Milik Aiden

1357 Kata
“Apa yang kau lakukan di sini?” Aiden tidak bicara dengan suara keras apalagi berteriak swperti biasanya. Namun dengan nada rendah dan tatapannya yang sangat menusuk itu sudah sanggup membuat jantung Runa berdegup kencang oleh rasa takut karena menyadari semarah apa Aiden padanya. Ya. Aiden sangat marah sekarang karena melihat Runa yang memutuskan untuk pergi darinya itu kembali ke rumah bordil ini setelah dirinya membebaskan gadis itu dari tempat terkutuk ini. “Mengapa dari semua tempat yang bisa kau datangi kau harus kembali ke sini?” Nada bicara Aiden jadi semakin tinggi dan Runa jadi semakin merasa takut padanya. Gadis itu mengepalkan kedua tangannya, membalas tatapan tajam yang Aiden berikan padanya dengan kedua mata berkaca-kaca menahan tangis. “Apa kau tidak ingat bagaimana kau menangis ketakutan memohon untuk pergi dari tempat ini kemarin? Namun mengapa sekarang kau justru kembali ke tempat ini dengan dua kakimu sendiri?” Runa masih tidak menyahuti ucapan Aiden karena khawatir air matanya akan berhamburan keluar saat ia baru mengucapkan satu kata pada pria itu. Dan hal itu justru membuat emosi Aiden jadi semakin terpancing. Pria itu meraih kerah kemeja ketat yang Runa kenakan lalu dengan kasar menariknya ke dua sisi hingga seluruh kancingnya berhamburan dan bra berwarna hitam yang Runa kenakan terpampang jelas di kedua matanya yang berkilat marah sementara Runa yang tidak dapat lagi menahan air matanya setelah mendapat perlakuan sekasar ini dari Aiden menangis sesenggukan tanpa berani melawan pria itu. “Tidak boleh ada wanita penghibur yang menangis seperti ini di hadapan tamunya.” Aiden berkata dengan suara mendesis sementara gigi-giginya saling menekan dengan kuat untuk menahan emosinya. Aiden lalu meraih dagu Runa, dengan kasar mengarahkannya agar wanita itu membalas tatapannya. Runa menatapnya, sambil menggigit bibir bawahnya agar berhenti terisak meski ia sama sekali tidak dapat menghentikan deraian air matanya. “Kau kembali ke tempat ini artinya kau siap untuk menjadi wanita yang memberikan tubuhnya pada siapapun yang membayarmu, kan? Lalu kenapa sekarang kau menangis padahal kau melakukan pekerjaan yang kau pilih sendiri?” “Me-mereka yang membawaku.” Runa berkata dengan suara terbata. Kelihatan bersusah payah untuk bicara dengan mengalahkan isakan yang membuat ucapannya jadi tidak bisa terdengar dengan jelas. “Madam melihatku dan membawaku kembali ke sini. Kenapa Tuan menilaiku serendah itu dengan berpikir jika aku yang memilih untuk kembali ke sini sendiri padahal Tuan tahu bagaimana aku sangat benci tempat ini?” Tatapan tajam Aiden langsung menghilang setelah mendengar penjelasan Runa. Gadis itu menatapnya dengan kedua mata berair yang masih dipenuhi rasa takut, namun Aiden bisa melihatnya dengan jelas dibandingkan rasa takut yang sebelumnya tampak dari kedua mata bulat Runa kekecewaan yang kini terpancar dari sana terlihat jauh lebih jelas. Gadis itu merasa takut, namun juga sangat kecewa pada dirinya yang sudah dianggap sebagai hadiah berharga yang tuhan kirim untuk hidup menyedihkannya namun justru dengan mudahnya dan tanpa perlu mendengar penjelasannya lebih dulu langsung menganggapnya serendah itu. “Sialan!” Aiden menggeram marah sambil dengan gerakan kasar melepas jaketnya, membuat Runa refleks melangkah mundur ketakutan membayangkan apa yang akan pria itu lakukan setelah merobek pakaiannya dan kini membuka jaketnya sendiri seperti ini. Namun Runa salah. Itu sama sekali tidak seperti yang Runa pikirkan saat Aiden justru memakaikan jaket tersebut padanya lalu menutup resletingnya untuk menutupi tubuh bagian atas Runa yang kemejanya sudah rusak itu. Aiden tidak mengatakan apa-apa lagi saat kemudian tangan kirinya mencekal pergelangan tangan Runa dengan kuat lalu membawa gadis itu pergi dengan langkah-langkah lebar yang membuat Runa terseret karena kesulitan mengimbangi langkah panjang pria itu. Dan Runa tidak berani mengatakan apa-apa saat Aiden yang berada di depannya itu mengeluarkan pistol yang tersimpan di kantong kecil yang terpasang di sabuknya. Tanpa menghentikan langkahnya, Aiden melepaskan cekalannya pada tangan Runa untuk menarik slide pistolnya lalu kembali meraih tangan Runa. Kali ini tidak lagi mencekal pergelangan tangan gadis itu, melainkan menautkan jari-jarinya pada jari-jari Runa yang meski terasa sangat rapuh namun tidak membuatnya merenggangkan genggamannya yang sangat erat. “Oh, Sayang. Kau sudah sele‒” Dor! Ucapan ramah Madam langsung terhenti saat guci mewah yang ada di sebelahnya langsung pecah dengan suara keras saat Aiden tanpa peringatan apapun. Wanita itu masih belum bisa meredakan keterkejutannya saat menyadari jika pistol yang sebelumnya Aiden arahkan pada guci kini telah terarah pada kepalanya, membuat dua orang pengawal yang berada di dekatnya dengan sigap langsung mengeluarkan pistol mereka dan mengarahkannya pada Aiden. “Kau kelihatannya marah sekali,” kata Madam sambil memberi isyarat pada pengawalnya untuk menurunkan senjata mereka karena khawatir jika hal tersebut akan semakin memancing emosi Aiden. Madam menatap Runa yang mengintip dari balik punggung Aiden, kemudian menyeringai kecil saat gadis itu kembali bersembunyi di balik punggung lebar Aiden sesaat setelah tatapan mereka bertemu. “Apa gadis itu membuat masalah? Dia melakukan sesuatu yang membuatmu kesal, Sayang?” Madam bertanya dengan ramah, berusaha untuk tetap terlihat tenang meski sebenarnya jantungnya sudah hampir meledak melihat pistol yang Aiden todongkan padanya. “Dia milikku dan tidak boleh ada yang menyentuhnya.” Aiden berkata dengan penuh penekanan sementara di balik punggungnya Runa meremas ujung jaket milik Aiden yang ia kenakan untuk menahan luapan perasaan aneh yang ia tidak tahu apa itu yang terasa seperti ingin meledakkan dadanya saat mendengar Aiden menyebutnya sebagai ‘milikku’. “Lain kali aku melihatnya berada di tempat terkutuk ini lagi, maka kepalamu akan bernasib sama dengan guci itu, Madam.” Setelah mengatakan hal tersebut, Aiden menurunkan pistolnya dan berbalik untuk pergi dari tempat tersebut dengan Runa yang terus mengekorinya karena pria itu masih menggenggam tangannya. Sambil berjalan meninggalkan tempat itu, Runa melihat punggung lebar Aiden yang meski berjalan dengan menggandeng tangannya namun tetap berada selangkah di depannya. Dan hanya dengan melihat punggung Aiden, air mata Runa yang sebelumnya sudah berhenti kembali mengalir deras. “Terima kasih.” Langkah Aiden langsung terhenti beberapa meter dari rumah bordil saat Runa tiba-tiba memeluk tubuhnya dari belakang dengan erat sambil terisak-isak. “Maafkan aku. Dan terima kasih. Terima kasih banyak, Tuan. Aku... Aku benar-benar minta maaf.” Isakan Runa semakin keras, terlalu bingung dengan perasaannya sendiri yang entah lebih banyak merasa menyesal atau berterima kasih pada Aiden hingga akhirnya ia mengulang-ulang kata maaf dan terima kasih bergantian untuk pria itu. Aiden mendongakkan kepalanya, menatap langit malam yang dihiasi jutaan bintang sementara tangan kirinya menyentuh punggung tangan Runa yang bertumpuk di atas perutnya. Membuatnya menghela napas panjang saat merasakan betapa kecil dan tipisnya telapak tangan Runa. “Kau sangat kecil dan cengeng sekali,” bisik Aiden. “Jika pria lain yang membelimu malam ini, apa yang akan terjadi padamu? Jika kau tidak bertemu denganku lagi, apa yang sekarang sedang terjadi padamu di tempat terkutuk itu?” *** “Ini belum satu jam, kenapa kau sudah kemba‒” Buak! Felix yang semula sedang berbaring di atas tempat tidur Aiden sambil membelai kucing hitamnya itu langsung terkapar di lantai saat Aiden yang menghampirinya tiba-tiba meraih kerah kemejanya dan langsung meninju wajahnya yang sudah dipenuhi bekas pukulan itu tanpa menunggu pria itu menyelesaikan ucapannya. “Argh, sial. Apa lagi sekarang? Kenapa aku dipukul?” Felix mengerang sambil beringsut menjauh dari Aiden. “Aku hanya tidur di sini dan... Oh? Runa?” Felix mengerjapkan kedua matanya, terlihat terkejut dengan keberadaan Runa yang berdiri di ambang pintu dengan mengenakan jaket milik Aiden. “Dia kembali?” Felix kembali menatap Aiden, tapi kemudian buru-buru berdiri dan berlari menjauh dari pria itu saat melihatnya berjalan menghampirinya. “Aku tahu kita ini orang jahat, tapi itu bukan berarti kita bisa membuat seorang gadis polos yang tidak tahu apa-apa ikut melakukan dosa.” Ucapan Aiden membuat Felix menatapnya bingung. Pria itu menolehkan kepalanya ke belakang, dan saat melihat Runa ia akhirnya sadar jika itu tentang dirinya yang membuat gadis sepolos Runa jadi mencuri uang milik Aiden. Lalu apa yang kemudian Aiden katakan membuat Felix kembali merasa bingung. Karena sungguh, sejak ia mengenal Aiden belasan tahun lalu ia tidak pernah sekali pun mendengar pria itu ingin melindungi seseorang seperti yang saat ini ia dengar. “Aku mengeluarkannya dari tempat terkutuk itu sampai dua kali karena tidak ingin dia hancur di sana. Jadi jika sampai ada orang lain yang berani merusak gadis yang ingin kujaga kepolosannya ini, maka aku tidak akan segan-segan untuk menghancurkan seluruh hidupnya.” **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN