setiap hari. Tidak apa-apa, tuh.” “Eii, kenapa malah dibandingkan denganku? Kami tentu saja jauhg berbeda! Aku ini pria bermartabat yang tahu wanita mana untuk dimakan dan yang mana yang untuk dijaga. Kau bertemu dengan Aiden di rumah bordil, kan? Dia bisa saja memakanmu kapan saja jika lapar karena dia itu memang bisa makan apa saja,” kata Felix. “Tapi Tuan Aiden bilang dia akan menjagaku. Dia tidak mungkin macam-macam padaku jika sudah berjanji padaku, kan?” “Dia bilang begitu?” Felix balik bertanya yang dibalas dengan anggukan oleh Runa. “Kenapa orang yang suka merusak sepertinya bisa menjanjikan hal seperti itu padamu?” Runa mengangkat kedua bahunya dan itu membuat Felix menghela napas. Ia kembali menghela napas lebih panjang dari sebelumnya saat melihat penampilan Runa yang setelah tinggal selama beberapa waktu di tempat dengan diberi berbagai macam makanan yang enak dan bergizi serta pakaian-pakaian yang bagus itu jadi terlihat sangat cantik. “Ini, makan yang banyak. Makan lagi yang banyak agar kau cepat gemuk, uh. Aiden tidak suka wanita gemuk, jadi kau makan saja yang gemuk agar dia tidak suka padamu,” kata Felix yang membuat Runa menjerit kesal padanya saat pria itu menjejalkan sepotong roti ke dalam mulutnya. Sebenarnya, Runa tidak pernah memiliki pikiran seburuk itu pada Aiden karena ia sangat yakin jika Aiden tidak mungkin macam-macam padanya sebab pria itu lah yang sudah dua kali menyelamatkannya dari rumah bordil karena tidak ingin dirinya berakhir sebagai wanita penghibur. Bahkan meski Aiden merasa ‘lapar’ pun, Runa yakin jika Aiden akan mencari kepuasannya di luar bukan pada dirinya. Karena pria itu sudah berjanji untuk menjaganya dan ia percaya jika Aiden tidak mungkin akan mengingkari janjinya. Namun setelah apa yang Felix katakan, Runa jadi tidak bisa memikirkan hal tersebut yang berakhir dengan pikiran buruk yang membuatnya khawatir. Aiden beberapa kali tidur sambil memeluknya, sangat sering sampai rasanya hampir setiap malam pria itu tidur di lantai bersamanya dengan memeluknya. Baik dirinya maupun Aiden tidak pernah membahas tentang hal ini saat mereka bangun seolah itu tidak pernah terjadi, namun sekarang Runa jadi penasaran dengan apa sebenarnya yang Aiden pikirkan saat tidur dengan memeluknya. Apakah pria itu memeluknya karena ingin melindunginya? Atau Aiden memeluknya untuk memuaskan kesenangannya sendiri? Apakah Aiden merasa kasihan padanya saat memeluknya atau justru berhasrat padanya hingga memeluknya dengan posesif sepanjang malam? “Tidak, tidak. Tuan Aiden hanya ingin melindungiku. Sepertiku yang tidak pernah berpikiran buruk tentang pelukan itu, Tuan Aiden pasti juga tidak pernah berpikiran yang aneh-aneh.” Runa menggelengkan kepala sambil kembali menyabuni tubuhnya. Runa mencoba menghalau semua pikiran buruknya yang muncul karena pembicaraannya dengan Felix siang tadi, namun berakhir dengan dirinya yang justru jadi banyak melamun di dalam kamar mandi karena memikirkan hal itu. “Tapi... Tuan Felix itu hanya berpikiran terlalu jauh. Tuan Aiden mana mungkin tertarik dengan anak kecil sepertiku? Dia kan hanya suka wanita dewasa yang berpengalaman.” Runa mencoba menenangkan dirinya sambil mengenakan pakaiannya. Tatapannya lalu jatuh pada botol kecil berisi air merica yang Felix berikan padanya sebagai perlindungan diri. “Kenapa juga dia memberiku senjata seperti ini saat Tuan Aiden punya pistol yang jauh lebih berbahaya? Dia itu serius merasa khawatir tidak, sih?” gerutu Runa seraya memasukkan semprotan merica itu ke dalam saku piyamanya. Saat keluar dari kamar mandi, Runa melihat Aiden yang sudah berbaring dengan posisi memunggunginya di atas kasur. Sepertinya ia terlalu asyik melamun di dalam kamar mandi tadi hingga tidak mendengar saat Aiden pulang. “Tuan, kau sudah makan?” tanya Runa namun Aiden tidak menjawabnya. “Sudah tidur?” Masih tidak ada sahutan dan Runa hanya menganggukkan kepalanya berpikir jika Aiden sudah tidur. “Pasti lelah sekali sampai langsung tidur tanpa melepas jaket,” gumam Runa. Namun kemudian gadis itu mengerjapkan kedua matanya saat teringat sesuatu. “Lalu aku tidurnya bagaimana jika tidak ada jaket untuk dijadikan alasku?” Sementara itu, Aiden yang belum tidur merutuk dalam hatinya saat mendengar gumaman Runa. Ia tidak mengerti mengapa dirinya jadi sangat panik dan langsung melompat ke tempat tidur untuk pura-pura tidur saat mendengar bunyi pintu kamar mandi yang terbuka tanpa sempat membuka jaket kulitnya yang selama ini selalu menjadi alas tidur Runa. Membuat jaket yang dipenuhi aroma rokok dan alkohol itu memiliki sedikit aroma manis yang tertinggal dari tubuh Runa. “Dia sudah tidur, kan?” batin Aiden setelah beberapa saat berlalu dan ia tidak mendengar suara apapun lagi di dalam apartemennya itu. Ia memutuskan untuk menunggu beberapa saat lagi, namun karena sudah tidak sabar ia membalikkan tubuhnya untuk menghadap Runa. Di atas lantai yang tidak jauh darinya, Runa berbaring dengan posisi meringkuk membelakanginya. Dan yang membuat Aiden mengerutkan keningnya dengan wajah tidak senang adalah karena ia melihat sebuah jas mewah yang ia yakin milik Felix menjadi selimut gadis itu malam ini. “Apa-apaan ini!” Aiden menghampiri Runa lalu mengambil jas tersebut. Membuang jaket mahal yang dipenuhi aroma parfum mewah itu dari tubuh Runa dengan wajah cemberut kemudian menggantinya dengan jaket miliknya yang beraroma khas alkohol dan rokok. “Kau hanya boleh tidur dengan memakai jaketku. Jangan pakai barang milikorang lain karena akulah orang yang sudah berjanji untuk menjagamu!” Aiden tidak peduli jika saat ini ia sedang mengomeli Runa yang sudah terlelap. Pria itu lalu membaringkan tubuhnya di belakang Runa dengan tangan kanannya yang memeluk pinggang gadis itu. Membuat kedua mata Runa terbuka secara perlahan saat merasakan pelukan pria itu. Tidak, Runa sama sekali tidak tidur sejak tadi. Sama seperti Aiden yang pura-pura tidur untuk menunggunya tertidur agar bisa turun dan tidur bersamanya dengan memeluknya seperti ini, Runa juga berpura-pura tidur sambil menunggu pria itu menghampirinya dan memeluknya seperti ini. Dan saat merasakan debaran yang kuat di jantungnya karena akhirnya mendapatkan pelukan yang sejak tadi dinantikannya, Runa akhirnya menyadari sesuatu. Bukan tentang Aiden yang memeluknya entah untuk alasan apa, namun Runa menyadari jika dirinya selalu membiarkan Aiden memeluknya saat tidur karena ia merasa nyaman dengan apa yang pria itu lakukan. Dan di penghujung malam itu, setelah menggali lebih dalam tentang perasaan macam apa yang sebenarnya ia rasakan pada Aiden, Runa menyadari jika entah sejak kapan dirinya yang jadi sangat bergantung pada pria itu telah jatuh ke dalam pesona pria itu yang hanya dirinya seorang yang dapat melihatnya. Jatuh cinta pada ketua mafia yang katanya manusia hina paling jahat itu namun selalu berhasil membuatnya merasakan ketenangan yang belum pernah ia rasakan dari orang lain ketika tidur dengan memeluknya seperti ini. **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN