Kesalahan Yang Benar

1762 Kata
“Tuan~” Felix yang sedang bersandar di pagar pembatas di koridor depan unit apartemen Aiden menolehkan kepalanya saat mendengar suara Runa. Gadis itu berlari menghampirinya dengan menenteng kantong plastik berwarna hitam di tangan kirinya dengan penampilan yang membuat Felix mengerutkan keningnya. “Kau dari mana saja? Kenapa pagi-pagi sekali sudah keluyuran?” tanya Felix. “Aku pergi jalan-jalan ke pasar dengan Tuan‒ Lho?” Runa menggantungkan kalimatnya, terlihat bingung saat Aiden yang sejak tadi berjalan di belakangnya tidak ada lagi di belakangnya. Meninggalkan Felix yang masih mengerutkan keningnya, Runa berlari ke arah tangga untuk memeriksa apakah Aiden ketinggalan di sana. Namun Aiden tidak ada di sana. Tidak juga ada di sekitar gedung apartemen itu saat Runa kembali berlari menghampiri untuk melihat ke luar melalui balkon koridor. “Tadi Tuan Aiden berjalan di belakangku. Aku tidak tahu sejak kapan dia menghilang,” jelas Runa dengan wajah yang terlihat bingung. Membuat Felix mendecakkan lidahnya karena kepolosan gadis di hadapannya ini benar-benar membuatnya merasa sangat gemas. “Kau ini tidak punya rasa takut, uh? Berani sekali kau membiarkan Aiden berjalan di belakangmu? Kalau dia sampai menikammu dari belakang bagaimana? “Eii! Tuan Aiden tidak mungkin seperti itu padaku!” Runa lalu membuka kantong plastiknya di depan wajah Felix untuk memamerkan isinya pada pria itu. “Dia baik sekali padaku dan membelikanku donat yang mesesnya warna-warni sampai sebanyak ini?” “Hanya donat? Orang pelit itu hanya membelikanmu seplastik donat padahal dia sangat kaya untuk bisa membelikanmu satu toko kue yang dipenuhi donat?” Felix berkata dengan nada menghina dan itu membuat Runa harus buru-buru menjelaskan agar pria itu tidak salah paham ada Aiden. “Aku yang minta, kok. Tuan Aiden membolehkanku beli apa saja tapi aku hanya ingin dibelikan donat.” “Hanya donat? Kau ini naif sekali, ya? Kenapa tidak dibelikan mansion mewah saja? Lihat ini!” Felix menunjuk apartemen Aiden sebelum menambahkan, “Apartemen tua ini sudah hampir roboh. Kau harus segera minta dibelikan mansion sebelum apartemen ini benar-benar roboh dan menguburmu hidup-hidup!” “Mansion itu apa?” Felix menghela napas panjang. “Biar aku saja yang mengurusnya. Aku akan memastikan jika kau dapat mansion yang layak agar tidak perlu tinggal di tempat bobrok seperti ini lagi,” lata Felix yang kedengarannya peduli sekali pada Runa padahal sebenarnya itu dirinya sendiri yang ingin tinggal di mansion mewah sementara gadis itu artinya mansion saja tidak tahu. *** Bruk! Runa dan Felix yang sedang fokus menonton TV itu serentak menolehkan kepala mereka pada sebuah kantong plastik hitam yang dilemparkan ke pangkuan Runa. Runa mendongakkan kepalanya, menatap Aiden yang baru saja melemparkan kantong plastik tersebut padanya. “Apa ini?” tanya Runa sementara Felix sudah mengambil kantong plastik tersebut untuk memeriksanya. “Oleh-oleh,” jawab Aiden. “Sesuatu yang kau suka‒” “Ewh~” Aiden belum menyelesaikan ucapannya saat Felix dengan lancang menyelanya sambil tangannya menenteng sebuah daster dengan motif bunga-bunga yang ia keluarkan dari dalam kantong plastik tersebut. “Kau memberi oleh-oleh baju jelek seperti ini pada Runa saat aku yang punya selera fashion bagus ini sudah berusaha keras untuk membuatnya kelihatan seperti nona muda kaya raya dengan semua baju-baju bagus yang kubelikan untuknya?” Runa yang penasaran dengan apa yang Aiden berikan padanya mengambil kantong plastik tersebut dari tangan Felix untuk memeriksa isinya. Dan reaksinya sama dengan Felix, gadis itu mengerutkan keningnya bingung saat melihat beberapa buah daster dengan ukuran besar yang mengisi kantong plastik tersebut. “Ini... Ini buat Bibi Lily, ya?” tanya Runa yang tidak yakin apa Aiden benar-benar membelikan daster-daster ini untuknya atau pria itu salah memberikan padanya saat harusnya itu diberikan pada Bibi Lily. “Iya! Itu untuk Bibi Lily!” Aiden menyahut dengan ketus sambil dengan kasar merebut kantong plastik tersebut dari tangan Runa dan juga menyambar baju yang ada di tangan Felix lalu menjejalkannya ke dalam kantong plastiknya. “Dia itu kenapa, sih?” gerutu Felix sambil menatap punggung Aiden yang pergi dengan langkah menghentak-hentak sementara Runa jadi terdiam saat tiba-tiba ia teringat pada sesuatu. “Kalau tidur, daster seperti punya Bibi Lily yang dingin ini yang paling nyaman.” “Ah...” Runa bergumam pelan saat teringat dengan apa yang diucapkannya pagi tadi pada Aiden. Gadis itu buru-buru berlari menyusul Aiden dan sebelum pria itu keluar ia membuat langkahnya terhenti karena dirinya yang merebut kantong plastik dari tangan pria itu. “Ini punyaku, kan?” Runa bertanya saat Aiden menolehkan kepala padanya. “Aku suka pakai baju yang senyaman ini untuk tidur. Tuan membelikannya untukku, kan?” “Memangnya kau mau memakainya?” tanya Aiden. Mulai merasa bodoh karena membelikan gadis muda seperti Runa baju yang seperti biasa dipakai Bibi Lily. “Kau lebih cocok pakai baju yang cantik seperti ini.” “Tapi aku suka pakai baju yang membuatku merasa nyaman. Aku bisa menggunakannya untuk tidur‒” “Tapi aku sudah membelikanmu banyak baju tidur yang nyaman dan bagus.” Felix menyela ucapan Runa, membuat perhatian gadis itu dan Aiden teralih padanya. Felix lalu menatap Aiden dan berkata, “Jika kau memang ingin membelikan sesuatu untuknya, belikan saja mansion yang mewah! Kau tidak kasihan melihatnya tinggal di tempat yang hampir roboh begini?” Aiden hanya menanggapi ucapan Felix dengan decakan lidahnya sebelum kembali berbalik untuk pergi. Namun lagi-lagi Runa menahannya dengn memegangi lengan jaketnya sambil menatapnya dengan wajah sedih. “Aku benar-benar suka daster ini,” ujar Runa yang berpikir jika Aiden mungkin merasa tersinggung dengan ucapan Felix padahal pria itu membelikannya daster karena sebelumnya dirinya sendiri yang berkata paling suka pakai daster untuk daster. Seperti bagaimana Aiden langsung mengajaknya ke pasar saat mendengarnya berkata menyukai jalan-jalan ke tempat itu, kali ini pun Aiden membelikannya daster karena berpikir jika dirinya sangat menyukai pakaian tersebut. Itu sebenarnya agak lucu, namun bagaimana Aiden selalu berusaha memberikannya sesuatu yang ia sukai membuat Runa merasa hatinya seperti meleleh karena sikap hangat pria itu padanya. “Aku akan pakai daster ini setiap hari‒” “Pergi,” potong Aiden yang membuat Runa menatapnya dengan kedua alis bertaut. Apa sekarang dirinya diusir karena membuat Aiden tersinggung padahal Felix yang sudah bicara sembarangan? Namun apa yang kemudian Aiden katakan dengan santainya itu berhasil membuat kedua mata Runa dan Felix langsung terbelalak saking syoknya. “Ayo pergi beli mansion. Aku akan membeli satu yang paling bagus untukmu.” *** “Yang ini berapa?” “Ini 26 milyar.” “Kalau ini?” “Ini 76 milyar, Tuan.” “Ini?” “Ini lebih murah, hanya 13 milyar.” Runa hanya bisa menganga mendengar harga yang disebutkan setiap kali Aiden bertanya tentang harga dari beberapa miniatur mansion ditunjukkan pada mereka. Bagi Runa yang bahkan tidak pernah punya uang satu juta itu, mendengar angka puluhan milyar yang disebutkan untuk harga-harga mansion tersebut benar-benar membuatnya syok. Bagaimana bisa harga sebuah rumah semahal itu? Dan bagaimana bisa ada orang yang punya uang sebanyak itu sampai bisa beli rumah yang harganya milyaran? Runa menoleh ke sebelahnya, lebih tertarik menatap Aiden daripada miniatur rumah-rumah mewah yang ada di hadapannya. Ia tidak habis pikir, apa sebenarnya yang Aiden lakukan dengan pekerjaannya sebagai mafia hingga bisa beli rumah sampai milyaran sementara dirinya hampir mati karena dipukuli mamanya karena dikira mencuri donat. Ia tahu dunia ini bukan tempat yang adil, namun sekarang rasanya semuanya jadi jelas saat ia melihat ada orang sekaya Aiden sementara dirinya hidup dengan sangat miskin. “Tapi untuk pasangan pengantin baru seperti kalian, mansion yang berada di tepi laut adalah yang terbaik. Suasananya yang tenang akan membuat kalian melalui waktu yang romantis setiap harinya.” “Memangnya kami kelihatan seperti pasangan pengantin baru?” tanya Aiden sambil menolehkan kepalanya ke arah Runa yang sibuk dengan dunianya sendiri melihat miniatur rumah-rumah mewah yang tidak bisa berhenti membuatnya berdecak kagum. “Ah, kalian bukan pasangan suami-istri?” Pegawai wanita itu terlihat kikuk karena khawatir ucapannya membuat Aiden tersinggung. Tapi yang kemudian Aiden ucapkan padanya justru membuatnya jadi bingung. “Apa akan cocok jika kami menikah?” “Maaf, Tuan? Maksud Anda bagaimana?” Aiden mengabaikan pertanyaan wanita itu dan beralih pada Runa. “Kau mau menikah tidak?” tanyanya yang membuat Runa melongo bingung. “Tentu saja aku akan menikah jika sudah besar nanti,” sahut Runa kemudian. “Jadi sekarang belum besar? Kau bilang kau bukan anak-anak, kenapa sekarang bilangnya belum besar, uh?” “Tapi belum cukup besar untuk menikah. Aku masih mau mengejar cita-cita dulu.” “Memangnya apa cita-citamu?” “Hmmm...” Runa tampak berpikir untuk sesaat sebelum menunjukkan cengirannya saat tidak mendapatkan jawaban apapun untuk diberikan pada Aiden. “Aku belum tahu. Aku akan memikirkannya nanti.” Aiden mendecakkan lidahnya, dalam hati merutuki dirinya sendiri yang bisa-bisanya memikirkan tentang pernikahan dengan seorang gadis yang bahkan tidak tahu apa cita-citanya. Padahal anak TK saja sudah punya cita-cita, tapi bisa-bisanya Runa tidak tahu cita-citanya apa. “Ya sudah. Aku akan beli yang ini,” kata Aiden seraya menunjuk mansion pantai yang paling cocok untuk pasangan pengantin baru itu. “Tuan benar-benar akan beli mansion yang ini? Yang sebesar ini?” tanya Runa dengan kedua mata membulat sementara Aiden hanya menjawabnya dengan anggukan. “Tapi ini luas sekali, kan? Bagaimana aku bisa membersihkan semua bagian mansion ini sendirian? Bisa-bisa aku hidup hanya untuk bersih-bersih di sana,” protes Runa. “Kalau begitu tidak usah dibersihkan.” “Kalau kotor?” “Sewa pelayan saja.” “Kamarnya?” “Kamarnya ada banyak. Kau boleh pilih yang paling kau sukai nanti.” “Itu artinya kita akan jadi semakin jarang bertemu, kan?” Pertanyaan Runa membuat Aiden menatapnya dengan kening berkerut. “Jika tinggal di rumah sebesar ini dan punya kamar masing-masing, kita pasti akan semakin jarang bertemu, kan?” Aiden tidak memikirkan ini sebelumnya karena ia langsung pergi untuk membelikan Runa mansion tanpa pikir panjang terlebih dahulu hanya karena tidak ingin gadis itu tidak perlu lagi tinggal di apartemen tuanya yang Felix bilang sudah hampir roboh itu. Namun saat berpikir jika mansion mewah akan membuat mereka semakin jarang bertemu, akhirnya keduanya memutuskan untuk pulang ke gedung apartemen tua yang selama ini mereka tempati bersama dan kembali melewati malam dengan Aiden yang diam-diam pindah ke kasur Runa saat tengah malam untuk memeluk tubuh Runa yang mengenakan daster pemberiannya. Ini rasanya salah, namun sepertinya juga hal yang paling benar untuk dilakukan. Sampai akhirnya sebuah pertanyaan muncul dalam benak Aiden yang tengah memeluk tubuh Runa yang tidurnya jadi semakin pulas dalam dekapannya. Sampai kapan semua ini akan bertahan? Sampai kapan ia akan membuat kupu-kupu kecil seperti Runa yang seharusnya terbang di antara bunga-bunga yang cantik justru terjebak di dalam dunianya yang tidak jelas ada apa di masa depannya? **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN