Perhatian Kecil Yang Luar Biasa

1693 Kata
“Oh, kau bangun pagi hari ini.” Felix agak terkejut karena pagi ini saat mendatangi rumah Aiden ia mendapati Runa yang sudah bangun. Sudah mandi, sudah pakai baju terusannya yang terlihat manis, dan sudah mengikat rambut panjangnya dengan pita besar berwarna merah yang membuat penampilannya jadi semakin manis. “Oh, kau pergi kerja kesiangan hari ini. Kenapa jam segini masih ada di rumah, uh?” Dan Felix kembali dibuat terkejut saat melihat Aiden yang keluar dari kamar mandi sambil menggosok-gosok rambutnya yang basah dengan handuk. “Kau yang kenapa sepagi ini sudah datang ke rumahku? Pergi sana! Aku sedang tidak ingin melihatmu hari ini!” usir Aiden yang membuat Felix mendecakkan lidahnya. “Aku datang untuk membawakan sarapan,” kata Felix yang membuat pandangan Aiden teralih pada kantong plastik hitam yang Felix bawa di tangan kirinya. “Apa itu?” “Bukan urusanmu! Aku hanya bawa makanan untukku, Runa, dan kucingku,” sahut Felix yang gantian membuat Aiden mendecakkan lidahnya. “Aku bisa membagi makananmu dengan Tuan Aiden,” tawar Runa. “Tidak usah. Dia itu makannya banyak, nanti kau tidak kebagian bagaimana, uh? Kau harus makan banyak karena masa pertumbuhan. Jangan bagi makananmu dengan orang lain. Habiskan semuanya untuk dirimu sendiri,” kata Felix. “Tapi aku sudah 18 tahun, memangnya bisa tumbuh lagi?” tanya Runa. “Bisa tidak bisa harus bisa! Memangnya kau mau menjalani seumur hidupmu yang tersisa dengan tubuh kecil seperti ini, uh?” Felix bicara sambil menata makanan di atas meja. Sama sekali tidak ada sungkan-sungkannya saat mengajak Runa makan tanpa sedikit pun menawari si pemilik rumah. “Ini apa? Kerang?” tanya Runa saat melihat makanan yang Felix sajikan di hadapannya. “Ini bukan kerang biasa. Ini abalone yang disajikan dengan bubur istimewa yang sangat lezat. Kau tidak pernah makan abalone?” “Aku pernah makan kerang.” “Sudah kubilang itu berbeda dengan kerang biasa. Ini harganya sangat mahal dan setelah kau tahu rasanya kau tidak akan pernah mau makan kerang biasa lagi.” Aiden hanya mendecih melihat Felix yang sedang mengobrol dengan Runa. Pria itu membuka lemari dapurnya lalu melihat isi lemari pendingin, namun tidak menemukan apapun untuk bisa dimakan. “Tentu saja tidak pernah ada makanan di rumah ini. Memangnya kau pernah membeli makanan untuk persediaan Runa yang tinggal di sini, uh?” Felix bicara dengan nada ketus, membuat Aiden kembali mendecih sebelum memutuskan mengambil sebungkus es krim rasa coklat untuk dijadikan sarapannya. “Tuan.” Runa memegangi celana Aiden saat pria itu melewatinya yang sedang duduk bersimpuh di lantai. “Ayo makan bersamaku. Aku bisa membagi sarapanku dengan Tuan.” Aiden tahu dengan pasti jika bubur abalone yang Felix beli dan kini Runa tawarkan padanya itu tentu dibeli dengan uangnya. Namun saat mendengar Runa yang dengan tulus menawarinya untuk makan bersama, Aiden merasa jika hal sekecil itu lagi-lagi bisa dengan cepat menemukan jalan untuk masuk dan menyentuh hatinya. “Tidak boleh!” Felix yang menarik tangan Runa hingga terlepas dari celananya membuat Aiden mengalihkan tatapan tajamnya pada pria itu sementara Felix membalasnya dengan tak kalah sengit. “Itu mahal sekali dan aku hanya ingin membelikannya untuk Runa. Kau tidak dengar dia bilang tidak pernah makan abalone sebelumnya? Kau kan sudah sering makan, jadi jangan ganggu dia! Biarkan dia makan abalone pertamanya dengan puas!” Aiden menatap Runa lagi sebelum mengatakan sesuatu yang membuat gadis itu kebingungan. “Keluar!” “Oi, dia bahkan belum makan kenapa sudah diusir?” Felix berusaha membela Runa, namun Aiden tidak mempedulikannya. Pria itu mengambil kunci mobil yang tergantung di dinding dekat lemari pendingin lalu melangkah keluar dari apartemennya sambil memakai jaket kulit hitamnya. Namun saat menyadari jika Runa sama sekali tidak beranjak dari duduknya, Aiden menghentikan langkahnya di ambang pintu. Ia menolehkan kepalanya ke arah Runa yang masih duduk bersimpuh di atas lantai dengan sepasang mata bulat yang tampak polos yang membalas tatapannya. “Abalone, salmon, lobster. Kau mungkin belum pernah merasakan semua itu. Aku akan membelikanmu semua makanan yang belum pernah kau makan sebelumnya. *** “Woah~ Ini benar-benar sangat banyak. Bahkan ada yang tidak pernah kulihat sebelumnya. Ini semua benar-benar bisa dimakan?” Di salah satu meja restoran seafood terbaik yang ada di kota itu, Runa duduk di hadapan nampan besar beraneka ragam hewan laut yang membuat kedua matanya terbelalak lebar. Gadis itu hanya merasa takjub dengan tampilan semua hidangan laut itu, namun jika sampai tahu berapa juta uang yang Aiden keluarkan untuk semua hidangan laut yang memenuhi meja mereka. “Apa ikan yang ini mentah?” tanya Runa sambil menunjuk sepotong salmon. “Itu namanya salmon.” “Itu ikan mahal.” “Iya, ini ikan mahal. Makannya dicelup ke saus yang ini,” kata Aiden sambil memberi contoh dengan menusuk sepotong salmon dengan menggunakan garpu lalu mencelupkannya ke dalam saus. Namun Aiden dibuat mengerutkan keningnya saat melihat Runa yang mencondongkan tubuh ke arahnya sambil membuka mulutnya. “Apa yang kau lakukan?” “Oh? Bukan untukku, ya?” Runa bergumam dengan malu karena berpikir jika Aiden akan menyuapinya. Gdis itu buru-buru menjauhkan tubuhnya dari Aiden lalu menusuk sepotong salmon dengan garpu dan memasukkan ke dalam mulutnya sendiri yang mengunyah sambil tersenyum pada Aiden. “Ini benar-benar enak. Yang paling enak yang pernah kumakan.” “Coba juga lobsternya,” kata Aiden. “Makannya susah, ya? Aku tidak tahu bagaimana cara membuka cangkangnya,” kata Runa yang membuat Aiden merasa sedang berhadapan dengan anak kecil karena gadis yang tidak bisa tahu caranya makan lobster ini benar-benar terasa sangat polos baginya. “Kau hanya perlu mematahkan cangkangnya seperti ini untuk mengeluarkan isinya.” Aiden berkata seraya mengeluarkan isi lobster dari dalan cangkangnya. Pria itu lalu mengangkat kepalanya dan menatap Runa dengan sebelah alis terangkat saat melihat gadis itu hanya memperhatikannya dalam diam. “Tidak mau?” “Eh?” Runa jadi bingung. Gadis itu mengerjapkan kedua matanya, menjadi semakin bingung saat melihat Aiden menyodorkan tangan yang memegang daging lobster padanya. “Untukku?” “Kau bilang tidak tahu caranya makan lobster, kan? Ini, kuambilkan dagingnya untukmu.” “Oh...” Runa terdiam untuk sesaat, namun buru-buru memajukan wajahnya untuk menerima daging lobster yang Aiden suapkan padanya saat sadar jika pria itu sudah terlalu lama menyodorkan tangan padanya. “Enak,” kata Runa. “Aku akan mencoba membukanya‒” “Makan yang banyak.” Belum selesai Runa bicara, Aiden sudah meletakkan daging lobster yang telah dikupasnya di atas piring gadis itu. “Abalonenya juga. Ini bahkan lebih enak dimakan langsung daripada yang dicampur dengan bubur seperti tadi.” Runa menatap abalone dan lobster yang Aiden letakkan di atas piringnya. Ia lalu mengangkat wajahnya, menatap Aiden yang kali ini berusaha keras untuk membuka cangkang kepiting hingga harus menggunakan kedua tangan dan juga giginya untuk diberikan pada Runa. “Ah!” Aiden berseru pelan saat tarikannya pada kaki kepiting terlepas dan membuat bumbu kepiting tersebut terciprat. Ia menatap wajah Runa, terkejut melihat cipratannya mengenai wajah gadis itu. Dan jadi semakin terkejut saat melihat kedua mata Runa yang menatapnya dengan berkaca-kaca. “Apa bumbunya terciprat ke wajahmu?” tanya Aiden yang jadi semakin panik karena Runa sudah menangis sesenggukan sekarang. “Hei, coba kulihat matamu. Apa bumbu cabainya masuk ke matamu?” Runa menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menghapus air mata dengan kedua punggung tangannya. Ia lalu kembali menatap Aiden, tersenyum dengan wajahnya yang memerah dan basah karena sisa-sisa air matanya. “Ini pertama kalinya ada yang mengupaskan daging untukku. Aku jadi senang sekali sampai tidak bisa menahan diri untuk tidak menangis,” kata Runa. Runa tidak ingin menangis lagi, namun air matanya keluar negitu saja saat teringat pada masa kecilnya yang menyedihkan meski kini ia menceritakannya pada Aiden sambil tersenyum. “Karena Mama dan Papa tidak menyukaiku, mereka tidak pernah membantuku saat makan ikan. Saat itu aku masih kecil dan menelan tulang ikan yang besar karena tidak ada yang membantuku. Aku menangis kesakitan, tapi Papa justru memarahiku dan Mama hanya mengabaikannya. Sejak itu aku jadi tidak berani makan ikan lagi walaupun kadang jadi sangat menginginkannya. Aku takut menelan tulangnya lagi seperti saat kecil dulu.” Runa menghapus air matanya lagi lalu tersenyum lebih lebar pada Aiden. “Tapi sekarang Tuan mengupas daging lobsternya untukku bahkan tanpa aku memintanya. Rasanya seperti aku mendapat kasih sayang yang sangat besar yang tidak pernah kurasakan sebelumnya.” “Aku hanya melakukan hal kecil.” “Itu luar biasa sekali. Aku tidak akan pernah lupa apa yang sudah Tuan lakukan padaku hari ini.” Runa kembali memakan makanannya, memakan daging lobster dan abalone yang telah Aiden kupaskan untuknya sementara Aiden masih terus menatapnya. Tiba-tiba hati Aiden jadi sakit sekali. Benar-benar sangat sakit hingga membuatnya tanpa sadar mengerutkan wajahnya saat membayangkan Runa yang masih kecil dimarahi oleh papanya padahal gadis itu sedang kesakitan karena menelan tulang ikan. Dan rasanya jadi semakin sakit karena Aiden paham betul bagaimana rasanya itu. Bagaimana rasanya ketakutan dan kesakitan tapi tidak memiliki siapapun untuk bersandar dan justru dimarahi karena menangis. “Oh?” Runa mendongakkan kepalanya saat melihat Aiden berdiri. Ia mengikuti gerakan pria itu dan jadi sangat bingung saat Aiden pindah duduk ke sebelahnya dan tanpa mengatakan apapun memeluk tubuhnya. “Tu-Tuan... Apa yang kau lakukan?” Runa bertanya dengan gugup. Ini tempat umum dan Aiden tanpa basa-basi memeluk tubuhnya seperti ini di hadapan semua pengunjung restoran yang bisa melihatnya. “Aku tidak bisa minta maaf, jadi aku memelukmu sekarang.” Ucapan Aiden membuat kedua mata Runa mengerjap. Tidak mengerti mengapa pria itu ingin minta maaf padanya. “Tapi Tuan tidak melakukan kesalahan apapun padaku. Aku menangis bukan karena Tuan. Bukan karena wajahku terciprat bumbu kepiting tadi.” “Aku harusnya menemukanmu lebih cepat. Aku harusnya melindungimu lebih cepat jadi kau bisa makan ikan sepuasnya tanpa perlu takut tidak bisa memisahkan tulangnya.” Ucapan Aiden membuat Runa terdiam. Meski hanya bicara tentang memisahkan tulang ikan, namun Runa merasa seolah Aiden baru saja menjanjikan seisi dunia padanya. Membuat hatinya kembali bergejolak oleh rasa haru yang membuatnya ingin kembali menangis. “Mulai sekarang makanlah apapun yang kau inginkan. Jika kau tidak tahu caranya, kau bisa mengatakannya padaku. Jika kau sakit, jika kau sedih, jika sedih, kau bisa mengatakannya semuanya padaku. Mulai sekarang, kau tidak perlu takut hidup sendirian lagi karena ada aku yang akan menjagamu.” **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN