Kenalan Mafia

1206 Kata
Bruk! “Aw!” Runa langsung terbangun dari tidurnya saat tiba-tiba saja kepalanya jatuh menghantam lantai dengan keras. Gadis itu mendudukkan dirinya, menoleh ke kanan dan ke kiri dengan tampang bingung yang terlihat bodoh sambil mengusap-usap bagian belakang kepalanya yang terasa sakit sebelum tatapannya jatuh pada Aiden yang berdiri di hadapannya dengan tubuh tingginya yang tampak menjulang. “Selamat pagi.” Runa menyapa Aiden dengan ramah sekali tanpa menyadari jika dirinya terbangun karena ulah Aiden yang semula tidur bersamanya dengan tentram tapi kemudian langsung menarik tangan kirinya yang entah sejak kapan telah berada di bawah kepala Runa hingga membuatnya terkejut dan langsung menarik tangannya hingga membuat kepala Runa jatuh menghantam lantai. “Sudah pagi,” kata Aiden. “Pergi sana!” “Ini hari Minggu. Aku tidak usah pergi ke sekolah.” “Pergi dari rumahku! Memangnya sampai kapan kau mau tinggal di sini?” “Tadi aku bilang selamat pagi, lho.” Runa menatap Aiden yang baru saja mengusirnya itu dengan wajah cemberut. “Tapi kenapa Tuan malah membalasnya dengan mengusirku?” “Memangnya kau tidak mau pergi?” tanya Aiden dengan nada yang tidak bersahabat. Terdengar sangat galak padahal semalam ia memeluk tubuh Runa dengan sangat lembut sampai membuatnya bisa mimpi indah. “Tapi di luar bahaya sekali. Banyak orang jahat.” “Aku adalah orang paling jahat di dunia ini.” “Tapi Tuan baik sekali padaku. Bahkan meski seluruh orang di dunia ini menganggap Tuan adalah orang jahat tapi di duniaku Tuan adalah yang paling baik.” Ucapan Runa terdengar sangat berlebihan, namun anehnya tetap bisa membuat Aiden merasa tersentuh karena ketulusannya. “Tumpukan cucian kotornya banyak sekali.” Runa menunjuk keranjang pakaian kotor yang berada di dekat pintu kamar mandi, membuat perhatian Aiden ikut tertuju ke sana. “Aku bisa mencuci semuanya. Aku pandai mencuci pakaian.” “Kalau begitu pergilah setelah mencuci pakaianku,” ujar Aiden yang membuat Runa mengerutkan keningnya bingung. Merasa heran karena pria itu menerima tawarannya untuk mencuci baju tapi tetap ingin mengusirnya setelahnya. “Aku juga bisa bersih-bersih dan memasak. Aku bisa melakukan semuanya.” Tidak mau menyerah, Runa mencari cara agar dirinya bisa terus tinggal di apartemen Aiden‒tempat yang menurutnya paling aman untuk ditinggali meski yang tinggal bersamanya adalah seorang penjahat yang begitu ditakuti. “Itu bagus. Kau bisa bekerja jadi pembantu jika pandai mengurus rumah,” kata Aiden seraya mengambil jaketnya dari lantai. Mengkibaskannya dua kali lalu memakainya. “Aku harus pergi sekarang.” “Kalau begitu hati-hati di jalan. Aku akan jaga rumah dan bersih-ber‒ Eh? Tuan!” Aiden tidak menunggu sampai Runa selesai bicara untuk menenteng bagian belakang kaosnya yang dikenakan gadis itu dan menyeretnya keluar tanpa mempedulikan pemberontakan gadis itu. Ia membawa Runa hingga keluar lalu menutup pintu dengan bantingan yang cukup keras kemudian pergi dengan Runa yang mengekor di belakangnya. “Aku tidak tahu harus pergi ke mana jika Tuan mengusirku sekarang. Aku tidak bisa pulang ke rumah. Aku takut bertemu papaku.” Runa berkata dengan agak ngos-ngosan karena kedua kaki pendeknya harus bekerja keras untuk menyamai kedua kaki panjang Aiden yang melangkah lebar-lebar dengan cepat. “Bukannya mau jadi pembantu?” “Siapa yang bilang? Aku hanya ingin membantu‒” Runa menghentikan langkahnya saat melihat gerombolan pria dengan tubuh kekar yang dipenuhi tato berdiri berkerumun di sekitar mobil-mobil hitam yang terparkir di depan gedung apartemen tua tersebut. “Itulah mengapa harusnya kau tidak bersikap buruk.” Runa berbisik sambil memegangi bagian belakang jaket Aiden, membuat pria itu menoleh padanya dan menaikkan sebelah alisnya karena ekspresi khawatir yang terlihat jelas di wajah Runa. “Tuan pasti jadi memiliki banyak musuh karena‒” “Apa semuanya sudah siap?” Aiden menyela ucapan Runa seraya dengan kasar menarik ujung jaketnya hingga terlepas dari genggaman Runa. Membuat gadis itu membuka mulutnya tak percaya saat melihat betapa hormatnya orang-orang menyeramkan di hadapannya itu pada Aiden. “Semuanya sudah siap dan kita hanya perlu menyergapnya sekarang, Bos.” “Baiklah, ayo berangkat sekarang!” Aiden masuk ke dalam sebuah mobil yang kelihatan paling bagus di antara mobil-mobil tersebut diikuti oleh semua orang pria yang ada di sana. Runa masih berdiri di tempatnya, masih tidak tahu harus lebih merasa takut atau bingung melihat Aiden pergi dengan semua pria menyeramkan itu. “Ah, benar! Mafia.” Runa menepuk keningnya sendiri saat ingat apa yang dikatakan orang-orang di rumah bordil semalam tentang Aiden yang merupakan seorang mafia. “Padahal Tuan itu tampan dan baik sekali. Sayang sekali karena sudah salah pergaulan sampai jadi mafia begitu,” gumamnya yang masih tetap berpikir jika Aiden itu adalah orang baik meski semua orang menyebutnya sebagai orang jahat dan ia melihat sendiri bagaimana menyeramkannya orang-orang yang bekerja bersama pria itu. “Aku harus cuci baju dan bersih-bersih. Lalu masak untuk Tuan Aiden juga.” Runa berjalan kembali ke apartemen Aiden sambil bergumam pada dirinya sendiri. “Tapi karena ini masih pagi aku akan tidur lagi sebentar. Aku akan melakukan semuanya saat sudah agak siang. Pakaiannya akan jadi cepat kering jika dicuci siang-siang.” “Tapi bagaimana bisa dia pergi begitu saja tanpa mengunci pintunya? Memangnya tidak ada barang berharga... Ah, mafia!” Runa kembali menepuk keningnya saat menyadari alasan mengapa Aiden bisa meninggalkan rumahnya begitu saja dengan santainya tanpa mengunci pintu. “Bahkan meski dia punya sekoper uang di rumahnya yang tidak terkunci, memangnya siapa yang akan berani menerobos masuk dan‒” Ucapan Runa terhenti begitu saja dan kedua matanya membulat syok saat ia membuka pintu apartemen Aiden dan mendapati seorang pria yang mengenakan setelan jas berwarna abu-abu sedang memindahkan tumpukan uang dari dalam lemari pakaian Aiden ke dalam sebuah koper berwarna hitam. “Kau‒” “Siapa kau?” Kedua mata Runa terbelalak semakin lebar karena pria itu menyela ucapannya sambil mengeluarkan sebuah pistol dari dalam jasnya lalu menodongkan ke arahnya. “Apa yang kau lakukan di sini?” “Ka-kau yang sedang melakukan apa di sini?” Runa membalas ucapan pria itu dengan suara terbata-bata sambil mengangkat kedua tangannya meski tidak ada yang menyuruhnya untuk seperti itu. Ia hanya berpikir jika itu bisa menyelamatkannya karena di tv orang-orang tidak akan ditembak jika mengangkat tangan mereka. “Kau mau mencuri uang milik Tuan Aiden? Kau berani? Dia itu mafia, lho,” kata Runa yang membuat pria itu mengerutkan keningnya. “Kau kenal Aiden?” “Tentu saja.” “Kenal bagaimana?” “Kenal baik sekali,” jawab Runa yang berpikir jika ia akan selamat jika menjual nama mafia yang sangat ditakuti seperti Aiden itu di situasi seperti ini. “Dia akan marah sekali jika kau sampai macam-macam padaku.” “Aku tidak tahu kau benar-benar dekat dengan Aiden atau hanya sedang membual saja, gadis kecil.” Pria itu berkata sambil melangkahkan kakinya mendekat pada Runa sementara wanita itu hanya berdiri mematung di tempatnya dengan kedua tangan yang masih terangkat karena secepat apapun ia bisa berlari peluru yang berasal dari pistol tersebut bisa mengenainya dengan cepat jika pria itu menembakkannya. “Tapi apa kau tahu...” Pria itu telah berdiri di hadapan Runa. Menodongkan pistolnya tepat di dahi Runa dan dengan diiringi seringaiannya ia menambahkan, “Itu bisa berbahaya sekali untuk menyebut nama seorang penjahat yang punya banyak musuh yang mengincar nyawanya seperti Aiden sebagai seseorang yang dekat denganmu, Nona.” **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN