Tangan Kanan Aiden

1545 Kata
“Dia benar-benar mencuci pakaianku.” Hari sudah sore ketika Aiden turun dari mobil di depan gedung apartemennya dan jemuran pakaian miliknya di balkon apartemennya. Pagi tadi Aiden memang pergi dengan penampilan baru bangun tidur dengan wajah yang sama sekali belum tersentuh air, dan kini ia kembali dengan penampilan yang jauh lebih berantakan dengan hiasan beberapa bekas luka dan lebam di wajahnya yang dihiasi tato-tato kecil itu. “Apa dia masih di sini?” Aiden bergumam saat tangannya sudah memegang gagang pintu. “Aku harus mengusirnya dengan lebih tegas agar dia benar-benar... Oh, dia sudah pergi.” Aiden berhenti merencakan pengusiran pada Runa saat ia membuka pintu dan mendapati apartemennya yang hanya terdiri dari satu ruangan itu kosong. Aiden masuk dan memeriksa ke dalam kamar mandi untuk memastikan jika Runa benar-benar sudah pergi. “Dia bilang akan masak. Tapi kenapa pergi tanpa membuatkan apapun?” gumam Aiden saat melihat tidak ada makanan apapun yang Runa siapkan untuknya‒tidak sadar jika dirinya memang tidak menyiapkan apapun di dalam lemari pendinginnya yang bisa dimasak.  “Ya sudah, aku akan tidur saja.” Aiden melepaskan jaketnya, membuangnya begitu saja ke lantai lalu berbaring tidak atas tempat tidurnya. Namun baru sesaat pria itu sudah terlonjak bangun ketika melihat lemari pakaiannya yang tidak tertutup rapat. Membuatnya buru-buru memeriksanya untuk kemudian dibuat ternganga saat tumpukan uang bernilai ratusan juta yang ia sembunyikan di dalam sana raib entah ke mana. “Gadis itu...” desis Aiden. “Besar sekali nyalinya berani mencuri uangku!” *** “Kau mau yang ini?” “Itu mahal.” “Tidak apa-apa. Kalau yang ini?” “Itu lebih mahal lagi.” “Tidak apa-apa. Tidak usah lihat harganya. Ambil saja apapun yang kau sukai.” Runa menggaruk pipi kirinya, merasa bingung karena dirinya yang tadi ditodong dengan pistol sekarang dimanjakan dengan dibawa belanja oleh Felix. “Tapi... Kau sungguhan bukan pencuri, kan? Kau tidak melakukan ini untuk membuatku tutup mulut, kan? Kau tidak‒” “Sudah kubilang aku ini tangan kanannya Aiden, kan. Berhentilah berpikiran buruk tentangku dan cepat pilih pakaian yang kau suka. Memangnya kau mau terus hidup dengan memakai pakaian milik Aiden, uh? Bau rokoknya tetap tercium meski bajunya baru dikeluarkan dari dalam lemari, kan?” Ucapan Felix membuat Runa menundukkan kepalanya, menatap pakaian miilik Aiden yang melekat di tubuhnya. Kaos lengan pendek dan celana pendek milik Aiden yang jadi sangat kebesaran di tubuh mungilnya. Membuatnya berulang kali harus menaikkan bagian bahunya yang terus turun karena lingkar lehernya yang terlalu lebar untuknya. “Aku takut jika ternyata kau berbohong dan benar-benar pencuri yang berpura-pura menjadi tangan kanan Tuan Aiden untuk membodohiku.” Perkataan Runa membuat Felix yang sedang memilih sebuah baju terusan menoleh pada Runa. Ia menempelkan baju tersebut pada tubuh Runa lalu tanpa melihat banderol harganya memasukkannya ke dalam kantong belanja yang sudah hampir penuh sementara Runa yang sempat melihat harganya membelalakkan kedua matanya karena harga sepotong pakaian itu rasanya lebih mahal dari satu lemari pakaian miliknya. “Kau tahu Aiden itu menakutkan lalu kenapa masih ingin tinggal bersamanya, uh?” tanya Felix sambil kembali memilih pakaian. “Aku bukan takut yang seperti itu,” elah Runa. “Aku hanya takut melakukan sesuatu yang salah dan membuat Tuan Aiden jadi membenciku. Aku tidak punya siapapun lagi. Aku tidak tahu harus pergi ke mana jika dia tidak mau menerimaku lagi karena aku bersekongkol dengan pencuri yang mengambil uangnya.” “Sudah kubilang aku bukan pencuri,” sanggah Felix dengan diiringi decakan lidahnya untuk menunjukkan jika dirinya mulai kesal dengan tuduhan Runa. “Dan harusnya kau tidak sengaja menempel padanya begini. Jika tidak segera pergi, semuanya akan terlambat dan kau tidak akan pernah bisa pergi lagi sepertiku.” “Tidak apa-apa. Aku memang tidak ingin pergi.” “Wah, kau ini keras kepala sekali. Jika nanti dia macam-macam padamu dan membuat hidupmu sengsara, jangan bilang jika aku tidak pernah memperingatkanmu.” Felix bicara sambil mengeluarkan ponselnya yang berdering dari dalam saku jasnya. Ia melirik Runa sekilas sebelum menjawab panggilan tersebut. “Apa uangmu yang di dalam lemari? Berapa jumlahnya?” Runa mengangkat kedua alisnya, merasa bingung dengan ucapan Felix. Ia samar-samar bisa mendengar suara Aiden yang marah-marah dari seberang sana, namun tidak mengerti mengapa Felix yang katanya tangan kanannya Aiden justru bersikap seolah dirinya tidak tahu apa-apa soal uang tersebut. Sampai kemudian apa yang Felix ucapkan pada Aiden sambil menatapnya dengan polos itu berhasil membuat kedua mata Runa melotot tak percaya padanya. “Oh, pasti benar gadis itu yang mengambil uangmu. Tenang saja, aku pasti akan menemukannya dan membawanya padamu.” *** “b******k! Sialan! Kau berani macam-macam dengan uangku, hah?” “Ampun, ampun! Tolong hentikan!” “Manusia tidak tah diri sepertimu ini harus diberi pelajaran!” “Aku sudah belajar. Tidak akan diulangi lagi.” “Kau harus dihajar sampai mati dulu baru jera, sialan!” Tidak jauh dari Aiden yang sedang memukuli Felix, Runa hanya bisa berdiri dengan menggunakan kedua tangannya untuk membekap mulutnya. Ia merasa kasihan melihat Felix dihajar sampai babak belur begitu, namun juga tidak ingin menolongnya karena sebelumnya Felix memfitnahnya pada Aiden bahwa dirinya lah yang telah mengambil uang pria itu. “Lihat berapa banyak yang kau habiskan...” Aiden meninggalkan Felix yang sudah terkapar di lantai setelah menendang perutnya yang membuat pria itu mengerang keras untuk memeriksa tas-tas belanja yang sebelumnya dibawa pria itu. “Kau beli pakaian sebanyak ini untuk wanitamu yang mana lagi, hah?” “Wanitaku yang mana? Itu tentu saja untuk wanitamu!” sahut Felix yang membuat Aiden mengerutkan keningnya. “Memangnya sampai kapan Runa mau memakai pakaianmu terus, uh?” “Runa siapa?” tanya Aiden yang membuat Felix menatapnya tak percaya. “Itu aku,” ujar Runa yang membuat tatapan Aiden teralih padanya. Gadis itu tersenyum padanya sambil menambahkan, “Namaku Runa, Tuan.” “Dan kenapa juga kau harus beli baju dengan uangku? Memangnya kau tidak mau pergi?” Aiden berkata dengan suara ketusnya, membuat Runa yang kembali diusir jadi sedih lagi. “Eii, dia ini anak yang kasihan. Mamanya sudah meninggal dan papanya jahat sekali.” Felix mencoba membela Runa, namun Aiden justru mendecakkan lidahnya seolah ingin mengentengkan hal tersebut. “Aku juga lebih kasihan, tuh! Mama dan Papaku sudah meninggal semua dan papaku itu orang paling jahat sedunia, sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan papanya gadis ini!” “Tapi kau kan kaya. Punya warisan banyak, apanya yang kasihan, uh?” Felix menghela napas lalu mendecakkan lidahnya seolah menghina perbuatan Aiden. “Sedikit beramal pada gadis malang ini tidak akan membuat harta warisanmu itu goyah!” “Kalau begitu kenapa tidak kau saja yang beramal padanya, sialan?” Ucapan Felix berhasil kembali memancing emosi Aiden hingga sekali lagi pria itu menendang perut Felix yang baru bisa mendudukkan dirinya, membuat pria itu kembali bergulingan sambil mengerang kesakitan. “Kau pikir aku ini badan amal atau apa, hah? Setelah kucing liar sekarang kau membawa seorang gadis padaku untuk kurawat juga, HAH?!” “Tapi kau sendiri kan yang membawa gadis i‒ Aw! Ah, jangan di sana! Jangan tendang di sana lagi!” Runa menatap Felix kasihan, ingin membantu pria itu karena tadi sudah membelanya tapi langsung mengurungkan niatnya saat melihat wajah galak Aiden yang masih terus melampiaskan kekesalannya dengan menghajar Felix habis-habisan sebelum meninggalkannya dan masuk ke dalam apartemennya sambil terus mengumpat. Runa geleng-geleng kepala sambil menatap Felix dengan prihatin sementara kedua tangannya memunguti tas-tas belanjanya. Ia lalu melewati tubuh Felix dan masuk ke dalam apartemen Aiden. “Wah, nyalinya besar sekali,”gumam Felix yang terlihat takjub saat melihat Runa yang masih berani menyusul Aiden ke dalam apartemennya setelah melihat pria itu mengamuk dan mengusirnya. “Kau harus jadi seperti itu.” Felix berkata pada kucing hitamnya yang baru menghampirinya setelah Aiden pergi. “Tetaplah menerobos masuk ke apartemen Aiden meski dia mengusirmu. Jika dia menjahatimu, cakar saja wajahnya‒” “Aw!” Brak! Felix belum selesai mendidik kucingnya saat tiba-tiba pintu apartemen Aiden kembali terbuka dan Runa didorong keluar dengan keras sebelum pintunya kembali ditutup dengan bantingan keras. “Diusir?” tanya Felix yang dijawab dengan anggukan oleh Runa yang wajahnya sudah cemberut. Felix menghela napas panjang, tapi kemudian mengangkat kedua alisnya saat tiba-tiba Runa menggunakan kedua tangannya untuk memegangi lengan jasnya. “Apa kau berpikir aku akan menampungmu?” tebak Felix yang dijawab dengan anggukan oleh Runa. “Kau lihat di sana.” Felix menunjuk kotak kardus yang ada di dekat pintu apartemen Aiden. “Kucing kecil ini saja aku tidak bisa merawatnya sampai harus meletakkan kardus untuk menjadi rumahnya di sana, lalu bagaimana menurutmu aku bisa merawatmu yang sebesar ini, uh?” Runa melepaskan genggamannya pada lengan Felix secara perlahan dengan wajah sedih, membuat pria itu menghela napas karena ia tidak tega melihat Runa jadi sesedih itu. “Kalau begitu aku akan membawakan sebuah kardus untuk‒” “Aku tidak mau tinggal di dalam kardus!” Runa menyela ucapan Felix dengan nada merajuk. “Aku kan bukan kucing.” Felix kembali menghela napas panjang, agak kesal karena Runa menyela ucapannya. “Kardus untuk menyimpan uang, Runa,” kata Felix yang membuat kedua mata Runa membesar. “Nanti kalau Aiden sudah pergi, kau masuk ke kamarnya dan pindahkan uang yang disembunyikan di bawah kasur ke dalam kardus. Uangnya banyak sekali, bisa untuk menyewa apartemen. Kau mau, kan?” **To Be Continued**
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN